2 Hari Menguat Tipis-Tipis, Rupiah Bisa Melesat di April?
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah mengawali bulan April dengan mencatat penguatan dua hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS). Pada perdagangan Senin (4/4/2022), rupiah mengakhiri perdagangan di Rp 14.353/US$ menguat 0,08% di pasar spot, berdasarkan data Refinitiv. Sementara pada perdagangan pertama April Jumat pekan lalu penguatannya hanya 0,02% saja.
Sepanjang Maret rupiah hanya mencatat pelemahan 0,02% saja, dan di bulan pergerakannya juga berpeluang masih sama.
Tekanan bagi rupiah sebenarnya masih cukup besar sebab bank sentral AS (The Fed) berencana lebih agresif dalam menaikkan suku bunga. Di bulan ini, The Fed tidak melakukan rapat kebijakan moneter, sehingga pergerakan rupiah masih akan dipengaruhi spekulasi tersebut.
The Fed pada bulan lalu sudah menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 0,25% - 0,5%, dan mengindikasikan akan menaikkan suku bunga 6 kali lagi di tahun ini. Tidak hanya itu, para pejabat elit The Fed membuka peluang lebih agresif lagi dengan menaikkan suku bunga 50 basis poin di bulan Mei guna meredam inflasi yang tinggi.
Departemen Tenaga Kerja AS Kamis lalu melaporkan inflasi PCE bulan Februari tumbuh 6,4% (year-on-year/yoy) dari bulan sebelumnya 6% (yoy). Sementara inflasi inti PCE tumbuh 5,4% (yoy) lebih tinggi dari bulan Januari 5,2% (yoy), tetapi lebih rendah dari hasil polling Reuters 5,5% (yoy).
Inflasi PCE tersebut menjadi yang tertinggi dalam nyaris 40 tahun terakhir.
Pasca rilis tersebut, berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group, pelaku pasar melihat probabilitas sekitar 70% The Fed menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 0,75% - 1% pada bulan depan. Emas pun tertekan. Apalagi, tingkat pengangguran di bulan Maret turun menjadi 3,6% dari sebelumnya 3,8%.
Dengan besarnya probabilitas tersebut, rupiah bisa saja tertekan hebat. Tetapi nyatanya rupiah masih cukup stabil sebab fundamental dari dalam negeri yang bagus.
Ditopang kenaikan harga komoditas neraca perdagangan Indonesia mencetak surplus 22 bulan beruntun, dan membantu transaksi berjalan Indonesia membukukan surplus sebesar US$ 1,4 miliar atau 0,4% dari produk domestik bruto (PDB) di kuartal IV-2021.
Sepanjang 2021, surplus transaksi berjalan tercatat sebesar US$ 3,3 miliar (0,3% dari PDB). Kali terakhir transaksi berjalan mencatat surplus secara tahunan yakni pada 2011 lalu.
Surplus transaksi berjalan menjadi faktor penting yang menentukan kekuatan rupiah, sebab menunjukkan aliran devisa yang bertahan lama di dalam negeri.
Fundamental dalam negeri yang bagus juga membuat investor asing getol mengalirkan modalnya ke pasar saham Indonesia. Data pasar mencatat sepanjang tahun ini capital inflow di pasar saham Indonesia lebih dari Rp 33 triliun.
Capital inflow tersebut terjadi saat perang Rusia dengan Ukraina yang biasanya membuat sentimen pelaku pasar memburuk dan menghindari aset-aset berisiko. Tetapi nyatanya saham-saham perusahaan Indonesia masih diburu.
Hal tersebut juga berdampak positif ke pergerakan rupiah.
Secara teknikal, dalam 3 bulan pertama tahun ini, rupiah yang disimbolkan USD/IDR sebenarnya bergerak mendatar (sideways) alias dalam suatu range. Pergerakan sideways tersebut terlihat dengan terbentuknya pola Rectangle, dengan batas bawah di kisaran Rp 14.240/US$ dan batas atas di Rp 14.400/US$, yang merupakan range pergerakan rupiah.
Selain itu, indikator rereta pergerakan (moving average/MA), baik itu MA 50 hari, 100 Hari dan 200 hari juga bergerak mendatar.
Di bulan ini, rupiah kemungkinan besar masih akan bergerak dalam pola Rectangle tersebut. Pergerakan lebih lebar bisa terjadi jika rupiah mampu menembus secara konsisten antara batas bawah atau batas bawah.
Jarak antara batas bawah dan atas sebesar Rp 160, artinya jika rupiah menembus Rp 14.240/US$ dan konsisten di bawah level tersebut ada peluang penguatan sebesar Rp 160 ke Rp 14.080/US$, yang bisa menjadi level terkuat di bulan ini.
Sebaliknya, jika batas atas di Rp 14.400/US$ yang ditembus secara konsisten, rupiah berisiko melemah ke Rp 14.560/US$. Level tersebut bisa menjadi titik terlemah rupiah di April.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)