Mayoritas Bursa Asia Cerah, Tapi Shanghai Ambruk 1% Lebih

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
Rabu, 20/04/2022 16:41 WIB
Foto: Bursa Asia (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik ditutup menguat pada perdagangan Rabu (20/4/2022), setelah bank sentral China memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga pinjaman acuannya hari ini.

Indeks Nikkei Jepang ditutup melesat 0,86% ke level 27.217,85, Straits Times Singapura melonjak 0,85% ke 3.335,32, ASX 200 Australia naik tipis 0,05% ke 7.569,2, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir menguat 0,39% ke posisi 7.227,36.

Sementara untuk indeks Hang Seng Hong Kong ditutup melemah 0,4% ke level 20.944,67, Shanghai Composite China ambles 1,35% ke 3.151,05, dan KOSPI Korea Selatan turun tipis 0,01% ke posisi 2.718,69.


Bank sentral China (People Bank of China/PBoC) memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga pinjaman acuannya pada hari ini. Suku bunga pinjaman tenor 1 tahun tetap berada di level 3,7%, sedangkan suku bunga pinjaman tenor 5 tahun tetap di level 4,6%.

Hal ini meleset dari ekspektasi pasar dalam survei Reuters yang memperkirakan PBoC akan kembali memangkas suku bunga pinjaman acuannya.

Investor telah mengamati tanda-tanda dari bantuan keuangan otoritas China kepada sektor-sektor yang terdampak pandemi virus corona (Covid-19), di mana China hingga saat ini terus bergulat dengan wabah tersebut. Lonjakan kasus Covid-19 di China menjadi yang terburuk sejak awal pandemi tahun 2020 lalu.

"Saya benar-benar tidak berharap, Anda tahu, mereka sangat tertarik untuk melakukan penurunan suku bunga ... dalam waktu dekat," kata Eva Lee, kepala ekuitas China di UBS Global Wealth Management, dikutip dari CNBC International.

Di lain sisi, pelaku pasar di Asia-Pasifik cenderung mengabaikan sentimen dari pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2022 oleh Dana Moneter International (International Monetary Fund/IMF).

Kemarin, IMF memangkas proyeksi pertumbuhan globalnya untuk tahun 2022 dan 2023, di mana dampak dari perang Rusia-Ukraina akan menyebar jauh dan luas.

Pada 2022, IMF meramal ekonomi dunia diperkirakan hanya mampu tumbuh 3,6% lebih rendah dari yang sebelumnya diramal 3,8%. Untuk 2023, akan menjadi lebih buruk karena ekonomi diperkirakan hanya tumbuh 0,8%-0,2%.

Buruknya ramalan tersebut disebabkan oleh perang Rusia dan Ukraina yang hingga kini belum ada tanda-tanda penyelesaian.

Padahal, kedua negara tersebut berperan besar pada perekonomian dunia, terutama dalam pasokan minyak dan gas bumi. Ini sekaligus memberikan pengaruh terhadap sederet harga komoditas internasional yang kini sudah melonjak. Perang juga berdampak pada kenaikan harga pangan internasional.

Situasi ini akhirnya turut mengerek inflasi di berbagai negara. IMF memperkirakan inflasi pada negara maju mencapai 5,7% dan 8,7% pada negara berkembang untuk 2022.

Negara maju dan berkembang dengan fiskal yang kuat, akan mampu memberikan subsidi atau bantalan untuk menjaga daya beli masyarakat. Akan tetapi, negara lain dengan fiskal terbatas tak mampu berbuat banyak.

Sebelumnya pada Senin lalu, World Bank juga telah menurunkan perkiraan pertumbuhan globalnya untuk tahun ini hampir satu poin persentase penuh dari 4,1% menjadi 3,2%.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini:

Video: IHSG Menguat, Pasar Modal RI Masih Jadi Pilihan Investor