Jeblok ke Rp 110, Kurs Yen di Level Termurah 6 Tahun

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
21 April 2022 16:50
FILE PHOTO: A Japan Yen note is seen in this illustration photo taken June 1, 2017. REUTERS/Thomas White/Illustration/File Photo
Foto: REUTERS/Thomas White

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar yen Jepang terus merosot melawan rupiah hingga menyentuh level terendah dalam lebih dari 6 tahun terakhir. Bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) yang sangat tertinggal dalam mengetatkan kebijakan moneter membuat mata uangnya terus terpuruk.

Melansir data Refinitiv, yen pada hari ini sempat merosot 0,6% ke Rp 111,54/JPY di pasar spot. Sementara kemarin sebelum rebound, yen sempat menyentuh Rp 110,76/JPY, yang merupakan level terendah sejak November 2015.

Sepanjang bulan ini, yen sudah ambrol lebih dari 5%, dan nyaris 10% di tahun 2022.

Melawan dolar Amerika Serikat (AS), yen lebih parah lagi. Nilainya ambrol lebih dari 11% dan berada di kisaran JPY 128/US$ yang merupakan level terlemah dalam 20 tahun terakhir.

Saat bank sentral di berbagai belahan dunia mulai mengetatkan kebijakan moneternya, BoJ justru masih menerapkan kebijakan moneter ultra longgar. Bahkan, sejak bulan lalu BoJ kembali melakukan pembelian obligasi guna meredam kenaikan imbal hasilnya (yield).

Seperti diketahui, BoJ memiliki kebijakan yield curve control (YCC), dimana yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun dipertahankan di dekat 0%.

Artinya, ketika BoJ kembali membeli obligasi likuiditas perekonomian kembali bertambah, dan yen pun melemah.

Rabu kemarin, BoJ kembali membeli obligasi dengan jumlah yang terbatas, sebab yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun kembali mencapai 0,25%, batas toleransi tertinggi.

Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) juga masih bersikap dovish. Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan masih bersabar untuk menaikkan suku bunga. Ia sekali lagi menegaskan kebijakan moneter tidak merespon administered prices atau harga yang ditentukan pemerintah. Hal ini terkait dengan kenaikan beberapa harga, seperti Pertamax yang ditentukan pemerintah.

Yang direspon oleh BI adalah dampak second round yang terlihat dari inflasi inti. BI juga menyatakan terus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan.

"Esensinya sabar, menunggu koordinasi lebih lanjut, pada waktunya kami akan menjelaskan, komitmen kami menjaga stabilitas, mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Perry.

Meski demikian, pada bulan lalu BI sebenarnya sudah sedikit melakukan pengetatan dengan menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM). Kenaikan GWM tersebut masih akan dilakukan lagi pada Juni dan September hingga menjadi 6,5% untuk Bank Umum Konvensional (BUK) dan 5% untuk Bank Umum Syariah (BUS). Kenaikan GWM tersebut tentunya akan menyerap likuiditas.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Dekati Rp 15.000/US$, Begini Kondisi Money Changer

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular