Usai MAS Ketatkan Kebijakan, Dolar Singapura Malah Melorot!
Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) pada Kamis pekan lalu sudah mengetatkan kebijakan moneternya. Tetapi langkah yang diambil tersebut hanya membuat dolar Singapura menguat sesaat melawan rupiah, setelahnya justru malah merosot.
Pada perdagangan Selasa (19/4/2022), dolar Singapura diperdagangkan di kisaran Rp 10.514/SG$, turun 0,23% di pasar spot melansir data Refinitiv. Kemarin, penurunannya tercatat sebesar 0,32% dan Jumat pekan lalu stagnan. Artinya, sudah 3 hari setelah MAS mengetatkan kebijakannya dolar Singapura justru terus menurun.
MAS pada Kamis (14/4/2022) mengumumkan merubah titik tengah (centre) menjadi lebih tinggi, dan sedikit menaikkan slope.
Untuk diketahui, di Singapura, tidak ada suku bunga acuan, kebijakannya menggunakan S$NEER (Singapore dollar nominal effective exchange rate), yang terdiri dari kemiringan (slope), lebar (width) dan titik tengah (centre).
Kebijakan moneter, apakah itu longgar atau ketat, dilakukan dengan cara menetapkan kisaran nilai dan nilai tengah dolar Singapura terhadap mata uang negara mitra dagang utama. Kisaran maupun nilai tengah itu tidak diumbar kepada publik.
Sebelumnya MAS sudah menaikkan slope sebanyak dua kali pada Oktober 2021 dan Januari tahun ini. Slope berfungsi membuat penguatan/penurunan dolar Singapura lebih cepat/lambat. Ketika slope dinaikkan, maka dolar Singapura bisa menguat lebih cepat, begitu juga sebaliknya.
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan kebijakan moneter hari ini. Sejauh ini, BI masih konsisten bersikap dovish.
Tetapi seandianya ada kejutan, Gubernur BI Perry Warjiyo menjadi sedikit hawkish, misalnya dengan memberikan sinyal suku bunga akan dinaikkan di semester II-2022, bukan tidak mungkin rupiah akan mampu menguat tajam melawan dolar Singapura.
BI pada pekan lalu sekali lagi menegaskan belum akan menaikkan suku bunga sampai inflasi naik secara fundamental.
Perry masih optimis tahun ini inflasi tetap terkendali dan masih berkisar pada asumsi semula, yaitu 2-4%, sekalipun kini harga barang dan jasa terus naik.
"Sejauh ini kami masih confident inflasi masih bisa terjaga 2-4%," ungkap Perry usai rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Rabu (13/4/2022).
Perry sekali lagi menegaskan jika kebijakan moneter BI, terutama suku bunga tidak akan merespon first round impact dari kenaikan harga saat ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)