Harga Komoditas Jeblok, Dolar Australia Keok!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
Rabu, 16/03/2022 12:45 WIB
Foto: Ilustrasi dolar Australia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang komoditas, dolar Australia, masih belum mampu menguat melawan rupiah pada perdagangan Rabu (16/3). Harga komoditas, khususnya batu bara yang mulai merosot membuatnya kesulitan bangkit.

Pada pukul 11:05 WIB, dolar Australia ditransaksikan di kisaran 10.302/AU$, melemah tipis 0,06% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Harga batu bara termal acuan global Newcastle terus terjun bebas. Pada perdagangan Selasa (15/3/2022) harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) ditutup di US$ 303,35/ton, anjlok 9,76% dibandingkan penutupan pada hari sebelumnya.


Senin pekan lalu, harga batu bara sempat melesat menyentuh US$ 487/ton sebelum berbalik turun dan terus merosot hingga saat ini.

Sebagai eksportir terbesar kedua setelah Indonesia, lonjakan harga batu bara tersebut tentunya akan meningkatkan pendapatan Australia.
Selain itu, perekonomian Australia tentunya akan berputar lebih kencang.

Sejak awal tahun 2000an, perekonomian Australia ditopang oleh "commodity boom" yakni kenaikan tajam harga komoditas. Investasi di sektor pertambangan pun semakin masif, sebelum akhirnya meredup sejak tahun 2014.

Sejak tahun lalu, "commodity boom" kembali terjadi, perekonomian Australia kemungkinan akan berputar lebih kencang lagi, dan memberikan sentimen positif ke dolar Singapura yang sempat melesat menyentuh Rp 10.700/AU$ pada Senin pekan lalu. Level tersebut merupakan yang tertinggi dalam 4 bulan terakhir.

Tetapi, bersamaan dengan jebloknya harga batu bara dolar Australia juga merosot hingga ke kisaran Rp 10.300/AU$.

Di sisi lain, tingginya harga batu bara membuat neraca perdagangan Indonesia mencetak surplus 22 bulan beruntun di Februari.

Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin melaporkan nilai impor bulan lalu sebesar US$ 16,64 miliar. Tumbuh 25,43% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).

Sementara ekspor Indonesia pada Februari 2022 sebesar US$ 20,46 miliar. Dengan demikian, neraca perdagangan masih membukukan surplus US$ 3,82 miliar.

Surplus yang sudah terjadi dalam 22 bulan beruntun tersebut juga membantu transaksi berjalan (current account) mencatat surplus di tahun 2021 lalu, menjadi yang pertama dalam 10 tahun terakhir.

Transaksi berjalan menjadi faktor yang begitu krusial bagi pergerakan rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil ketimbang pos Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) lainnya, yakni transaksi modal dan finansial.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Bikin Rupiah Anjlok, Tembus Rp 16.400-an per Dolar AS