Bursa Asia Ambruk Gegara Saham Teknologi, Kecuali Shanghai
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik ditutup di zona merah pada perdagangan Rabu (6/4/2022), karena jatuhnya saham teknologi dan menyusul koreksi bursa saham Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa kemarin.
Hanya indeks Shanghai Composite China yang ditutup menguat tipis pada hari ini, yakni ditutup naik tipis 0,02% ke level 3.283,43.
Sedangkan sisanya terpantau memerah. Indeks Nikkei Jepang ditutup ambles 1,58% ke level 27.350,3, Hang Seng Hong Kong ambruk 1,87% ke 22.080,52, Straits Times Singapura melemah 0,64% ke 3.422,95, ASX 200 Australia terkoreksi 0,5% ke 7.490,1, KOSPI Korea Selatan merosot 0,88% ke 2.735,03, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir terpangkas 0,62% ke posisi 7.104,216.
Saham-saham teknologi di Asia-Pasifik menjadi pemberat utama hari ini. Di Hong Kong, saham teknologi China seperti saham Alibaba ambruk 5,36%, saham Meituan ambles 3,65%, dan saham Tencent tergelincir 2,31%. Hal ini membuat indeks Hang Seng Tech ambrol 3,82%.
Sementara di Jepang, saham SoftBank Group ambles 2,81%. Adapun di Korea Selatan, saham Kakao ambrol 2,33%, saham Naver tergelincir 3,65%, dan saham SK Hynix ambruk 3%.
Ambruknya saham teknologi di Asia terjadi menyusul indeks Nasdaq Composite yang padat teknologi di Wall Street ditutup ambruk 2,26% menjadi 14.204,17.
Koreksi terjadi setelah Gubernur bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), Lael Brainard mengatakan bahwa pihaknya perlu menurunkan neracanya "secara cepat" untuk menekan inflasi.
"Inflasi terlalu tinggi dan dan menyimpan risiko kenaikan lanjutan. Hal ini membuat The Fed perlu secara bertahap mendongkrak suku bunga acuan (Fed Funds Rate)," tuturnya, dikutip CNBC International.
Komentar tersebut membuat imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun yang menjadi acuan pasar melesat ke level 2,56%, yang merupakan tertinggi sejak Mei 2019.
Selain itu, Presiden The Fed San Francisco, Mary Daly mengatakan kepada Native American Finance Officers Association bahwa inflasi yang mencapai level tertinggi 40 tahun terakhir sama bahayanya dengan perumpamaan "tidak memiliki pekerjaan" dan meyakinkan kelompok tersebut bahwa The Fed siap untuk bertindak.
Di lain sisi, investor di Asia-Pasifik cenderung merespons negatif dari data aktivitas jasa China periode Maret 2022. Data yang tercermin pada Purchasing Manager's Index (PMI) versi Caixin/Markit tersebut mengalami kontraksi tajam menjadi 42,0 pada bulan lalu, dari sebelumnya pada Februari lalu di angka 50,2.
PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawahnya berarti kontraksi, dan di atas 50 berarti ekspansi.
Investor juga masih menunggu rincian sanksi internasional terbaru terhadap Rusia setelah muncul tuduhan pembunuhan warga sipil Ukraina di kota-kota yang direbut kembali dari pasukan Rusia.
Komisi Eropa pada Selasa kemarin mengusulkan pelarangan batu bara Rusia sebagai bagian dari putaran sanksi berikutnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)