Bukan Cuma Indomie, Ini Gurita Bisnis "Sultan" Anthoni Salim

Market - Riset, CNBC Indonesia
05 April 2022 06:35
Anthoni Salim Foto: CNN Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Anthoni Salim dan keluarganya sebagai pemilik Grup Salim dinobatkan oleh majalah Forbes sebagai orang terkaya nomor 3 di Indonesia. Total kekayaan Keluarga Salim menurut Forbes mencapai US$ 8,5 miliar atau setara dengan hampir Rp 122 triliun (Rp 14.350/US$).

Keluarga Salim pada generasi pertamanya yaitu Liem Sioe Liong (Sudono Salim) dulunya dikenal sebagai pemegang saham pengendali bank terbesar di Indonesia saat ini (berdasarkan nilai kapitalisasi pasar) yakni PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).

Namun Grup Salim harus kehilangan mayoritas sahamnya di BBCA saat krisis moneter melanda Indonesia di tahun 1998. Saat itu, bank dengan aset Rp 1.228 triliun mengalami bank rush dari nasabahnya ketika Sudono Salim diisukan meninggal dan saat kerusuhan Mei 1998 meletus.

Keringnya likuiditas akibat merosotnya Dana Pihak Ketiga (DPK), membuat BBCA sampai harus diambil alih dan disuntik modal oleh pemerintah serta disehatkan di bawah Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Saat itulah Grup Salim kehilangan kendali atas BBCA dan kini telah berpindah tangan ke Grup Djarum milik Hartono bersaudara di bawah PT Dwimuria Investama Andalan.

Harga saham BBCA yang terus melesat sejak IPO membuat Keluarga Hartono sebagai pemilik mayoritas yang mengempit 54,94% saham BBCA menjadi orang paling kaya di negeri ini.

Kunci Tetap Jadi "Sultan" : Ekspansi & Diversifikasi Portofolio Bisnis di Dalam & Luar Negeri

Namun setelah kehilangan BBCA, kekayaan Grup Salim tidaklah menyusut. Kuncinya adalah ekspansi dan diversifikasi bisnis yang dilakukan.

Selama ini Grup Salim paling dikenal dengan dua emiten konsumen yang mereka miliki yakni PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) serta anak usahanya PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP).

Sebagai perusahaan induk, INDF mengempit 80,53% saham ICBP yang menjual berbagai produk makanan dan minuman yang tentunya sudah tak asing lagi bagi konsumen di Indonesia.

Berbagai merek ICBP di berbagai segmen meliputi Indomie & Pop Mie untuk kategori mie instan, Susu Indomilk, Snack Chitato hingga Qtela, berbagai bumbu masak dengan merek Indofood mulai dari saus, kecap dan bumbu instan, makanan untuk bayi dengan merek SUN hingga berbagai merek minuman kemasan seperti Club untuk air mineral dan Ichi Ocha untuk kategori minuman berasa kemasan.

Segmen bisnis Indofood tidak hanya mencakup makanan jadi tetapi juga bahan makanan seperti gandum dengan merek Cakra Kembar, Segitiga Biru, Kunci Biru, Lencana Merah hingga Taj Mahal. Kemudian ada juga segmen bisnis yang membidangi usaha minyak goreng dan margarin dengan merek ternama seperti Bimoli, Delima, Happy, Palmia hingga Amanda.

INDF sendiri sebagai holding sebanyak 50,07% sahamnya juga dimiliki oleh Keluarga Salim lewat perusahaan investasinya yang listing di Bursa Hong Kong bernama First Pacific Co. Grup Salim tercatat menggenggam lebih dari 40% saham First Pacific yang nilai kapitalisasi pasarnya mencapai HKD 13,49 miliar.

Di Indonesia, selain INDF dan ICBP, portofolio bisnis Grup Salim terbilang sangat terdiversifikasi baik yang merupakan perusahaan publik maupun privat dengan kepemilikan langsung maupun tak langsung.

Di segmen konsumen lain, perusahaan "Tbk" yang juga terafiliasi dengan Keluarga Salim adalah perusahaan pembuat roti dengan merek Sari Roti yakni PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI).

Keluarga Salim lewat PT Indoritel Makmur Internasional Tbk (DNET) menggenggam 7,92% saham ROTI. Sementara Anthoni Salim tercatat memiliki saham DNET sebesar 45,39%.

Jejak bisnis keluarga terkaya ketiga di Indonesia ini juga dapat dilacak lewat bisnis minyak gorengnya di bawah bendera PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) yang digenggam oleh INDF dan Indofood Agri Resources.

Kemudian di sektor hulu perkebunan sawit, Keluarga Salim juga memiliki perusahaan bernama PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) dengan kepemilikan lewat SIMP sebesar 59,48%.

