
Analisa 5 Ekonom RI Soal Situasi Terbaru & Ramalan Rupiah

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed) telah mengumumkan mempertahankan suku bunga acuan di angka 5,25%-5,50%. Keputusan The Fed menahan suku bunga pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia (2/11/2023) adalah yang kedua kalinya dalam dua pertemuan terakhir.
Keputusan yang diambil dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) November ini sejalan dengan ekspektasi pelaku pasar. Sejumlah ekonom Tanah Air memprediksi bahwa kebijakan The Fed mempertahankan suku bunga ini akan berdampak positif terhadap nilai tukar Rupiah.
Sebagaimana diketahui, rupiah terus tertekan, bahkan hampir menyentuh level Rp 16.000/US$. Berikut ini merupakan prediksi 5 ekonom terkait kebijakan The Fed dan rupiah ke depan.
Bahana Sekuritas
Ekonom Bahana Sekuritas, Putera Satria Sambijantoro menilai pertemuan The Fed semalam mengisyaratkan bahwa masa suku bunga tinggi AS belum akan berakhir dalam waktu dekat ini. Dia memperkirakan The Fed baru akan memangkas suku bunganya pada paling cepat pada Juni 2024.
"Dengan suku bunga AS yang tetap tinggi di angka 5,50% di masa mendatang, cengkeraman yang menyakitkan untuk negara-negara berkembang belum akan kendur," kata dia.
Dia memperkirakan masih ada kemungkinan Bank Indonesia bakal kembali menaikkan suku bunga acuan di akhir tahun hingga level 6,50%. Menurut dia, kebijakan moneter lebih bersifat pencegahan dibandingkan reaktif, sehingga akan terlambat bagi BI untuk menaikkan suku bunga ketika rupiah sudah melemah.
"Mengingat perbedaan suku bunga yang besar dan defisit neraca pembayaran Indonesia yang terus berlanjut, sikap The Fed yang tidak terlalu hawkish tidak akan mengubah dinamika pasokan-permintaan valuta asing terhadap rupiah," kata dia.
Bank Permata
Ekonom Bank Permata Josua Pardede memprediksi kebijakan The Fed akan membuat rupiah menguat di level Rp 15.800-15.900. Dia mengatakan dollar AS diperdagangkan sideways sepanjang hari di tengah sentiment yang beragam sebelum dan sesudah pertemuan The Fed November ini.
Dalam pertemuan Federal Open Market Committee, kata dia, The Fed menekankan akan tetap bergerak sesuai kondisi per pertemuan. Gubernur The Fed Jerome Powell, kata dia, juga mengisyaratkan masih ada jalan panjang sebelum pergerakan inflasi menuju target bisa dipastikan. Artinya, The Fed masih membuka pintu untuk menaikkan suku bunga.
Namun, dia mengatakan The Fed juga mengisyaratkan bahwa dukungan terhadap kenaikan suku bunga di kalangan komite berkurang. Dalam pernyataan pasca-pertemuan tersebut, The Fed mengemukakan kekhawatirannya atas dampak pengetatan keuangan terhadap kondisi perekonomian yang menandakan bahwa The Fed mungkin akan lebih berhati-hati terhadap kebijakan moneternya.
"Pasar memandang bahwa nada The Fed selama FOMC cenderung kurang hawkish dari perkiraan, dan mendorong Dollar AS melemah, serta mendukung penurunan yield US Treasury," ujar dia.
BSI
Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya mengatakan keputusan The Fed disambut positif pasar saham dan keuangan Amerika Serikat. Dia memprediksi Rupiah akan menguat.
"Keputusan the Fed disambut positif di pasar saham dan keuangan Amerika. Insya Allah positif juga terhadap ekspektasi penguatan rupiah terjadi," kata dia.
Maybank Indonesia
Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto mengatakan keputusan The Fed mempertahankan suku bunga berdampak positif terhadap nilai tukar dan pasar finansial. Dia mengatakan keputusan The Fed langsung membuat imbal hasil obligasi Amerika Serikat langsung turun, sehingga menaikkan daya tarik investasi terhadap aset investasi di Indonesia.
"Termasuk obligasi Indonesia, karena kalau kita lihat gap yield ini semakin lebar jadi kita lihat hari ini kemungkinan akan ada inflow di pasar surat utang negara dan kemungkinan juga surat utang negara kita menguat begitu pula dengan pasar saham," kata dia.
Myrdal mengatakan nilai tukar rupiah terhadap dollar juga diprediksi menguat ke level Rp 15.868/USD.
Myrdal mengatakan ke depannya nilai tukar rupiah akan masih volatil mengingat The Fed masih ingin mengontrol inflasi menuju target mereka, yakni 2%. Maka itu, kata dia, penguatan rupiah masih akan bersifat jangka pendek.
"Jadi mereka akan terus menunggu berbagai perkembangan data yang ada di AS terutama data inflasi dan tenaga kerja," kata dia. "Volatilitas dalam jangka pendek masih akan tetap kentara, arah investasi terutama di pasar keuangan masih bersifat teknikal dengan orientasi jangka pendek," ujar Myrdal menambahkan.
BCA
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia David Sumual mengatakan keputusan The Fed mempertahankan suku bunga sudah diprediksi oleh pasar. Sehingga, tidak akan berdampak signifikan terhadap pergerakan indikator finansial. Namun, kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga acuan pada Desember dan awal tahun 2024 masih berkemungkinan menimbulkan lagi tekanan terhadap Rupiah. Dia memprediksi Rupiah akan bergerak di kisaran Rp 15.800 sampai Rp 16.000.
"Fed melihat pertumbuhan ekonomi dan pasar kerja AS solid. Jadi menjelang Fed meeting berikut di Desember atau awal tahun depan bisa saja ada lagi tekanan," kata dia.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Keputusan Lengkap Rapat Dewan Gubernur BI Juli 2023, Simak!