Jelang Rilis Inflasi China, Bursa Asia Gak Bergairah

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
11 April 2022 08:45
A man is reflected on an electronic board showing a graph analyzing recent change of Nikkei stock index outside a brokerage in Tokyo, Japan, January 7, 2019. REUTERS/Kim Kyung-Hoon
Foto: Bursa Tokyo (REUTERS/Kim Kyung-Hoon)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung melemah pada perdagangan Senin (11/4/2022), di mana investor menanti rilis data inflasi China pada periode Maret 2022.

Hanya indeks ASX 200 Australia yang dibuka cenderung menguat pada hari ini, yakni menguat 0,14%.

Sedangkan sisanya dibuka cenderung terkoreksi. Indeks Nikkei Jepang dibuka melemah 0,45%, Hang Seng Hong Kong ambles 1,19%, Shanghai Composite China terkoreksi 0,53%, Straits Times Singapura terpangkas 0,49%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,48%.

Dari China, data inflasi dari sektor konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) periode bulan lalu akan dirilis pada hari ini pukul 09:30 waktu setempat atau pukul 08:30 WIB.

Perilisan data inflasi tersebut muncul disaat China sedang berjuang kembali untuk mengendalikan lonjakan kasus virus corona (Covid-19), di mana lonjakan kasus Covid-19 saat ini merupakan yang terburuk sejak awal pandemi pada awal 2020 lalu.

Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik yang cenderung melemah terjadi di tengah beragamnya bursa saham Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat akhir pekan lalu.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,4% ke level 34.721,12. Namun untuk indeks S&P 500 dan Nasdaq ditutup di zona merah pada Jumat akhir pekan lalu. S&P 500 melemah 0,27% ke level 4.488,28 dan Nasdaq ambruk 1,34% ke posisi 13.711.

Investor masih mempertimbangkan sikap yang lebih agresif terhadap inflasi oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed). Pada Rabu pekan lalu, The Fed merilis risalah pertemuannya di bulan Maret, menyatakan rencananya untuk mengurangi kepemilikan obligasinya sebanyak US$ 95 miliar per bulan.

Tidak hanya itu, mereka juga mengindikasikan potensi kenaikan suku bunga acuannya sebanyak 50 basis poin di pertemuan berikutnya.

Saham teknologi pun terkena dampaknya, di mana sepanjang pekan lalu, saham-saham teknologi besar di AS ambruk hingga kisaran 4%-9%.

Saham Meta (dulunya Facebook) ambles 4,94%. Kemudian Microsoft ambrol 5,71%, Netflix ambles 9,1%, Alphabet (induk usaha Google) rontok 6,77%, dan Apple minus 4,68%.

"Dulu pasar memperkirakan ada dua kali kenaikan (suku bunga acuan) tahun ini. Kemudian bertambah menjadi tiga, lalu empat, sekarang lebih dari empat. Sekarang pasar sedang menyesuaikan diri terhadap sikap The Fed yang sangat mungkin akan agresif," tutur Jim Caron, Head of Macro Strategist di Morgan Stanley Investment Management, seperti dikutip dari CNBC International.

Sementara itu, harga minyak mentah dunia terpantau anjlok pada pagi hari ini waktu Indonesia. Pada hari ini pukul 07:26 WIB, harga minyak jenis Brent ambles 1,17% ke level US$ 101,58/barel.

Sedangkan yang jenis light sweet alias West Texas Intermediate (WTI), harganya berada di level US$ 97,02/barel. Ambles 1,26%.

Salah satu faktornya yakni adanya kemungkinan pasokan bakal bertambah banyak. Negara-negara anggota International Energy Agency (IEA) resmi sepakat melepas cadangann minyak mereka. Sebanyak 60 juta barel cadangan minyak akan dilepas hingga enam bulan mendatang.

Sebelumnya, AS sudah melakukan hal serupa. Negeri Paman Sam melepas cadangan minyak strategis sebanyak 180 juta barel.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perdagangan Perdana di 2024, Bursa Asia Dibuka Beragam

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular