Lama Tak Terdengar, Gimana Kinerja Induk Usaha Grup Bakrie?
Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi keuangan PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) masih tertekan, berdasarkan laporan keuangan 2021 yang baru dirilis. Emiten Grup Bakrie ini masih mencatat defisit modal Rp 20,02 triliun per akhir 2021.
Berdasarkan laporan keuangan, Senin (4/4/2022), angka itu tidak banyak berubah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Per akhir 2020, defisit modal BNBR sebesar Rp 20,09 triliun.
Kerugian pada tahun-tahun sebelumnya yang terjadi secara terus menerus menjadi penyebab BNBR mencatat defisiensi modal tersebut. Pada saat yang bersamaan, total liabilitas jangka pendek perusahaan telah melampaui total aset lancar.
Liabilitas jangka pendek BNBR mencapai Rp 13,3 triliun. Sedang nilai aset lancarnya hanya Rp 1,4 triliun.
Kondisi tersebut sebagian besar disebabkan oleh rugi penurunan nilai investasi, rugi neto pada entitas asosiasi dan pengendalian bersama dan perubahan nilai wajar derivatif.
Pada tanggal akhir pembukuan 31 Desember 2021 bahkan perusahaan memiliki pinjaman yang jatuh tempo. Saat ini, manajemen perusahaan tengah bernegosiasi dengan kreditur untuk merestrukturisasi pinjaman tersebut.
Namun neraca rugi laba perseroan menunjukkan pada 2021 meraih laba bersih di atas Rp 98 miliar, dibanding 2020 yang tercatat rugi Rp 930 miliar.
Direktur Utama dan CEO BNBR, Anindya N. Bakrie, pencapaian ini mengindikasikan bahwa BNBR telah berhasil mengatasi efek negatif pandemi Covid-19 yang memukul ekonomi Indonesia dan dunia selama 2 tahun belakangan. Anindya mengatakan capaian ini tidak mudah.
"Alhamdulillah, kerja keras dan langkah-langkah efisiensi yang kami tempuh berdampak positif. Kami yakin ini akan terus berlanjut, seiring dengan bergulirnya sejumlah proyek strategis yang kini tengah kami kerjakan. Seperti diketahui, saat ini kami tengah fokus menggarap sejumlah proyek, antara lain dibidang elektrifikasi transportasi - khususnya bus listrik - yang dikembangkan oleh PT VKTR Teknologi Mobilitas, proyek energi baru dan terbarukan (EBT) yang dikerjakan oleh PT Helio Synar, serta proyek-proyek infrastruktur energi lain yang juga terus berprogres," kata Anindya dalam keterangan pers yang disampaikan ke CNBC Indonesia.
Direktur Keuangan BNBR, Hendrajanto M. Sakti mengatakan, pendapatan bersih memang memang mengalami penurunan 3%, tapi harga pokok penjualan (HPP) turun 11% yang berdampak pada naiknya laba kotor Perseroan sebesar 70% menjadi Rp 418 miliar di tahun 2021.
"Beban usaha pun turun sebesar 25 persen sehingga kami berhasil mencatatkan laba usaha sebesar Rp 24,2 miliar dibanding tahun sebelumnya yang mengalami rugi usaha sebesar Rp. 279,1 miliar," kata Hendrajanto.
Terkait liabilitas perseroan, Hendrajanto mengatakan beberapa tahun belakangan ini BNBR konsisten melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki posisi keuangan, terutama dengan merestrukturisasi utang serta menjalankan program cost reduction dan menjalankan efisiensi di tingkat operasional anak-anak usaha.
Perseroan akan terus melanjutkan program restrukturisasi utang yang telah dimulai sejak tahun 2016. Saat ini, upaya mencari titik temu dengan beberapa kreditur untuk mencapai kesepakatan restrukturisasi utang Perseroan masih terus dilakukan.
Opini Akuntan Publik >>>
(dhf/dhf)