Saratoga dan Northstar Rajin Investasi, Siapa Lebih Cuan?
Jakarta, CNBC Indonesia - Northstar Group dan PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) merupakan dua perusahaan yang aktif berinvestasi di perusahaan-perusahaan baik publik maupun privat di Tanah Air.
Berbeda dengan SRTG yang merupakan perusahaan publik dan sahamnya dapat ditransaksikan di bursa efek (IDX) dan berkedudukan di Indonesia, Northstar Group merupakan perusahaan privat yang berkedudukan di Singapura.
SRTG beroperasi sebagai perusahaan induk (holding) dari beberapa perusahaan anak. Dalam pencatatan laporan keuangan laba rugi perseroan, pendapatan SRTG diperoleh dari kenaikan atau penurunan valuasi perusahaan anak serta pembayaran dividen dari perusahaan anak.
Sebenarnya pada kasus Northstar juga sama. Namun Northstar beroperasi sebagai firma Private Equity (PE) yang melakukan penggalangan dana dari investor strategis untuk diinvestasikan ke perusahaan publik maupun swasta di wilayah geografis tertentu.
Sebenarnya model bisnis PE tak berbeda dengan reksa dana. Hanya saja dalam kasus PE, investor yang dapat berpartisipasi menitipkan uangnya adalah investor bermodal jumbo seperti negara lewat kendaraan investasinya yaitu Sovereign Wealth Fund (SWF) dan investor institusi lain.
Kalaupun ada investor individu, maka haruslah mereka yang bermodal jumbo atau tergolong ke dalam kategori High Networth Individual.
Baik SRTG maupun Northstar keduanya cenderung berinvestasi dengan horizon atau timeline jangka panjang, bisa lebih dari 10 tahun di perusahaan yang sahamnya dibeli oleh mereka.
Di sisi lain, karena uang yang dikelola besar, transaksi saham tidak bisa serta merta dilepas ke publik begitu saja, apalagi seperti SRTG sebagai holding company.
Salah satu exit strategy perusahaan-perusahaan model bisnis seperti SRTG dan Northstar adalah lewat aksi korporasi seperti merger dan akuisisi (M&A). Dalam konteks transaksi korporasi ini, perusahaan investasi dapat melakukan divestasi dengan menjualnya ke investor strategis lain.
Sementara itu dalam hal perusahaan yang mereka beli adalah perusahaan tertutup, mekanisme penawaran umum perdana saham atau yang dikenal dengan Initial Public Offering (IPO) bisa menjadi salah satu opsi exit strategy.
Northstar Group sendiri sejak didirikan pada 2006 telah berhasil menghimpun dana dari investor sebesar US$ 2,62 miliar atau sekitar Rp 39,7 triliun.
Beberapa perusahaan investee Northstar Group yang terkemuka antara lain PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO), PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID), PT Bank BTPN Tbk (BTPN), PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN), PT Centratama Telekomunikasi Indonesia Tbk (CENT), PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (TUGU) dan PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk (TRIM).
Namun untuk BTPN dan CENT, Northstar Group telah berhasil mendivestasikan seluruh kepemilikannya. Sedangkan untuk TRIM yang merupakan perusahaan broker sekuritas Anggota Bursa (AB), Northstar telah mendivestasikan sebagian kepemilikannya.
Beberapa tonggak sejarah yang berhasil diukir oleh Northstar Group adalah ketika perusahaan berinvestasi di BTPN pada 2008. Kala itu Northstar bermitra dengan perusahaan PE asal AS yaitu TPG.
BTPN yang saat itu dinakhodai oleh bankir senior Jerry Ng-yang saat ini menjabat sebagai komisaris utama bank digital PT Bank Jago Tbk (ARTO)-sukses melesatkan aset bank yang tadinya tergolong small bank menjadi bank dengan aset besar di Indonesia.
Hanya dalam kurun waktu 1 dekade, aset BTPN mampu tumbuh 10x di bawah kepemimpinan Jerry Ng dan kepemilikan Northstar Group. Sepeninggal Jerry Ng dan Northstar Group kini mayoritas saham BTPN dikuasai oleh bank kakap Jepang yaitu Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC).
Kiprah Northstar Group dalam berinvestasi di Indonesia lainnya adalah lewat startup decacorn GOTO. Northstar Group menjadi salah satu investor awal Gojek. Kisah dimulai pada 2014.
Saat itu Northstar mendirikan perusahaan venture capital bernama NSI Ventures yang sekarang sudah berdiri independen dan dikenal dengan nama OpenSpace Venture.
NSI Ventures berinvestasi di Gojek pada putaran pendanaan seri A. Saat itu valuasi Gojek masih di US$ 400 juta. Namun pada 2016 Northstar Group kembali ikut berinvestasi di Gojek lewat pendanaan seri B.
Nilai pendanaan Gojek mencapai US$ 550 juta dan tepat di tahun tersebut Gojek resmi menyandang status sebagai startup unicorn di Indonesia dengan valuasi lebih dari US$ 1 miliar.
Meskipun tidak diketahui seberapa besar Northstar Group berpartisipasi di seri pendanaan A dan B, namun dari valuasi GOTO yang sekarang, tentu saja nilai investasi Northstar sudah naik lebih dari 10x.
Beralih ke SRTG, beberapa portofolio investasi perusahaan ada di perusahaan-perusahaan blue chip seperti PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) yang bergerak di bisnis tambang batu bara terintegrasi, PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) yang bergerak di bidang tambang emas dan tembaga, emiten menara PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG), serta perusahaan-perusahaan lain seperti PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk (MPMX), PT Provident Agro Tbk (PALM), PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA), serta PT Aneka Gas Industri Tbk (AGII).
Untuk kasus TBIG, belum lama ini perusahaan tower terbesar di AS yakni American Tower (ATC) dirumorkan bakal melakukan akuisisi TBIG dan melaksanakan proses tender offer.
Sebagai informasi, saham TBIG saat ini dikuasai oleh SRTG lewat anak usahanya yaitu PT Wahana Anugerah Sejahtera sebesar 34,23% dan Provident Capital 22,22%.
ATC berencana untuk menjadi pemegang saham mayoritas di TBIG dengan total kepemilikan sebesar 73,19% secara bertahap. Apabila pemegang saham lama melepas kepemilikannya lewat tender offer, maka bisa dikatakan ini bisa menjadi salah satu exit strategy untuk SRTG.
Sebenarnya orang-orang di balik Northstar Group dan SRTG bukanlah orang baru. Mereka adalah investor yang sudah malang melintang di dunia pasar modal dan pebisnis dengan segudang prestasi.
Northstar Group didirikan oleh dua orang berkebangsaan Indonesia yang namanya sudah dikenal baik oleh investor. Mereka adalah Patrick Walujo dan Glenn Sugita.
Sebelum mendirikan Northstar, Patrick yang juga menantu salah satu orang terkaya di Indonesia Theodore Permadi Rachmat (TP Rachmat), bekerja sebagai Senior Vice President (SVP) di Pacific Century Ventures Ltd di Tokyo.
Sementara itu rekannya Glenn Sugita juga menduduki jabatan strategis sebagai Senior Vice President di PT PricewaterhouseCoopers Securities Indonesia.
Sementara itu untuk SRTG didirikan oleh Sandiaga Salahudin Uno yang sekarang menjabat sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) dan juga Edwin Soeryadjaya selaku anak pendiri Grup Astra International William Soeryadjaya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/vap)