Bursa Asia Cerah, Cuma Hang Seng-Shanghai yang Merah

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
21 April 2022 08:50
A man in a business building is reflected on an electronic stock quotation board outside a brokerage in Tokyo, Japan, October 11, 2018.  REUTERS/Kim Kyung-Hoon
Foto: Ilustrasi Bursa Tokyo (REUTERS/Kim Kyung-Hoon)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung beragam dengan mayoritas menguat pada perdagangan Kamis (21/4/2022), di tengah sikap investor yang terus memantau perkembangan pandemi virus corona (Covid-19) di China.

Indeks Nikkei Jepang dibuka menguat 0,48%, Straits Times Singapura bertambah 0,48%, ASX 200 Australia naik 0,12%, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,48%.

Sedangkan untuk indeks Hang Seng Hong Kong dibuka melemah 0,61% dan Shanghai Composite China terkoreksi 0,42%.

Investor akan mengamati tanda-tanda dukungan kebijakan dari otoritas China karena negara tersebut terus bergulat dengan gelombang Covid-19 paling parah sejak wabah awal pada 2020. Kebijakan ketat nol-Covid-19 telah menimbulkan pertanyaan tentang prospek ekonomi China.

Beragamnya bursa Asia-Pasifik pada hari ini terjadi di tengah beragamnya bursa saham Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu kemarin waktu AS.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) berhasil ditutup melesat 0,71% ke level 35.160,789. Namun untuk indeks S&P 500 dan Nasdaq ditutup di zona merah. S&P 500 turun tipis 0,06% ke level 4.459,45 dan Nasdaq ambruk 1,22% ke posisi 13.453,07.

Jatuhnya indeks Nasdaq terjadi mengikuti ambruknya saham Netflix hingga 35%, setelah melaporkan kehilangan 200.000 pelanggan pada kuartal I-2022.

Di sisi lain, saham IBM mampu menopang indeks Dow Jones, di mana sahamnya melonjak hingga 7,1%, setelah melaporkan kinerja keuangan yang baik.

Sekitar 12% perusahaan yang menjadi konstituen indeks S&P 500 telah merilis kinerja keuangannya, dengan 80% di antaranya membukukan laba bersih di atas ekspektasi, sebagaimana direkam oleh FactSet.

Investor juga masih memantau pergerakan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun yang mulai mengalami penurunan setelah sempat melonjak dan mencapai lebih dari 2,94%, menjadi level tertinggi sejak Desember 2018.

"Investor merasa mulai lelah memantau kenaikan suku bunga acuan dan inflasi," tutur Sylvia Jablonski, Direktur Investasi Defiance dikutip dari CNBC International.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perdagangan Perdana di 2024, Bursa Asia Dibuka Beragam

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular