
Neraca Dagang Bakal Surplus 23 Bulan, Rupiah Bisa Ngegas?

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah mencatat penguatan 0,12% melawan dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang pekan lalu ke Rp 14.343/US$. Padahal, indeks dolar AS melesat lagi 0,52% ke atas level 100.
Aliran modal asing yang kembali masuk ke pasar saham dalam negeri membuat rupiah perkasa. Data pasar menunjukkan sepanjang pekan lalu investor asing melakukan beli bersih sekitar Rp 5,3 triliun.
Meski mampu menguat, dalam beberapa pekan terakhir rupiah bergerak dalam rentang sempit dan kemungkinan masih akan berlanjut di pekan ini.
Dari dalam negeri, data neraca perdagangan yang akan dirilis hari ini, Senin (18/4/2022) dan pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) akan menjadi penggerak rupiah.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 institusi keuangan memperkirakan nilai ekspor bulan lalu naik 23,22% dari Maret 2021 (year-on-year/YoY).
Sementara itu, impor diperkirakan tumbuh 17,07 YoY. Dengan perkiraan tersebut, neraca perdagangan diprediksi surplus US$ 2,97 miliar. Surplus tersebut lebih kecil dari Februari yang mencapai US$ 3,95 miliar, tetapi akan menjadi surplus dalam 23 bulan beruntun.
Surplus neraca dagang bisa membantu transaksi berjalan (current account) mencatat kinerja positif yang menjadi modal bagi rupiah untuk menguat.
Sementara BI kemungkinan masih akan bersikap dovish. Pekan lalu BI sekali lagi menegaskan belum akan menaikkan suku bunga sampai inflasi naik secara fundamental.
Gubernur BI Perry Warjiyo masih optimis tahun ini inflasi tetap terkendali dan masih berkisar pada asumsi semula, yaitu 2-4%, sekalipun kini harga barang dan jasa terus naik.
"Sejauh ini kami masih confident inflasi masih bisa terjaga 2-4%," ungkap Perry usai rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Rabu (13/4/2022).
Perry sekali lagi menegaskan jika kebijakan moneter BI, terutama suku bunga tidak akan merespon first round impact dari kenaikan harga saat ini.
BI yang masih konsisten dengan sikap dovish berisiko memberikan tekanan bagi rupiah, sebab spread suku bunga di Indonesia dengan Amerika Serikat menjadi menyempit.
Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR masih berada di kisaran rerata pergerakan 50 hari (Moving Average 50/MA 50) 100 dan 200. Ketiga MA tersebut bergerak mendatar, yang menjadi indikasi rupiah bergerak sideways, apalagi sejak awal tahun membentuk pola Rectangle.
Batas bawah pola Rectangle berada di kisaran Rp 14.240/US$ dan batas atas di kisaran Rp 14.400/US$. Untuk melihat kemana arah rupiah dalam jangka menengah salah satu level tersebut harus ditembus.
![]() Foto: Refinitiv |
Indikator Stochastic pada grafik harian bergerak turun tetapi belum mencapai wilayah oversold.
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Resisten terdekat di kisaran Rp 14.370/US$, jika ditembus rupiah berisiko melemah ke Rp 14.400/US$ yang merupakan batas atas pola rectangle. Penembusan konsisten ke atas level tersebut berisiko membawa rupiah melemah lebih jauh ke Rp 14.430/US$ hingga Rp 14.450/US$
Sementara support terdekat berada d kisaran Rp 14.340/US$ hingga Rp 14.320/US$. Di pekan ini rupiah berpeluang menguat ke 13.300/US$ hingga Rp 14.280/US$ jika mampu menembus konsisten ke bawah Rp 14.320/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada Kabar Gembira di Awal 2023, Rupiah Siap Ngegas!
