Rupiah Menguat sih.. Tapi Bentar Doank!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Jumat, 08/04/2022 09:16 WIB
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah dibuka menguat tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS) di pembukaan perdagangan Jumat (8/4/2022). Tetapi tidak lama, rupiah langsung masuk ke zona merah.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan di Rp 14.355/US$ menguat 0,02% saja. Setelahnya, rupiah langsung berbalik melemah 0,08% ke Rp 14.370/US$.

Rupiah menguat di pembukaan sebab, dari sekian banyak pejabat elit The Fed yang mendukung langkah lebih agresif, kini ada dua pejabat yang menunjukkan sikap lebih selow.


"Ini waktunya kita menghilangkan sikap darurat, saya pikir akan sangat tepat untuk menggeser kebijakan kami dekat ke posisi netral, tetapi dengan langkah yang terukur," kata Presiden The Fed Atlanta, Raphael Bostic, sebagaimana diwartakan Reuters, Kamis (7/4/2022).

Hal senada juga diungkapkan Presiden The Fed Chicago, Charles Evans.

"Saya optimistis kita bisa mencapai netral, lihat di sekitar, dan lihat bahwa kita tidak perlu melangkah terlalu jauh dari posisi yang perlu kita capai," kata Evans.

Namun, keduanya juga menyatakan akan terbuka dengan kenaikan 50 basis poin, selama itu memang benar-benar diperlukan.

Meski dua pejabat elit The Fed lebih dovish ketimbang rekan-rekannya, rupiah memang bakal sulit mempertahankan penguatannya yang terlihat dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih lemah pagi ini ketimbang beberapa saat setelah penutupan perdagangan kemarin.

PeriodeKurs Kamis (7/4) pukul 15:17 WIBKurs Jumat (8/4) pukul 8:58 WIB
1 PekanRp14.260,5Rp14.272,0
1 BulanRp14.365,0Rp14.381,9
2 BulanRp14.376,0Rp14.401,0
3 BulanRp14.403,0Rp14.414,0
6 BulanRp14.472,8Rp14.480,0
9 BulanRp14.557,6Rp14.562,0
1 TahunRp14.661,5Rp14.681,0
2 TahunRp15.032,3Rp15.022,2

Inflasi di Amerika Serikat yang berada di level tertinggi dalam 40 tahun terakhir membuat The Fed berencana menormalisasi kebijakannya dengan sangat agresif.

Kemarin, rilis notula rapat kebijakan moneter edisi Maret menunjukkan bagaimana agresifnya The Fed akan bertindak. Tidak hanya akan menaikan suku bunga, neraca (balance sheet) The Fed juga akan dikurangi dengan nilai yang jumbo. Dengan mengurangi nilai neraca, artinya The Fed akan melepas obligasi pemerintah dan efek beragun aset yang dimiliki, sehingga bisa menyerap likuiditas.

Sepanjang pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) The Fed sudah membeli obligasi dan efek beragun aset atau yang disebut program quantitative easing (QE) senilai US$ 4,8 triliun. Alhasil neraca The Fed saat ini nyaris mencapai US$ 9 triliun.

Sebagai gambaran seberapa agresifnya The Fed, pada pertengahan 2013 The Fed mengumumkan melakukan tapering atau pengurangan nilai QE yang sudah dilakukan sejak krisis finansial global.

Tapering pada akhirnya dimulai awal 2014 dan selesai di bulan Oktober 2014. Setelahnya suku bunga baru dinaikkan pada Desember 2015. Artinya, ada jeda lebih dari satu tahun, begitu juga dengan pengurangan nilai neraca yang mulai dilakukan mulai 2017.

Kenaikan suku bunga saat itu juga tidak terjadi secara beruntun. Kenaikan suku bunga kedua baru terjadi pada Desember 2016, selanjutnya di 2017 ada 3 kali kenaikan dan yang paling agresif 4 kali di 2018.

Bandingkan dengan saat ini, tapering dilakukan mulai November dan berakhir Maret suku bunga pun langsung dinaikkan saat itu sebesar 25 basis poin menjadi 0,25% - 0,5%.
Bank sentral pimpinan Jerome Powell ini juga berencana menaikkan suku bunga 6 kali lagi plus mengurangi neraca mulai bulan Mei.

Masih belum agresif?

The Fed di bulan depan The Fed kemungkinan akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 0,75% - 1%, dan mengurangi nilai neraca sebesar US$ 95 miliar per bulan, dengan rincian obligasi (US$ 60 miliar) dan efek berangun aset (US$ 35 miliar).

Pengurangan nilai neraca tersebut nilainya dua kali lipat ketimbang yang dilakukan pada tahun 2017 - 2019.

The Fed jauh lebih agresif ketimbang sebelumnya, baik dari rentang waktu normalisasi hingga nilai pengurangan neraca dan kenaikan suku bunga.

Dengan kebijakan tersebut, harapannya likuiditas akan terserap dan inflasi bisa melandai.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS