
The Fed Makin Hawkish, Yield Mayoritas SBN Menguat Lagi

Jakarta, CNBCÂ Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup melemah pada perdagangan Jumat (22/4/2022) akhir pekan ini, di tengah sikap investor yang merespons negatif dari pernyataan ketua bank sentral Amerika Serikat (AS) terkait kebijakan moneter ke depannya.
Mayoritas investor melepas SBN pada hari ini, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield) di hampir seluruh tenor SBN. Hanya SBN bertenor 10 tahun yang ramai diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya yield dan penguatan harga.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara turun tipis 0,2 basis poin (bp) ke level 6,976% pada perdagangan hari ini.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), yield surat utang pemerintah (US Treasury) tenor 5 tahun cenderung melonjak ke kisaran level 3% pada pagi hari ini waktu AS.
Dilansir dari CNBC International, yield Treasury tenor 5 tahun cenderung naik 3,2 bp ke level 3,011% pada pukul 06:34 waktu AS.
Sementara untuk yield Treasury tenor 10 tahun juga mengalami kenaikan sebesar 1,9 bp ke level 2,936% pada pagi hari waktu AS.
Investor cenderung merespons negatif dari pernyataan ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), Jerome Powell yang mengisyaratkan bahwa kenaikan suku bunga yang lebih besar mungkin akan dilakukan pada rapat kebijakan moneter berikutnya, dalam hal ini edisi Mei.
"Ini saatnya untuk bergerak sedikit lebih cepat dalam menaikkan suku bunga. Saya juga berpikir ada sesuatu yang bisa dikatakan untuk front-end loading setiap akomodasi yang dianggap tepat. ... Saya akan mengatakan 50 basis poin akan dibahas untuk pertemuan Mei," kata Powell dalam Forum Dana Moneter International (International Monetary Fund/IMF).
Sebelum Powell memberikan komentarnya, Presiden The Fed San Francisco Mary Daly, Charles Evans dari Chicago, dan Raphael Bostic dari Atlanta telah mengatakan bahwa mereka melihat perlunya menaikkan suku bunga acuan untuk menjinakkan inflasi, tapi tidak ingin menghentikan ekspansi.
Daly mengakui bahwa kebijakan yang lebih ketat dapat memicu resesi ringan. Adapun Presiden The Fed St Louis James Bullard di awal pekan bilang bahwa dia terbuka dengan opsi kenaikan 0,75% pada pertemuan Mei untuk membantu meredam inflasi yang kini tertinggi sejak 40 tahun.
Investor juga semakin khawatir tentang potensi hambatan pada pertumbuhan ekonomi AS yang diakibatkan dari melonjaknya inflasi dan agresifnya The Fed dalam menaikkan suku bunga acuannya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi