Dolar Singapura Turun Lagi 2 Hari Beruntun, Saatnya Borong?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
22 March 2022 11:15
Ilustrasi Penukaran Uang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Penukaran Uang (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Singapura kembali turun melawan rupiah pada awal perdagangan Selasa (22/3/2022), melanjutkan penurunan awal pekan kemarin. Meski demikian ke depannya tidak menutup kemungkinan dolar Singapura kembali akan menguat akibat perbendaan outlook kebijakan moneter.

Melansir data Refinitiv, dolar Singapura pagi ini turun 0,2% ke Rp 10.538/SG$ di pasar spot. Sebelum melemah sejak awal pekan kemarin, dolar Singapura mencatat penguatan 5 hari beruntun alias pekan sempurna pada pekan lalu.

Salah satu penyebabnya yakni Bank Indonesia (BI) yang belum akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat, sementara Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) kemungkinan akan kembali mengetatkan kebijakannya di bulan depan.

Sebelumnya MAS sudah mengetatkan kebijakannya pada Oktober tahun lalu, dan awal bulan ini. Sebabnya, inflasi yang tinggi.

Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) Singapura di bulan Januari tumbuh 4% year-on-year (yoy), yang merupakan level tertinggi dalam 9 tahun terakhir. Sementara inflasi inti dilaporkan tumbuh 2,4% (yoy).

Data inflasi Singapura untuk bulan Februari akan dirilis besok. Berdasarkan konsensus Trading Economics, inflasi diperkirakan akan tumbuh 4,2% (yoy) dan inflasi inti 2,5% (yoy).
Jika inflasi tersebut dirilis sesuai konsensus atau bahkan lebih tinggi maka peluang MAS mengetatkan kebijakan moneter bulan depan akan semakin besar.

Di sisi lain, inflasi Indonesia masih rendah. Inflasi inti tumbuh 2,03% (yoy) di bulan Februari, berada di batas bawah target BI 3% plus minus 1%.

Kepala ekonom BCA David Sumual mengatakan inflasi inti akan menjadi kekhawatiran jika sudah mendekati batas atas headline.

"Selama ini core lebih rendah daripada headline. Kalau core mengarah ke batas atas headline mungkin perlu diwaspadai," tutur David, kepada CNBC Indonesia.

Terakhir kali Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan adalah pada November 2018. Inflasi inti pada tahun 2018 meningkat tajam dari 2,69% (YoY) pada Januari 2018 menjadi 3,03% pada November 2018.

Artinya, dengan inflasi yang masih 2,03% saat ini, BI punya ruang mempertahankan suku bunga di rekor terendah 3,5% lebih lama lagi.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular