Review

Hary Tanoe 'Main' Batu Bara & Migas, Yuk Cek Perusahaannya

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
19 April 2022 10:10
Hary Tanoesoedibjo/dok MNC

Jakarta, CNBC Indonesia - Usai berganti fokus bisnis dari transportasi ke pertambangan batu bara, emiten Grup MNC PT MNC Energy Investments Tbk (IATA) kembali mengumumkan akan masuk ke industri migas.

Dalam keterbukaan informasi yang dikutip Senin (18/4/2022), emiten besutan pengusaha Hary  Tanoesoedibjo tersebut menyebut, proses akuisisi dilakukan dalam dua tahap. Pertama, perusahaan anak usahanya, PT Bhakti Migas Resources (BMR), membeli 49% saham PT Suma Sarana.

Kedua, 36% saham diakuisisi tersebut dalam bentuk PPJB (Pengikatan Perjanjian Jual Beli) yang akan ditingkatkan menjadi AJB setelah memperoleh persetujuan pemerintah untuk perubahan Pemegang Saham Pengendali.

Nantinya, setelah pemerintah menyetujui akuisisi 36%, IATA melalui BMR akan menguasai 85% saham Suma Sarana.

Mengutip penjelasan manajemen, "BMR merupakan salah satu pilar Utama IATA selain PT Bhakti Coal Resources (BCR)". Sebagai informasi, IATA baru saja mengambil alih 99,33% saham BCR dari emiten Grup MNC di bidang holding multisektor, PT MNC Investama Tbk (BHIT).

Asal tahu saja, BCR adalah perusahaan eksplorasi dan produsen tambang batu bara di Sumatera Selatan yang juga merupakan perusahaan induk dari 10 perusahaan pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP), yang secara total memiliki estimasi sumberdaya sebesar 1,75 miliar MT dan estimasi cadangan sebesar 750 juta MT.

Sebelum 'banting setir' ke industri batu bara dan migas, IATA bernama PT Indonesia Transport & Infrastructure Tbk. Pergantian nama tersebut resmi berlaku pada awal Februari tahun ini.

Sementara, rencana berganti fokus bisnis tersebut telah diumumkan pada 15 Oktober 2021 ketika IATA menandatangani nota kesepahaman untuk mengakuisisi PT MNC Energi dari BHIT sebagai pemegang saham mayoritas.

Dalam keterangan yang sama (15 Oktober 2021), PT Suma Sarana sendiri menjadi bagian dari 3 rencana pengambilalihan oleh IATA.

Selain Suma Sarana, IATA sudah mengambil alih BCR seperti yang disebutkan di atas dan rencananya juga akan 'mencaplok' PT Nuansacipta Coal Investment, perusahaan eksplorasi dan produsen tambang batu bara di Kalimantan Timur.

Nuansacipta Coal juga sebelumnya tercatat berada di bawah MNC Energi.

Sekilas Soal Suma Sarana

Apabila BCR dan Nuansacipta Coal secara jelas tertulis di sejumlah dokumen resmi BHIT merupakan bagian dari MNC Energi yang saat ini menjadi bagian IATA, penjelasan soal Suma Sarana tergolong minim di internet.

Yang bisa dengan jelas diketahui adalah kabar pada medio 2010 di sejumlah media daring yang menjelaskan bahwa BHIT (dahulu bernama PT Bhakti Investama Tbk) telah menandatangani perjanjian dengan Suma Sarana untuk mengakuisisi mayoritas saham. Dus, BHIT mendapatkan hak untuk eksplorasi dan pengembangan di lepas pantai Papua, tepatnya Blok Semai-3.

Di samping informasi tersebut, mengacu pada keterbukaan informasi IATA, PT Suma Sarana telah menandatangani Production Sharing Contract ("PSC") Blok Semai III di Papua, dan memiliki 100% dari Participating Interest ("PI") di PSC Blok Semai III.

