
Obral Saham CPO Berhenti, Ada Kabar Baru Soal Ekspor?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham-saham emiten Crude Palm Oil (CPO) terpantau mulai rebound setelah terkoreksi parah hingga ambruk ke level ARB (Auto Rejection Bawah) pada perdagangan kemarin pasca pelarangan ekspor minyak sawit mentah serta produk minyak goreng oleh Presiden RI, Joko Widodo.
Berikut gerak saham CPO pada perdagangan hari ini.
Emiten | %Change |
SGRO | 1,28% |
TBLA | 1,27% |
DSNG | 0,83% |
TAPG | 0,83% |
SSMS | 0,48% |
SIMP | 0,41% |
AALI | 0% |
SMAR | 0% |
LSIP | -0,75% |
BWPT | -1,33% |
STAA | -1,74% |
Terpantau dari 11 emiten sawit, 6 diantaranya berhasil menghijau meskipun tipis saja, 2 stagnan sedangkan sisanya 3 terkoreksi.
Apresiasi tertinggi dibukukan oleh PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) yang menghijau 1,28% ke level harga Rp 2.380/unit pasca terkoreski 2,49% kemarin.
Sedangkan depresiasi tertinggi dibukukan oleh PT Sumber Tani Agung Resources Tbk (STAA) yang juga terkoreksi tipis 1,74% ke level harga Rp 845/unit setelah kemarin STAA terkoreksi parah 6,52% ke level ARB.
Sebelumnya, pemerintah RI resmi melarang ekspor minyak sawit mentah dan produk minyak goreng mulai 28 April mendatang.
"Dalam rapat tersebut telah saya putuskan pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng," kata Jokowi, Jumat (22/4/2022).
Kebijakan ini diambil menyusul polemik kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di pasar yang terindikasi adanya aktivitas mafia.
Kejaksaan Agung (Kejagung) baru-baru ini menetapkan sejumlah tersangka terkait kasus ekspor minyak goreng. Mereka adalah pihak yang menyebabkan kelangkaan minyak goreng di hampir seluruh wilayah Indonesia.
Miris, pihak yang membuat banyak masyarakat susah ternyata adalah pemerintah yang tak lain Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana (IWW) yang ditetapkan menjadi salah satu tersangka.
Selain IWW, Kejagung juga menetapkan tiga orang tersangka lainnya dalam kasus itu, yaitu Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia MPT, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) SM, dan General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas PTS. Seluruh tersangka telah ditahan oleh Kejagung.
Menurut ekonom MNC Sekuritas Tirta Citradi, kebijakan larangan ekspor CPO ini tentu akan berdampak pada penurunan kinerja ekspor bulanan.
"Di sepanjang tahun 2022 ini, ekspor minyak nabati RI mencapai hampir US$ 8 miliar, artinya per bulan sumbangsihnya sebesar US$ 3 miliar, jadi ada kemungkinan kehilangan ekspor sebesar itu. Surplus neraca dagang mungkin turun, ini secara makro kalau berkepanjangan tentu tidak akan oke terhadap stabilitas eksternal," ungkap Tirta saat dihubungi CNBC Indonesia.
Terkait dampaknya terhadap pasar, larangan ekspor CPO akan berpeluang mendorong harga CPO dan minyak nabati dunia melesat lagi mengingat Indonesia merupakan salah satu pemain CPO terbesar global.
Bagi emiten-emiten sawit, kenaikan harga CPO global jadi kurang bisa dinikmati dengan adanya larangan ekspor ini sehingga bisa menjadi salah satu katalis negatif bagi kinerja harga sahamnya, terutama yang punya pangsa ekspor besar terhadap pendapatan bisnis.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000