Usai Capai Level Termurah 2022, Dolar Singapura Apa Kabar?
Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Singapura kemarin merosot melawan rupiah hingga menyentuh level termurah 2022. Namun setelahnya mata uang Negeri Merlion ini justru berbalik menguat dan pada perdagangan hari ini Selasa (10/5/2022) masih cukup stabil.
Pada pukul 11:07 WIB, dolar Singapura diperdagangkan di kisaran Rp 10.463/SG$, turun tipis 0,02% di pasar spot melansir data Refinitiv. Sementara level terendah 2022 yang disentuh kemarin Rp 10.419/SG$.
Dolar Singapura masih terus menurun melawan rupiah meski Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) sudah mengetatkan kebijakan moneternya sebanyak 3 kali, pada Oktober tahun lalu, Januari 2022 dan terakhir April lalu.
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) masih bersikap dovish. ada pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi April 2022, Gubernur Perry Warjiyo menyatakan masih bersabar untuk menaikkan suku bunga. Ia sekali lagi menegaskan kebijakan moneter tidak merespon administered prices atau harga yang ditentukan pemerintah.
"Esensinya, sabar. Menunggu koordinasi lebih lanjut, pada waktunya kami akan menjelaskan. Komitmen kami menjaga stabilitas, mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Perry dalam jumpa pers usai RDG, Selasa (19/4/2022).
Tetapi, pelaku pasar kini menanti kemungkinan perubahan sikap BI. Sebab inflasi di Indonesia terus menunjukkan tren kenaikan.
Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin mengumumkan data inflasi Indonesia periode April 2022 tumbuh 0,95% dibandingkan sebulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Ini menjadi rekor tertinggi sejak 2017.
Sementara dibandingkan April 2021 (year-on-year/yoy), terjadi inflasi 3,47%. Ini adalah yang tertinggi sejak 2019.
Inflasi inti dilaporkan tumbuh 2,6% (yoy), tertinggi sejak Mei 2020 tetapi sedikit lebih rendah dari hasil polling Reuters 2,61% (yoy). Hingga April lalu, inflasi inti sudah naik dalam 7 bulan beruntun.
BI menjadikan inflasi inti sebagai patokan untuk menetapkan kebijakan moneter dan akan mengadakan Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 23 dan 24 Mei mendatang, pelaku pasar akan melihat apakah sikap BI akan berubah menjadi lebih hawkish atau masih tetap dovish.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)