Rupiah Melemah Mengiringi Kenaikan Suku Bunga Acuan AS
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah sepanjang pekan ini melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah tingginya inflasi di Negara Adidaya yang diikuti kenaikan suku bunga acuannya.
Mata Uang Garuda berada di level Rp 14.340 per dolar AS pada Jumat (19/3/2022), atau melemah 0,28% dari posisi Kamis sebesar Rp 14.300/dolar AS. Sepanjang pekan, rupiah juga terhitung melemah, yakni sebesar 0,74% (105 poin) atau berbalik dari sepekan sebelumnya yang masih menguat 0,45%, ke Rp 14.235/dolar AS.
Rupiah melemah di dua dari 5 hari perdagangan sepekan ini, yakni Senin (sebesar 0,67%) dan Jumat (0,28%). Pelemahan di awal pekan di tengah spekulasi meredanya krisis Ukraina yang memicu koreksi harga komoditas, berbalik menjadi penguatan pada Selasa hingga Kamis setelah rilis surplus neraca perdagangan Indonesia per Februari senilai US$ 3,83 miliar.
Penguatan rupiah masih terjaga pada Kamis, sekalipun bank sentral AS (The Fed) pada Rabu malam mengumumkan kenaikan suku bunga acuan AS (Fed Funds Rate) sebesar 25 basis poin (Bp) ke 0,25%-0,5%. Ini merupakan kenaikan pertama kali sejak 2018.
Kenaikan suku bunga dilakukan di tengah inflasi Februari sebesar 7,9% yang merupakan level tertinggi dalam 40 tahun terakhir, yang berimbas pada aksi buru kupon obligasi pemerintah AS, yang kian menarik mengikuti tren penguatan imbal hasil (yield) US Treasury di pasar sekunder.
Pasar terlihat masih merespons positif kebijakan Bank Indonesia yang pada Kamis menyatakan mempertahankan suku bunga acuan (BI 7-Day Reverse Repo Rate) di level 3,5% yang masih kondusif bagi rupiah.
Namun pada Jumat, depresiasi rupiah tak terelakkan karena dolar AS terkerek di tengah aksi pemodal global memburu surat berharga milik negara Adidaya tersebut, ketimbang instrumen serupa di negara berkembang.
Wajar saja, ketika suku bunga acuan AS tinggi, maka selisih imbal hasil (spread) obligasi pemerintah AS kian membesar terhadap obligasi negara berkembang, terutama di tengah premi risiko negara berkembang yang masih tinggi akibat bayang-bayang efek perang Ukraina.
Spekulasi perpindahan alokasi dari negara berkembang ke negara maju ini secara psikologis menekan kilai mata uang di negara berkembang, termasuk rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)