
Ups! Bitcoin Cs Ambles Lagi Awal Pekan

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga kripto utama kembali terkoreksi pada perdagangan Senin (9/5/2022), karena investor masih merespons negatif dari kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin.
Melansir data dari CoinMarketCap pada pukul 09:05 WIB, Bitcoin terkoreksi 2,4% ke level harga US$ 34.051,84/koin atau setara dengan Rp 493.411.162/koin (asumsi kurs Rp 14.490/US$), Ethereum ambles 3,64% ke level US$ 2.505,52/koin atau Rp 36.304.985/koin.
Sedangkan untuk koin digital (token) alternatif (altcoin) yakni Solana merosot 2,42% ke US$ 75,71/koin (Rp 1.097.038/koin), Terra terpangkas 2,01% ke US$ 62,5/koin (Rp 905.625/koin), XRP drop 1,16% ke US$ 0,5716/koin (Rp 8.282/koin), dan Cardano melemah 1,06% ke US$ 0,7424/koin (Rp 10.757/koin).
Berikut pergerakan 10 kripto utama pada hari ini.
![]() |
Bitcoin dan sebagian besar kripto kembali terkoreksi pada hari ini di tengah masih terjadinya aksi jual saham di AS pada pekan lalu yang membuat pasar cryptocurrency kembali merana. Bahkan kini, kapitalisasi kripto terbesar di dunia tersebut turun menjadi kisaran US$ 650 miliar.
Dalam sepekan terakhir, Bitcoin dan Ethereum masih terkoreksi hingga lebih dari 11%, sedangkan Solana dan Terra terkoreksi masing-masing lebih dari 15% dan 24% dalam sepekan terakhir.
Namun, beberapa token stablecoin cenderung positif pada hari ini, di mana token stablecoin seperti TerraUSD (UST) dan Binance USD berhasil menyalip posisi Avalanche dan Dogecoin berdasarkan kapitalisasi pasarnya. Token stablecoin memang bergerak tidak terlalu besar, karena sifatnya yang cenderung lebih stabil, mirip dengan mata uang fiat.
Investor masih cenderung merespons negatif dari kebijakan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bp).
Hal tersebut dilakukan oleh bank sentral Negeri Paman Sam untuk menekan angka inflasi yang terus melonjak. Sebagaimana diketahui, inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) di AS kini sudah menembus 8,5% (year-on-year/yoy) di bulan Maret, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 7,9% (yoy).
Inflasi tersebut merupakan yang tertinggi dalam lebih dari 40 tahun terakhir, tepatnya sejak Desember 1981. Inflasi CPI inti tumbuh 6,5% (yoy) dari sebelumnya 6,4% (yoy).
Inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) yang menjadi acuan The Fed juga berada di level tertinggi 4 dekade.
Tidak hanya menaikkan suku bunga, The Fed juga akan mengurangi nilai neracanya, sehingga likuiditas di perekonomian AS akan terserap lebih banyak. Harapannya inflasi bisa terkendali.
Terserapnya likuiditas artinya jumlah dolar AS yang beredar menjadi berkurang, alhasil nilainya pun terus menanjak. Tidak heran, jika dolar AS menyentuh rekor tertingginya sejak dua dekade.
Pada Jumat pekan lalu, dolar AS menyentuh level tertingginya dalam 20 tahun yang berada di level 104,07. Level tersebut menjadi yang tertinggi sejak Desember 2002, kemudian kembali jatuh ke level 103,64.
Selain itu, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun naik ke level tertinggi sejak 2018 di 3,106% pada perdagangan Jumat pekan lalu, sebelum akhirnya kembali menurun ke 3,04% pada perdagangan sore hari waktu setempat. Hal serupa terjadi pada yield obligasi tenor 30 tahun yang naik 12 basis poin ke 3,126%.
Kenaikan yield obligasi membuat pasar surat utang pemerintah Negeri Adidaya menjadi lebih menarik. Akibatnya, arus dana yang mengalir ke aset berisiko seperti pasar saham dan pasar kripto menjadi seret.
Seretnya dana yang mengalir ke pasar kripto membuat kapitalisasi pasar kripto menurun menjadi US$ 1,68 triliun per Minggu kemarin, berdasarkan data dari CoinGecko.com. Selain itu, volume transaksi kripto pada Minggu kemarin mencapai US$ 119 miliar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Crypto Crash! Bitcoin Cs Babak Belur, Ada Apa Ini?