
Suku Bunga the Fed Bentar Lagi Naik, Dow Futures Loncat 1,2%

Jakarta, CNBC Indonesia - Kontrak berjangka (futures) indeks bursa Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada perdagangan Senin (14/3/2022), jelang pekan penting di tengah perang antara Rusia dan Ukraina yang masih berlangsung dan bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang akan menaikkan suku bunga acuannya sejak 2018.
Kontrak futures indeks Dow Jones naik 380 poin (+1,2%). Kontrak serupa indeks S&P 500 dan Nasdaq terapresiasi yang masing-masing sebesar 1,1%.
Konflik yang intens di ibu kota Ukraina, Kyiv, di mana pasukan Rusia membombardir kota-kota di seluruh negeri, menewaskan warga sipil yang tidak bisa menyelamatkan diri.
Dampak keuangan dari sanksi keras terhadap Rusia akan menjadi fokus yang lebih nyata dalam beberapa hari mendatang menjelang pembayaran obligasi negara.
Ukraina dan Rusia diperkirakan akan melanjutkan pembicaraan damai hari ini. Seorang pejabat Ukraina mengatakan bahwa tujuan Ukraina untuk mengamankan ceasefire (diartikan sebagai kesepakatan yang dinegosiasikan untuk mengurangi ketegangan) dan penarikan segera pasukan Rusia bersamaan dengan upaya keamanan.
Harga komoditas yang telah melonjak baru-baru ini, mulai mendingin hari ini.
Harga minyak acuan AS turun 4,7% ke US$ 104,15/barel dan acuan internasional jenis Brent anjlok 3,7% ke US$ 108,45/barel. Kontrak komoditas emas melemah 0,9% ke US$ 1.968,2/troy ons dan harga palladium merosot 9,7% ke US$ 2.526,5/troy ons.
Sementara itu, The Fed diproyeksikan akan menaikkan suku bunga acuannya sebanyak 0,25% pada akhir pertemuan di Rabu (16/3) waktu setempat. Investor akan menunggu proyeksi suku bunga oleh The Fed, inflasi dan arah ekonomi, walaupun ketidakpastian masih meningkat karena tensi geopolitik.
"Pada saat ini, The Fed diprediksikan akan hati-hati ketika menentukan kebijakan suku bunga acuannya tahun ini, di tengah konflik di Ukraina. The Fed sepertinya akan bergantung pada data untuk menentukan keputusannya selama tahun ini," tutur Ketua Pasar dan Perencana Keuangan Ally Lindsey Bell dikutip dari CNBC International.
Pekan lalu, indeks Dow Jones anjlok 2% dan berada di zona negatif selama lima pekan beruntun. Indeks S&P 500 dan Nasdaq merosot yang masing-masing sebesar 2,9% dan 3,5%, keduanya mengalami penurunan secara mingguan terbesar sejak Januari 2021.
Mayoritas saham berada di zona koreksi, di mana risiko geopolitik dan kecemasan akan inflasi menyeret harga aset turun.
Saham blue-chip indeks Dow Jones ambrol mendekati 11% dari rekor tertingginya dan saham emiten indeks S&P 500 jatuh hampir 13% dari level all time high-nya. Saham indeks Nasdaq mengalami aksi jual, terkoreksi lebih dari 20% dari rekor tertingginya di November.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dow Futures Melemah Pasca Putusan The Fed
