Suku Bunga AS Naik Sesuai Prediksi, Yield SBN Menguat Lagi
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup melemah pada perdagangan Kamis (17/3/2022), karena investor mencerna keputusan bank sentral Amerika Serikat (AS) yang menaikkan suku bunga acuannya untuk pertama kalinya sejak tahun 2018.
Mayoritas investor cenderung melepas SBN pada hari ini, ditandai dengan naiknya imbal hasil (yield) dan melemahnya harga. Hanya SBN bertenor 1 dan 10 tahun yang ramai diburu oleh investor, ditandai dengan penurunan yield dan penguatan harga.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 1 tahun turun signifikan sebesar 84,9 basis poin (bp) ke level 2,537%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara melemah 0,7 bp ke level 6,742%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Sementara itu dari AS, yield obligasi pemerintah AS (Treasury) cenderung kembali menurun pada pagi hari ini waktu AS.
Dilansir dari CNBC International, yield obligasi pemerintah AS (Treasury) bertenor 10 tahun cenderung turun 5,9 bp ke level 2,128% pada pukul 07:00 waktu setempat, dari sebelumnya pada penutupan perdagangan Rabu kemarin di level 2,187%.
Sedangkan yield Treasury berjatuh tempo 30 tahun juga cenderung melemah sebesar 7,9 bp ke level 2,379%, dari sebelumnya di level 2,458% pada penutupan perdagangan kemarin.
Pada Rabu siang waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia, bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bp), dari sebelumnya di level mendekati nol.
Hal ini menjadi kenaikan suku bunga The Fed pertama sejak 2018. Kenaikan suku bunga ini juga sesuai dengan ekspektasi pasar sebelumnya.
"The Fed tidak mengguncang perahu. Mereka menaikkan suku bunga seperti yang diharapkan, mereka menurunkan perkiraan PDB tahun ini, dan meningkatkan ekspektasi inflasi tetapi tidak ada yang mengejutkan," kata Ryan Detrick, kepala strategi pasar untuk LPL Financial di North Carolina, kepada Reuters.
Jerome Powell cs juga mengatakan pihaknya mengharapkan untuk mulai melepas kepemilikan besar-besaran obligasi pemerintah dan efek beragun aset KPR (mortgage backed securities/MBS) pada pertemuan mendatang.
Meski The Fed telah menaikkan suku bunga acuannya, tetapi Bank Indonesia (BI) masih tetap mempertahankan suku bunga acuannya.
Berdasarkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang digelar pada 16-17 Maret 2022, BI memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50%.
Keputusan tersebut diambil dengan mempertimbangkan stabilitas nilai tukar, inflasi, serta upaya untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi.
BI sudah mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 3,5% sejak Februari 2021. Ini adalah suku bunga acuan terendah dalam sejarah Indonesia merdeka.
Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan sejumlah risiko terhadap inflasi terus diwaspadai, termasuk dampak kenaikan harga komoditas global.
"Kami akan tetap mempertahankan suku bunga acuan di 3,5% sampai muncul tanda-tanda kenaikan inflasi secara fundamental," tutur Perry, dalam konferensi pers, Kamis (17/3/2022).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/vap)