Kian Merajalela, Harga Batu Bara Kembali Naik 3%

Maesaroh, CNBC Indonesia
07 April 2022 08:15
Pekerja melakukan bongkar muat batubara di Terminal Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (6/1/2022). Pemerintah memutuskan untuk menyetop ekspor batu bara pada 1–31 Januari 2022 guna menjamin terpenuhinya pasokan komoditas tersebut untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PLN dan independent power producer (IPP) dalam negeri. Kurangnya pasokan batubara dalam negeri ini akan berdampak kepada lebih dari 10 juta pelanggan PLN, mulai dari masyarakat umum hingga industri, di wilayah Jawa, Madura, Bali (Jamali) dan non-Jamali. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Pekerja melakukan bongkar muat batubara di Terminal Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (6/1/2022). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara kian betah dalam jalur pendakian. Pada perdagangan Rabu (6/4/2022), harga batu bara kontrak Mei ditutup di level US$ 289,35 per ton, naik 3,34% dibandingkan hari sebelumnya.

Level harga US$ 289,35/ton adalah yang tertinggi sejak 15 Maret 2022 atau dalam 21 hari terakhir di mana pada saat itu harga batu bara menyentuh US$ 303,35 per ton. Kenaikan tajam tersebut juga kembali mendekatkan harga batu bara ke level US$ 300/ton setelah melemah sejak pertengahan Maret.

Dalam sepekan, harga batu bara sudah menguat 15,11% tetapi dalam sebulan masih turun 32,48%. Dalam setahun, harga si batu hitam meroket 226,95%.


Kenaikan harga batu bara dipicu kebijakan Uni Eropa yang akan melarang 27 negara anggotanya untuk mengimpor batu bara Rusia.

Pelarangan itu sebagai bagian dari babak baru sanksi terhadap Kremlin atas perang tanpa alasan kepada Ukraina. Komisi Uni Eropa akan bertemu untuk mematangkan rencana larangan impor tersebut.

Larangan impor membuat negara-negara Eropa mesti mencari pasokan dari negara lain, seperti Kolombia, Afrika Selatan, Australia, dan Indonesia. Kondisi ini membuat permintaan batu bara akan semakin tinggi dan harganya pun melambung.

Berdasarkan data Badan Energi Internasional (IEA), pada tahun 2020, perdagangan global batu bara thermal mencapai 978 juta ton. Indonesia adalah eksportir terbesar untuk thermal batu bara dengan kontribusi hingga 40%. Australia ada di posisi kedua dengan porsi 20%, disusul kemudian dengan Rusia ( 18%), Afrika Selatan (8%), Kolombia (5%), dan Amerika Serikat (2,55).

Maret 2022 lalu, negara-negara Eropa mengimpor 7,1 juta ton batu bara thermal, naik 40,5% secara tahunan dan menjadi level tertinggi sejak Maret 2019. Dari jumlah tersebut, 3,5 juta ton diimpor dari Rusia, yang merupakan catatan tertinggi sejak Oktober 2020.

Secara mingguan, impor batu bara Uni Eropa dari Rusia bahkan melambung pada dua pekan lalu. Menurut Braemar ACM Shipbroking, pada periode 28 Maret-1 April 2022, impor Uni Eropa dari Rusia mencapai 887.000 ton.



"Adanya gangguan pola perdagangan akan membuat harga batu bara semakin melonjak. Ini juga akan menjadi insentif bagi China dan India untuk menambah produksi," tutur Alex Stuart-Grumbar, analis dari konsultan perusahaan perkapalan MSI, seperti dikutip Reuters.

Sayangnya, di tengah meningkatnya permintaan, negara pemasok besar seperti Australia dan Indonesia tidak bisa meningkatkan produksinya dalam waktu singkat. Mereka mengaku kesusahan menambah produksi untuk memenuhi pasokan yang ditinggalkan Rusia.

"Kurangnya investasi untuk menambah kapasitas dan meningkatnya permintaan dari Asia karena pasokan batu bara Rusia berkurang membuat produsen kesulitan memenuhi permintaan dari Eropa," tutur Brian Martin, strategis dari Australia & New Zealand Banking Group Ltd, seperti dikutip Al Jazeera.

Produsen Indonesia pun mengaku kesulitan meningkatkan produksi meskipun beberapa negara seperti Italia, Polandia, dan Spanyol sudah mendekati mereka untuk mengirim batu bara.

"Potensi Indonesia dalam memenuhi pasar Eropa yang ditinggalkan oleh Rusia atau lebih tepatnya negara-negara Eropa yang menghentikan pasokan dari Rusia, peluang tetap ada tapi tidak mudah," tutur Direktur Executive Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra SinadiaHendra, kepada CNBC Indonesia.


Hendra menjelaskan produsen batu bara memiliki keterbatasan peralatan dan biaya untuk meningkatkan produksi. Ongkos pengiriman ke Eropa juga mahal sehingga membatasi ekspor.

Ekspor batu bara Indonesia selama ini dikirim ke negara Asia seperti China, India, Jepang, Malaysia, Filipina, Korea selatan. Taiwan, Vietnam, Thailand, hingga Hong Kong. Larangan ekspor batu bara Januari lalu juga membuat produksi batu bara terdampak dan belum kembali ke level normal.

"Tidak banyak banyak perusahaan yang punya slot tersisa untuk ekspor 2022," imbuh Hendra.


Dileep Srivastava, direktur dan Sekretaris Perusahaan Bumi Resources, mengatakan tidak mudah bagi produsen batu bara Indonesia untuk memenuhi pasokan yang ditinggalkan Rusia. Produksi batu bara Indonesia dihadapkan pada sejumlah tantangan seperti cuaca. Curah hujan yang tinggi dan fenomena La Nina telah berdampak besar terhadap produksi batu bara di Indonesia sejak Desember tahun lalu.


TIM RISET CNBC INDONESIA


(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kembali Injak Bumi, Harga Batu Bara Turun 0,6%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular