Aksi Jual Massal Melanda Pasar Surat Utang! Indonesia Aman?

Maesaroh, CNBC Indonesia
28 March 2022 15:15
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar obligasi diwarnai aksi jual (sell off) dalam sebulan terakhir. Kenaikan suku bunga acuan The Fed serta Perang Rusia-Ukraina menjadi penyebabnya.

Aksi sell off tercermin dari capital outflow di reksa dana saham dan obligasi. Berdasarkan Refinitiv Lipper, dalam sebulan terakhir, dana kabur dari reksa dana saham di negara berkembang menembus US$ 8,1 miliar sementara dari reksa dana obligasi sebesar US$ 5,73 miliar.

Kondisi ini berbanding terbalik dibandingkan tahun lalu di mana inflow ke reksa dana obligasi mencapai US$ 232 miliar sementara reksa dana saham menyentuh US$ 103,4 miliar.

Pekan lalu, Gubernur The Fed Jerome Powell, mengisyaratkan jika bank sentral AS tersebut akan mengambil kebijakan lebih agresif untuk menekan inflasi. Inflasi Amerika Serikat mencapai 7,9% di bulan Februari, rekor tertingginya selama 40 tahun.

The Fed sudah menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps pada pertengahan Maret lalu dan diperkirakan akan menaikkan kembali sebanyak tujuh kali pada tahun ini.


"Pasar bond tengah merespon dari ekspektasi kebijakan moneter yang lebih ketat," tutur Seema Shah, global investment strategist dari Principal Global Investors, dikutip dari The Financial Times.

Menyusul pengumuman The Fed, yield surat utang sejumlah negara ikut melonjak tajam. Kenaikan suku bunga acuan The Fed dan Perang Rusia-Ukraina membuat investor menarik dananya dari pasar obligasi dan mengalihkan ke instrumen lain, seperti emas.

Yield surat utang pemerintah Singapura bertenor lima tahun menyentuh 2,015% yang merupakan rekor tertinggi sejak Mei 2019. Pada Senin (28/3/2022) pukul 12:35 WIB, yield pada Surat Utang Negara (SUN) 10 tahun ada di kisaran 6,701%.

Level tersebut sebenarnya sudah turun dibandingkan pada 8 Maret yang menyentuh 6,798%. Namun, yield tetap lebih tinggi dibandingkan pada akhir Februari (6,51%).

Sementara itu, yield surat utang Jerman bertenor 10 tahun yang menjadi benchmark bagi biaya pinjaman Uni Eropa, naik menjadi 0,59%. Tertingginya sejak Oktober 2018.

Selain The Fed, kaburnya investor dari pasar obligasi negara berkembang juga didorong tingginya risiko yang ditanggung karena kenaikan harga komoditas.




Berdasarkan data Bank Indonesia, pada pekan lalu (21-24/3), capital outflow dari pasar Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 5,96 triliun. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak pekan pertama Maret (7-9 Maret), yang mencapai Rp 10,87 triliun. Sepanjang tahun ini, outflow dari pasar SBN menembus Rp 29,87 triliun.

Direktur Surat Utang Negara (SUN) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Deni Ridwan mengatakan volatilitas di pasar obligasi dipengaruhi utamanya dari faktor global antara lain potensi lonjakan kenaikan inflasi global yang semakin tinggi akibat perang Rusia-Ukraina.

"Selain itu juga karena proses normalisasi kebijakan moneter di negara maju. termasuk potensi kenaikan Fed Fund Rate (FFR) dalam upaya mengendalikan inflasi yang diperkirakan akan cukup tinggi," tutur Deni, kepada CNBC Indonesia, Senin (28/3).


Deni menambahkan kondisi volatilitas ke depan akan sulit untuk diprediksi dan dampaknya cukup berpengaruh pada negara berkembang, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah akan lebih berhati-hati dalam membiayai defisit termasuk melalui penerbitan surat utang.

Sebagai informasi, pemerintah akan melakukan lelang pada Selasa (29/3). Target indikatif yang ditetapkan sebesar Rp 20-30 triliun.

"Pemerintah akan berhati-hati dalam strategi pemenuhan defisit APBN dan mengamati semua dinamika pasar sekaligus mempelajari semua opsi yang ada," imbuhnya. Namun, Deni mengingatkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia sangat baik sehingga diharapkan bisa menekan tekanan eksternal. 


Sebagai informasi, pada lelang 15 Maret 2022 lalu, pemerintah menyerap utang sebesar Rp 17,25 triliun dari total penawaran yang masuk (Rp 49,16 triliun). Merujuk pada data Kementerian Keuangan, yield tertinggi yang masuk untuk tenor 10 tahun (FR0091, pada hari ini tercatat 6,9%) pada lelang tersebut. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan pada lelang sebelumnya (6,6%).

Pada tenor lima tahun (FR0090), yield tertinggi yang masuk tercatat 5,7%, sementara pada lelang sebelumnya sebesar 5,4%.

"Kondisi fundamental ekonomi Indonesia saat ini lebih baik dibandingkan dengan pada saat The Fed melakukan normalisasi pada 2013, dan nilai tukar yang cukup stabil serta dukungan investor domestik yang kuat. Dengan penerapan strategi pembiayaan yang tepat, stabilitas dan demand Pasar SBN akan tetap terjaga," tutur Deni.

Reny Eka Putri, Senior Quantitative Analyst (Senior Analis) Bank Mandiri, mengatakan sell off di pasar memang masih dipengaruhi oleh potensi kenaikan suku bunga dan inflasi yang akan mendorong imbal hasil (yield) lebih tinggi. Kebijakan The Fed yang masih 'hawkish' untuk menaikkan suku bunga secara gradual ke depan turut mendorong kenaikan US Treasury yield. 


Berdasarkan data Refinitiv, yield surat utang pemerintah AS menembus 2,5307%, tertinggi sejak Mei 2019.




"Dalam jangka menengah, kondisi ini akan terus berlanjut," tutur Renny, kepada CNBC Indonesia. Renny menambahkan untuk Indonesia, terdapat potensi yield obligasi acuan yang lebih tinggi. Kondisi ini bisa mempengaruhi capital outflow di pasar domestik.

"Sentimen-sentimen (The Fed) masih akan mempengaruhi lelang besok, namun diharapkan peminat tidak terlalu sepi seiring dengan fundamental ekonomi domestik yang tetap baik dan kesepakatan baru yang menunjukkan tanda-tanda perdamaian terkait konflik geopolitik antara Rusia-Ukraina," tuturnya.

Total penawaran yang masuk pada lelang SUN terus menurun drastis dalam sebulan terakhir. Pada lelang pertama, total penawaran yang masuk mencapai Rp 77,56 triliun tetapi pada 15 Maret lalu hanya Rp 49,16 triliun.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BI Rajin Borong Surat Utang Pemerintah, IMF Bilang Begini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular