Dolar Australia Sudah "Gatal" Mau Tembus Rp 10.800
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia menguat melawan rupiah di awal perdagangan Senin (4/4/2022). Meski demikian, dalam 2 pekan terakhir dolar Australia sebenarnya bergerak mendatar di kisaran Rp 10.700/AU$ - Rp 10.800/AU$.
Pada pukul 10:55 WIB dolar Australia diperdagangkan di kisaran Rp 10.786/AU$, menguat 0,13% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Senin pekan lalu, dolar Australia sempat menembus ke atas Rp 10.800/AU$, yang merupakan level tertinggi sejak Juli 2021 sebelum akhirnya terkoreksi.
Dolar Australia merupakan mata uang "underdog" di awal tahun ini. Sebab bank sentralnya (Reserve Bank of Australia/RBA) menutup peluang kenaikan suku bunga di tahun ini. Hal tersebut tentunya berlawan dengan tren kenaikan suku bunga saat ini.
Tetapi sikap RBA berubah hanya dalam tempo satu bulan saja, dolar Australia pun terus menanjak. Melawan rupiah, dolar Australia sempat nyaris ke bawah Rp 10.000/AU$ di akhir Januari lalu, kini anteng di dekat Rp 10.800/SG$.
RBA kini membuka peluang kenaikan suku bunga di tahun ini setelah inflasi mencapai target dan pasar tenaga kerja semakin membaik.
Inflasi di kuartal IV-2021 tumbuh 1,3% dari kuartal sebelumnya. Sehingga inflasi selama setahun penuh menjadi 3,5% di 2021.
Kemudian inflasi inti tumbuh 1% di kuartal IV-2021 dari kuartal sebelumnya. Sepanjang 2021, inflasi inti tumbuh sebesar 2,6% yang merupakan level tertinggi sejak 2014.
Sementara RBA memasang target inflasi sebesar 2% - 3%.
Kemudian pada bulan lalu tingkat pengangguran di bulan Februari dilaporkan turun menjadi 4%, yang merupakan level terendah dalam lebih dari 13 tahun terakhir.
Pelaku pasar kini memperkirakan RBA akan menaikkan suku bunga paling cepat di bulan Juni.
Selain ekspektasi suku bunga, tingginya harga komoditas juga mendongkrak kinerja dolar Australia.
Tingginya harga komoditas di tahun ini membuat analis dari Commonwealth Bank of Australia (CBA), Kim Mundy menyebut kurs dolar Australia saat ini masih sangat undervalue dibandingkan dolar AS.
Analis dari Commonwealth Bank of Australia (CBA), Kim Mundy menyebut tingginya harga komoditas membuat dolar Australia sangat undervalue.
Pada awal Februari lalu Mundy mengatakan berdasarkan kalkulasi dari indeks harga komoditas RBA dan perbedaan suku bunga relatif di Australia dan Amerika Serikat. Mundy menyebut fair value AU$ 1 setara dengan US$ 0,86 (86 sen).
"Estimasi kami fair value dolar Australia berada di kisaran 86 sen AS," kata Mundy sebagaimana dilansir The Guardian, Jumat (4/2).
Melihat posisi dolar Australia per 30 Maret di kisaran US$ 0,75, dengan demikian, dolar Australia seharusnya bisa menguat sekitar 15% lagi. CBA sendiri memprediksi dolar Australia akan berada di kisaran US$ 0,80 (80 sen) di akhir tahun ini.
Jika dolar Australia menguat melawan dolar AS, tentunya kemungkinan besar akan menanjak juga melawan rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)