BI Kembali Tahan Suku Bunga, Yield Mayoritas SBN Menguat

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
20 April 2022 07:05
US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)
Foto: US Treasury, Bond, Obligasi (Ilustrasi Obligasi)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup melemah pada perdagangan Selasa (19/4/2022), setelah Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuannya.

Mayoritas investor cenderung melepas SBN pada Selasa, ditandai dengan kembali naiknya imbal hasil (yield). Hanya SBN bertenor 25 tahun dan 30 tahun yang yield-nya cenderung stagnan di level masing-masing 7,354% dan 7,036%.

Sementara untuk yield SBN bertenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara makin mendekati kisaran level 7%, di mana saat ini, yield SBN tenor 10 tahun sudah berada di level 6,977%, naik 2 bp.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Dari dalam negeri, BI memutuskan untuk tetap mempertahankan BI 7-Day Reserve Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,5%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%.

Gubernur BI, Perry Warjiyo menjelaskan, keputusan tersebut sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan terkendalinya inflasi. Serta upaya untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi, di tengah tekanan eksternal yang meningkat terkait adanya tensi Rusia-Ukraina, serta percepatan normalisasi kebijakan moneter di negara maju.

"Bank Indonesia juga terus mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut," jelas Perry dalam konferensi pers, Selasa (19/4/2022).

Keputusan Gubernur Perry dan kolega sejalan dengan ekspektasi. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia sebelumnya memperkirakan BI-7 Day Reverse Repo Rate bertahan di 3,5%.

Dari 14 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut hanya satu yang memproyeksi BI akan menaikkan suku bunga acuan pada bulan ini.

Namun, BI memperkirakan ekonomi nasional pada 2022 tumbuh lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Perkiraan BI kini adalah 4,5-5,3% dari yang sebelumnya 4,7-5,5%.

Hal ini dipengaruhi oleh kondisi global yang juga tumbuh lebih rendah akibat ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina dan normalisasi moneter pada negara maju merespons lonjakan inflasi.

Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), yield obligasi pemerintah (US Treasury) tenor 10 tahun kembali meningkat dan kini sudah nyaris menyentuh kisaran level 2,9%.

Berdasarkan data dari CNBC International pada pukul 06:26 waktu AS, yield Treasury tenor 10 tahun menguat 2,4 bp ke level 2,886%, dari sebelumnya pada penutupan perdagangan Senin kemarin di level 2,862%.

Kekhawatiran seputar kenaikan inflasi dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi telah membuat investor melepas Treasury selama beberapa bulan terakhir.

Data yang dirilis pada pekan lalu menunjukkan indeks harga konsumen (IHK) dan indeks harga produsen (IHP) terus meningkat di bulan Maret, memicu keyakinan investor bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) semakin agresif untuk menaikkan suku bunga acuannya untuk mengendalikan inflasi.

Di lain sisi, perang Rusia-Ukraina juga turut mendorong inflasi global semakin meninggi. Bank Dunia (World Bank) pun memangkas prediksi pertumbuhan global tahunan untuk 2022 dari sebelumnya sebesar 4,1% menjadi 3,2%.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasar SBN Masih Diburu Investor, Yieldnya Turun Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular