
Pekan Lalu Juara Asia, Rupiah Pagi Ini Melemah Tipis

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah pada pekan lalu menjadi satu-satunya mata uang utama Asia yang mampu menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS). Namun, di awal perdagangan hari ini, Senin (14/3), rupiah belum mampu melanjutkan tren penguatannya.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.300/US$. Tidak lama, rupiah kemudian melemah tipis 0,03% ke Rp 14.305/US$, dan tertahan di level tersebut hingga pukul 9:04 WIB.
Perang Rusia dengan Ukraina masih menjadi salah satu penggerak utama pasar mata uang. Selain itu, perhatian di pekan ini tertuju pada pengumuman kebijakan moneter bank sental AS (The Fed) dan Bank Indonesia (BI). The Fed akan mengumumkan kebijakan moneternya pada Kamis (17/3) dini hari waktu Indonesia. BI akan menyusul di hari yang sama pada pukul 14:00 WIB.
Ketua The Fed, Jerome Powell, saat ini mendukung kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin, tapi membuka peluang lebih agresif jika inflasi terus menanjak.
"Kami akan berhati-hati saat mempelajari implikasi perang di Ukraina terhadap perekonomian. Kamu memiliki ekspektasi inflasi akan mencapai puncaknya kemudian turun di tahun ini. Jika inflasi malah semakin tinggi atau lebih persisten, kami akan bersiap untuk menaikkan suku bunga lebih agresif dengan menaikkan suku bunga lebih dari 25 basis poin pada satu atau beberapa pertemuan," kata Powell di hadapan Komite Jasa Keuangan DPR, pada Rabu (2/3).
Pelaku pasar juga melihat The Fed hanya akan menaikkan 25 basis poin di pekan ini menjadi 0,25% - 0,5%. Hal tersebut terlihat dari perangkat FedWatch milik CME Group di mana probabilitas kenaikannya sebesar 94%.
Meski demikian, pelaku pasar akan melihat sinyal-sinyal seberapa agresif kenaikan suku bunga The Fed selanjutnya. Pasar saat ini sudah menakar kenaikan suku bunga sebesar 100 hingga 125 basis poin di tahun ini, jika ada indikasi lebih agresif dari itu, maka dolar AS berpeluang menguat.
Pasar juga akan melihat bagaimana respon BI terhadap kenaikan suku bunga The Fed. Apakah BI akan merubah proyeksi kenaikan suku bunganya menjadi lebih cepat, atau masih akan mempertahankannya setidaknya hingga akhir tahun ini.
Selain itu kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) di China juga kembali menjadi perhatian.
Seperti dikutip AFP, lonjakan kasus secara nasional telah membuat otoritas menutup sekolah di Shanghai, pusat teknologi di Shenzhen, dan seluruh kota di timur laut China. Ini karena 18 provinsi sedang berusaha mengatasi kenaikan kasus Covid-19 mencapai 3.400 orang positif.
Kenaikan tersebut memang tidak besar, tetapi China menerapkan kebijakan zero Covid, ketika terjadi kenaikan kasus maka karantina wilayah (lockdown) akan langsung diterapkan, yang membuat jutaan warga China sangat dibatasi pergerakannya.
Lockdown yang dilakukan China dikhawatirkan akan kembali memperparah masalah rantai pasokan, yang bisa membuat harga komoditas kembali melambung. Indonesia memang diuntungkan dengan kenaikan harga komoditas, tetapi di sisi lain bisa memicu masalah inflasi yang semakin tinggi yang bisa menekan perekonomian global.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Penyebab Rupiah Menguat 4 Pekan Beruntun, Terbaik di Asia