Menurut klaim IATA, Blok Semai III merupakan salah satu peluang eksplorasi terbaik di Indonesia Timur, dengan estimasi 30 triliun cubic feet (TCF) sumber daya gas yang belum teruji. Pada Semai III sendiri terdapat 4 prospek area yang meliputi Cucak Ijo, Murai Batu, Poksai, dan Kaleyo-Opior.

Perkiraaan Sumber Daya Semai IIIFoto: IATA
Perkiraaan Sumber Daya Semai III

Lebih lanjut, Semai III terletak pada pusat hidrokarbon produktif dimana kandungan minyak dan gas yang signifikan telah ditemukan di sekitar Lapangan Gas Tangguh, Asap, Merah, Pulau Seram, Andalan (Semai V) serta Abadi dan Lapangan Gas NW Shelf di selatan.

"Ke depan, IATA akan mengundang operator internasional untuk bermitra dalam mengoperasikan Blok Semai III. Hal ini menjadi salah satu strategi Perseroan dalam rangka mengurangi belanja modal dan meningkatkan efisiensi produksi," jelas manajemen IATA, dikutip CNBC Indonesia, Selasa (19/4/2022).

Baca Alasan IATA Masuk ke Batu Bara dan Migas di Halaman Selanjutnya >>>>

Menunggangi Gelombang Commodities Boom

Soal rencana ke depan, secara organik, IATA via BCR akan terus fokus untuk meningkatkan produksi pada IUP-IUP yang telah beroperasi dan memulai produksi di IUP-IUP baru.

"Hal ini dilakukan semaksimal mungkin memanfaatkan momentum harga batu bara yang masih sangat tinggi," jelas IATA.

Secara inorganik, IATA akan terus mencari peluang akuisisi tambang baru baik batu bara maupun mineral lainnya, seperti emas dan nikel serta menakar prospek lain yangberkaitan dengan energi terbarukan (renewable energy).

Di samping itu itu, IATA akan terus berevolusi guna meningkatkan sinergi dan efektifitas di semua lini. "Perseroan berencana untuk terjun di usaha kontraktor, logistik & transportasi, trading, dan lain sebagainya," lanjut manajemen.

Harga Batu Bara-Minyak dan Perang Rusia-Ukraina

Manajemen IATA sendiri menjelaskan, saat ini dunia memasuki fase baru konflik terbuka yang ditandai masuknya pasukan Rusia ke wilayah Ukraina.

"Konflik geopolitik ini turut memanaskan harga komoditas dan energi global. Harga minyak mentah dan gas alam terus menguat," kata IATA dalam keterangan tertulisnya.

Manajemen pun memberi contoh, harga minyak jenis Brent berada pada level US$ 97,90 per barel pada Jumat (8/4). Sementara itu, harga gas alam berada di level US$ 6,30 per MMBtu (million british thermal units).

Rusia sendiri, kata IATA, menempati posisi kedua pemasok minyak mentah dunia setelah Arab Saudi, dengan pangsa pasar hingga 10% kebutuhan minyak global. Sementara, ekspor gas alam Rusia menyumbang 26% dari perdagangan pipa internasional dan 8% dari perdagangan LNG.

"Sekitar 77% dari ekspor ini pergi ke negara-negara Eropa dan menyumbang sekitar 40% dari total konsumsi gas alam Eropa," ungkap manajemen IATA.

Melihat dari data tersebut, IATA berkesimpulan, Rusia merupakan pemain utama dalam pemenuhan kebutuhan minyak dan gas alam di Eropa.

"Walaupun banyak negara enggan mengembargo perdagangan energi Rusia, sanksi terhadap bank dan entitas lain akan menghambat ekspor minyak, gas alam, dan batu bara Rusia, mengancam pasar energi global. Pengurangan pasokan minyak dan gas alam Rusia akan mendongkrak harga energi fosil," pungkas IATA.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular