
10 Saham Gainers & Losers, Ada Saham Konglomerat Singkawang

Selain beberapa saham menjadi top gainers, ada juga beberapa saham yang menjadi top losers. Berikut 10 saham top losers pada perdagangan Senin kemarin.
![]() |
Dari jajaran saham top losers kemarin, beberapa diantaranya merupakan saham emiten kelapa sawit (crude palm oil/CPO). Adapun saham emiten CPO tersebut yakni PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP), PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG), dan PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA).
Saham LSIP ditutup ambles 6,94% ke level harga Rp 1.340/saham pada perdagangan kemarin. Bahkan, saham LSIP pun menyentuh batas auto rejection bawah (ARB) kemarin.
Nilai transaksi saham LSIP pada perdagangan kemarin mencapai Rp 89,85 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 66,93 juta lembar saham. Investor asing melepas saham LSIP sebesar Rp 11,31 miliar di pasar reguler.
Sedangkan saham emiten sawit milik TP Rachmat yakni TAPG juga ditutup ambrol 6,92% ke posisi harga Rp 605/saham. Saham TAPG juga terkena ARB kemarin.
Nilai transaksi saham TAPG pada perdagangan kemarin mencapai Rp 28,19 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 46,41 juta lembar saham. Investor asing juga melepas saham TAPG sebesar Rp 2,75 miliar di pasar reguler.
Selain LSIP dan TAPG, ada juga saham TOBA yang anjlok 6,88% ke level Rp 1.015/saham kemarin. Nilai transaksi saham TAPG pada perdagangan kemarin mencapai Rp 17,9 miliar dengan volume transaksi yang diperdagangkan sebanyak 17,42 juta lembar saham. Investor asing pun juga melepas saham TOBA sebesar Rp 325,21 juta di pasar reguler.
Ambruknya ketiga saham emiten sawit tersebut terjadi setelah Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) melarang ekspor minyak sawit mentah dan produk minyak goreng mulai 28 April mendatang.
"Dalam rapat tersebut telah saya putuskan pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng," kata Jokowi, Jumat (22/4/2022).
Kebijakan ini diambil menyusul polemik kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di pasar yang terindikasi adanya aktivitas mafia.
Kejaksaan Agung (Kejagung) baru-baru ini menetapkan sejumlah tersangka terkait kasus ekspor minyak goreng. Mereka adalah pihak yang menyebabkan kelangkaan minyak goreng di hampir seluruh wilayah Indonesia.
Mirisnya, pihak yang membuat banyak masyarakat susah ternyata adalah pemerintah yang tak lain Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana (IWW) yang ditetapkan menjadi salah satu tersangka.
Selain IWW, Kejagung juga menetapkan tiga orang tersangka lainnya dalam kasus itu, yaitu Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia MPT, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) SM, dan General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas PTS. Seluruh tersangka telah ditahan oleh Kejagung.
Menurut ekonom MNC Sekuritas, Tirta Citradi, kebijakan larangan ekspor CPO ini tentu akan berdampak pada penurunan kinerja ekspor bulanan RI.
"Di sepanjang tahun 2022 ini, ekspor minyak nabati RI mencapai hampir US$ 8 miliar, artinya per bulan sumbangsihnya sebesar US$ 3 miliar, jadi ada kemungkinan kehilangan ekspor sebesar itu. Surplus neraca dagang mungkin turun, ini secara makro kalau berkepanjangan tentu tidak akan oke terhadap stabilitas eksternal," ungkap Tirta saat dihubungi CNBC Indonesia.
Terkait dampaknya terhadap pasar, larangan ekspor CPO akan berpeluang mendorong harga CPO dan minyak nabati dunia melesat lagi mengingat Indonesia merupakan salah satu pemain CPO terbesar global.
Bagi emiten-emiten sawit, kenaikan harga CPO global jadi kurang bisa dinikmati dengan adanya larangan ekspor ini sehingga bisa menjadi salah satu katalis negatif bagi kinerja harga sahamnya, terutama yang punya pangsa ekspor besar terhadap pendapatan bisnis.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd)[Gambas:Video CNBC]