Tidak sampai di situ bisnis Grup Salim juga merambah di sektor otomotif lewat PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS) dan anak usahanya yakni PT Indomobil Multi Jasa Tbk (IMJS).

Untuk diketahui, 91,97% saham IMJS dikuasai oleh IMAS, sedangkan hampir 50% saham IMAS dikuasai oleh Gallant Venture yang merupakan perusahaan publik di Singapura yang sahamnya dikuasai oleh Salim dan Group Parallax dengan nilai kapitalisasi pasar mencapai hampir SGD 705 juta.

Selanjutnya, di bidang konstruksi dan engineering, Grup Salim juga memiliki portfolio bisnis lewat PT Metro Pacific Tollways Indonesia sebesar 74,65%. Asal tahu saja, Metro Pacific Tollways Indonesia merupakan anak usaha dari Metro Pacific Investment Corporation (MPIC) perusahaan publik yang listing di bursa Filipina yang juga dikendalikan oleh Salim sekeluarga.

Bisnis yang menggurita dari bos Indofood tersebut juga dibuktikan di sektor lain yakni energi lewat kepemilikan Grup Salim di PT Medco Energi International Tbk (MEDC).

Di perusahaan yang digawangi oleh Arifin Panigoro ini, sebanyak 13,95% sahamnya dimiliki oleh perusahaan Singapura bernama Diamond Bridge yang juga dimiliki oleh Keluarga Salim.

Portofolio investasi Grup Salim yang baru adalah di emiten data center PT DCI Indonesia Tbk (DCII) yang didirikan oleh Otto Sugiri. Sebagai informasi, DCII merupakan salah satu perusahaan yang fenomenal di pasar modal Tanah Air.

Perusahaan yang baru melantai pada 6 Januari 2021 tersebut harga sahamnya melesat puluhan ribu persen sejak penawaran umum perdana saham (IPO) hingga memiliki nilai kapitalisasi pasar mencapai lebih dari Rp 100 triliun.

Sebelumnya Grup Salim lewat Anthoni Salim memiliki saham DCII sebanyak 72,29 juta saham, namun pada akhir Mei tahun lalu, Anthoni Salim menambah kepemilikannya dengan memborong 192,7 juta saham DCII dengan modal sampai Rp 1 triliun sehingga kepemilikannya menjadi 11,12%.

Kendaraan Keluarga Salim di sektor keuangan ada perusahaan asuransi jiwa dan dana pensiun bernama PT Indolife Pensiontama. Lewat perusahaan asuransi tersebut, keluarga Salim memiliki berbagai saham bank di portfolionya.

Untuk diketahui, PT Indolife Pensiontama mengempit saham PT Bank Mega Tbk (MEGA) yang dimiliki oleh pengusaha nasional Chairul Tanjung lebih dari 5% atau tepatnya 5,7%.

Perusahaan perbankan milik Chairul Tanjung yang lain yang bergerak sebagai digital bank yaitu PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) juga sebesar 6% sahamnya dimiliki oleh Keluarga Salim lewat kendaraan PT Indolife Investama Perkasa.

Sempat kehilangan kendali atas BBCA saat krisis moneter 2 dekade silam, kini Keluarga Salim kembali memegang kendali sebuah bank yaitu PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA).

Dalam keterbukaan informasi Bank Ina Perdana yang dipublikasikan pada 10 Januari 2020 yang disampaikan Direktur Utama Bank Ina Daniel Budirahayu dan Direktur Kepatuhan Bank Ina Wardoyo, menyebutkan Grup Salim resmi menjadi ultimate shareholder atau pemegang saham pengendali terakhir (PSPT) PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA) bersama pemilik Bali United, Pieter Tanuri.

Dalam keterbukaan informasi tersebut, informasi fakta material yang disampaikan yakni terjadi perubahan struktur kepemilikan saham Bank Ina di mana perusahaan Grup Salim, PT Indolife Pensiontama menjadi pemegang saham pengendali, dari sebelumnya hanya dipegang oleh PT Philadel Terra Lestari milik Pieter. Lewat PT Indolife Pensiontama, Keluarga Salim mengempit 22,47% saham BINA.

Terakhir, jejak bisnis Grup Salim juga menjangkau sektor teknologi dan media yang dimiliki oleh Eddy Kusnadi Sariaatmadja yaitu PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) yang dikempit langsung oleh Anthoni Salim sebesar 9%.

Meskipun tidak menjadi pemegang saham pengendali, tetap saja membuktikan investasi tersebut merupakan strategi divestasi Grup dan keluarga konglomerat yang namanya tak pernah keluar dari daftar orang terkaya versi Forbes.

Jika ditotal-total, semua emiten yang terafiliasi dengan Grup Salim baik langsung maupun tak langsung, baik yang kepemilikannya hanya di bawah 10% hingga lebih dari 75% nilai kapitalisasi pasarnya mencapai hampir Rp 708,3 triliun, sehingga wajar saja jika kekayaan keluarga sultan yang satu ini ditaksir mencapai Rp 122 triliun.

Berikut adalah beberapa perusahaan yang bisnisnya dimiliki oleh Keluarga Salim dengan nilai market cap dalam satuan Rp triliun :

Emiten

Market Cap

Kepemilikan

%

INDF

53.56

First Pacific Investment Ltd

50.07%

ICBP

88.05

INDF

80.53%

ROTI

7.92

DNET

25.77%

DNET

45.39

Anthoni Salim

25.30%

BINA

21.37

Indolife Pensiontama

22.47%

SIMP

7.88

INDF & Indofood Agri Resources Ltd

78.55%

LSIP

9.76

SIMP

59.48%

IMJS

3.72

IMAS

91.97%

IMAS

3.08

Gallant Venture Ltd

49.49%

META

1.98

Metro Pacific Tollways Indonesia

74.65%

MEDC

13.95

Diamond Bridge Pte Ltd

21.46%

DCII

102.02

Anthoni Salim

11.12%

MEGA

74.55

Indolife Pensiontama

5,70%

BBHI

119.52

Indolife Investama Perkasa

6.00%

EMTK

155.55

Anthoni Salim

9.00%

Siapkan Suksesi : Axton Salim Siap jadi Nakhoda Bisnis Pengganti Anthoni Salim

Kini Anthoni Salim sebagai nakhoda konglomerasi bisnisnya sudah berusia lebih dari 70 tahun. Suksesi kepemimpinan perusahaan pun sudah disiapkan jauh-jauh hari. Giliran putranya yaitu Axton Salim yang mulai terlibat dalam bisnis milik keluarganya.

Saat ini, Axton menjabat sebagai Direktur Utama PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) sejak tahun 2009. Seorang lulusan University of Colorado, Amerika Serikat, ini memang sudah disiapkan untuk menggantikan posisi sang Ayah, namun prosesnya tidak instan.

Setelah lulus dari jurusan Science Business Administration, Axton pergi ke Singapura untuk bekerja di Credit Suisse. Baru pada 2004 dia bergabung dengan Salim Group. Karirnya di perusahaan keluarga ini dimulai dari PT Indofood Fritolay Makmur sebagai Marketing Manager.

Tidak lama kemudian, dia dipromosikan menjadi asisten CEO di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Pada 2009, Axton Salim naik jabatan dan resmi jadi direktur di PT Indofood CBP Sukses Makmur. Di usianya yang ke-43, Axton juga tercatat menjabat direktur di beberapa anak perusahaan lain Salim Group.

Dia juga tercatat sebagai direktur non-eksekutif di Indofood Agri Resources sejak tahun 2007 dan komisaris di PT Salim Ivomas Pratama Tbk pada periode yang sama dan sederet posisi direksi di anak perusahaan di antaranya PT Indolakto and Pascari Pte Ltd, dan PT Indofood Asahi Sukses Beverage.

Saat memimpin Indofood, ia banyak melakukan inovasi dari rasa produk terkenal dari Indofood, yakni Indomie. Inovasi produk mie instan tersebut semakin bertambah banyak seiring tren makanan di Indonesia yang berkembang pesat.

Salah satu inovasi rasa Indomie yang mengikuti perkembangan zaman yakni Indomie goreng rasa ayam geprek. Ada pula inovasi lain seperti Chitato rasa Indomie Goreng yang sempat viral di media sosial.

Axton juga merupakan komisaris di PT Salim Ivomas Pratama Tbk, PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk dan PT Nestlé Indofood Citarasa Indonesia. Adapun, jabatan lain yang pernah dia emban sebelum menguasai Salim Group adalah direktur non-eksekutif Gallant Venture Ltd., eksekutif di Scaling Up Nutrition (SUN) Business Advisory Group dan Art Photography Centre Ltd.

Selain meneruskan dinasti perusahaan keluarga, Axton merambah peluangnya di sektor digital dengan membuka bisnis startup. Sejak 2017, Axton adalah inisiator untuk startup Block71, sebuah fasilitas inkubator dari kerja sama antara Salim Group dengan National University of Singapore (NUS) Enterprise, yang menghubungkan pelaku startup Indonesia dan Singapura.

Wadah ini juga bertujuan untuk membawa pasar Indonesia ke mancanegara. Apalagi sekarang Block71 juga sudah membuka kantor di San Fransisco, AS. Investasi Salim Group di sektor digital dilanjutkan dengan startup Popbox Asia Services di Singapura yang menyediakan jasa sewa loker serta layanan pengiriman, penerima dan pengembalian barang.

TIM RISET CNBC INDONESIA


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Jatuh-Bangun Salim, Dari Bikin Indomie sampai Bisnis Batubara


(trp/vap)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading