Menguat Sendirian di Asia, Dua Jempol Untuk Rupiah!
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sukses menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (19/4/2022). Mata Uang Garuda bahkan sempat membukukan penguatan cukup tajam setelah pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI).
Rupiah menguat tipis 0,02% ke Rp 14.350/US$ saat pembukaan perdagangan. Sempat melemah tipis ke Rp 14.355/US$, rupiah kemudian terus melaju hingga mencatat penguatan 0,21% ke Rp 14.323/US$.
Di penutupan perdagangan rupiah berada di Rp 14.335/US$, menguat 0,13% di pasar spot. Rupiah bahkan menjadi satu-satunya mata uang utama Asia yang mampu menguat.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 15:07 WIB.
BI dalam pengumuman kebijakan moneter hari ini masih mempertahankan suku bunga acuan sesuai dengan ekspektasi pasar.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 16-17 Maret 2022 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 3,5%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%," ungkap Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam jumpa pers usai RDG, Selasa (19/4/2022).
Dengan demikian, suku bunga acuan tidak berubah selama 14 bulan terakhir. Suku bunga acuan 3,5% adalah yang terendah dalam sejarah Indonesia merdeka.
Keputusan Gubernur Perry dan kolega sejalan dengan ekspektasi. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia sebelumnya memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate bertahan di 3,5%. Dari 14 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus tersebut hanya satu yang memproyeksi BI akan menaikkan suku bunga acuan bulan ini.
Selain itu, Untuk 2022 BI memperkirakan transaksi berjalan (current account) kembali defisit di kisaran 0,5-1,3% dari PDB. Lebih landai ketimbang perkiraan sebelumnya yakni 1,1-1,9 PDB%.
Perubahan proyeksi tersebut menjadi kabar bagus, sebab transaksi berjalan merupakan faktor penting yang mempengaruhi pergerakan rupiah.
"Defisit transaksi berjalan diperkirakan rendah didukung oleh surplus neraca perdagangan sebesar US$ 9,3 miliar. Perkembangan ini didukung surplus neraca perdagangan non-migas sejalan dengan tingginya ekspor karena harga komoditas global, di tengah meningkatnya defisit neraca migas," papar Perry
Ke depan, lanjut Perry, tingginya harga komoditas akan menopang neraca perdagangan untuk kemudian menstabilkan transaksi berjalan.
Di sisi transaksi modal dan finansial, tambah Perry, arus modal asing masih mengalir deras. Hingga 14 April 2022, Indonesia menikmati modal masuk bersih (net inflow) senilai US$ 0,8 miliar.
Dengan demikian, menurut Perry, Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) bisa tetap surplus pada 2022. Tahun lalu, NPI tercatat surplus US$ 13,5 miliar, dengan transaksi berjalan surplus sebesar US$ 3,3 miliar.
Meski demikian, ada kabar kurang sedap, BI memperkirakan ekonomi nasional pada 2022 tumbuh lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Perkiraan BI kini adalah 4,5-5,3% dari yang sebelumnya 4,7-5,5%.
Hal ini dipengaruhi oleh kondisi global yang juga tumbuh lebih rendah akibat ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina dan normalisasi moneter pada negara maju merespons lonjakan inflasi.
BI sendiri sudah mulai mewaspadai akan terjadinya lonjakan inflasi.
"BI akan mewaspadai risiko inflasi terutama kenaikan harga energi dan pangan global terhadap harga-harga di dalam negeri," kata Perry.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)