Para Bos 'Buang' Dolar Lagi, Rupiah Apa Kabar?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 April 2022 09:09
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah kemarin mampu menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS), bahkan sempat bergerak cukup besar. Namun, pada perdagangan Rabu (20/4/2022) pagi, rupiah kembali melemah tipis. 

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan di Rp 14.340/US$, melemah 0,03% di pasar spot. Depresiasi rupiah sedikit bertambah menjadi 0,07% ke Rp 14.345/US$ pada pukul 9:06 WIB. 

Tanda-tanda rupiah akan kembali melemah sudah terlihat dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih lemah pagi ini ketimbang beberapa saat setelah penutupan perdagangan Selasa. 

PeriodeKurs Selasa (19/4) pukul 15:17 WIBKurs Rabu (20/4) pukul 8:50 WIB
1 PekanRp14.335,1Rp14.366,0
1 BulanRp14.340,0Rp14.350,6
2 BulanRp14.354,0Rp14.378,0
3 BulanRp14.372,0Rp14.396,0
6 BulanRp14.435,0Rp14.459,0
9 BulanRp14.555,0Rp14.554,0
1 TahunRp14.670,2Rp14.695,0
2 TahunRp14.950,0Rp14.979,0

Rupiah kemarin mampu mencatat penguatan 0,13% meski Bank Indonesia (BI) kembali mempertahankan suku bunga acuannya.

"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 16-17 Maret 2022 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 3,5%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%," ungkap Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam jumpa pers usai RDG, Selasa (19/4/2022).

Perry bahkan sekali lagi menegaskan akan bersabar untuk menaikkan suku bunga. Ia sekali lagi mengaskan kebijakan moneter tidak merespon administered prices atau harga yang ditentukan pemerintah. Hal ini terkait dengan kenaikan beberapa harga, seperti Pertamax yang ditentukan pemerintah.

Yang direspon oleh BI adalah dampak second round yang terlihat dari inflasi inti. BI juga menyatakan terus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan.

"Esensinya sabar, menunggu koordinasi lebih lanjut, pada waktunya kami akan menjelaskan, komitmen kami menjaga stabilitas, mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Perry.

Selain itu, Untuk 2022 BI memperkirakan transaksi berjalan (current account) kembali defisit di kisaran 0,5-1,3% dari PDB. Lebih landai ketimbang perkiraan sebelumnya yakni 1,1-1,9 PDB%.

Perubahan proyeksi tersebut menjadi kabar bagus, sebab transaksi berjalan merupakan faktor penting yang mempengaruhi pergerakan rupiah.

"Defisit transaksi berjalan diperkirakan rendah didukung oleh surplus neraca perdagangan sebesar US$ 9,3 miliar. Perkembangan ini didukung surplus neraca perdagangan non-migas sejalan dengan tingginya ekspor karena harga komoditas global, di tengah meningkatnya defisit neraca migas," papar Perry. 

Di sisi lain, bank sentral AS (The Fed) yang akan sangat agresif menaikkan suku bunga di tahun ini membuat indeks dolar AS terus menanjak hingga menembus ke atas level 101 sejak kemarin. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak Maret 2020. Meski demikian, nyatanya para pelaku pasar malah mengurangi posisi spekulatif dolar AS.

Berdasarkan data Commodity Futures Trading Commission (CFTC), pada pekan yang berakhir 5 April posisi beli bersih (net long) dolar AS mengalami penurunan nyaris US$ 2 miliar atau sekitar Rp 28,7 triliun (kurs Rp 14.350/US$) menjadi US$ 14,13 miliar.

Data terbaru menunjukkan posisi net long tersebut kembali menurun, pada pekan yang berakhir 12 April menjadi US$ 13,22 miliar.

Artinya, sudah 2 pekan beruntun para spekulan mengurangi posisi beli dolar AS, padahal The Fed kemungkinan besar akan menaikkan suku bunga 50 basis poin pada bulan depan.

Berkurangnya posisi spekulatif tersebut menjadi indikasi meski The Fed akan agresif menaikkan suku bunga, tetapi sebagian pelaku pasar melihat dolar AS tidak akan menguat terlalu jauh.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Ngeri! 3 Hari Melesat 3% ke Level Terkuat 3 Bulan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular