Bursa Domestik Waspada... Mayoritas Bursa Asia Dibuka Melemah
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung melemah pada perdagangan Senin (14/3/2022), di mana investor terus memantau perkembangan terbaru dari konflik Rusia-Ukraina dan investor juga memantau perkembangan pandemi virus corona (Covid-19) di China.
Hanya Indeks Nikkei Jepang dan ASX 200 Australia yang dibuka di zona hijau pada perdagangan hari ini. Indeks Nikkei dibuka menguat 0,76% dan ASX 200 melesat 0,97%.
Sedangkan sisanya kembali dibuka di zona merah. Indeks Hang Seng Hong Kong dibuka ambles 1,93%, Shanghai Composite China ambrol 1,14%, KOSPI Korea Selatan melemah 0,47%, dan Straits Times Singapura turun 0,12%.
Investor kembali memantau perkembangan pandemi Covid-19 di China, di mana kasus harian Covid-19 di China melonjak lebih dari tiga kali lipat pada Minggu kemarin. China melaporkan 1.807 kasus Covid-19 bergejala lokal baru.
Bursa Asia-Pasifik yang secara mayoritas cenderung melemah pada hari ini sejalan dengan pergerakan bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street yang kembali terkoreksi pada penutupan perdagangan Jumat akhir pekan lalu.
Indeks Dow Jones ditutup melemah 0,69% ke level 32.944,19, S&P 500 ambles 1,3% ke posisi 4.204,34, dan Nasdaq Composite ambruk 2,18% menjadi 12.843,81.
Investor terus mengamati perkembangan terbaru dari konflik antara Rusia-Ukraina, di mana dampak perang mulai terasa di sektor pengiriman dan angkutan udara.
Pasukan Rusia memotong rute pengiriman, sedangkan perusahaan logistik setempat menangguhkan layanan dan menaikan tarif angkutan udara sebagai dampak dari perang yang masih berlangsung.
Perang Rusia dengan Ukraina yang dimulai sejak 24 Februari lalu terus membuat pasar saham global, utamanya Wall Street terus terpuruk, meski ada sedikit kabar baik.
Presiden Rusia, Vladimir Putin pada Jumat pekan lalu mengatakan ada "arah positif di beberapa bagian" dalam pembicaraan dengan Ukraina. Sementara itu Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy mengatakan perang dengan Rusia sudah mencapai "titik balik strategis".
Meski demikian, perundingan kedua negara tidak membahas mengenai gencatan senjata.
Selain itu, University of Michigan melaporkan indeks keyakinan konsumen AS jeblok menjadi 59,7 di bulan Maret dari bulan sebelumnya 62,8. Angka indeks tersebut menjadi yang terendah sejak September 2011.
"Kabar mengenai jebloknya indeks keyakinan konsumen menunjukkan rumah tangga cemas akan tingginya inflasi dan bisa berdampak pada perlambatan ekonomi yang serius bahkan mungkin resesi," kata Jim Paulson, kepala investasi strategis di Leuthold Group.
Sehari sebelumnya, Departemen Tenaga Kerja AS kemarin melaporkan inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) di bulan Februari melesat 7,9% secara tahunan (year-on-year/yoy) lebih tinggi dari bulan sebelumnya 7,5%. Inflasi pada bulan lalu itu menjadi yang tertinggi sejak Januari 1982.
Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, bahkan memperkirakan warga AS akan merasakan inflasi sangat tinggi dan membuat tidak nyaman.
"Saya pikir banyak ketidakpastian yang terkait dengan perang Rusia dengan Ukraina. Dan saya pikir itu akan mempertajam inflasi. Saya tidak mau membuat prediksi apa yang akan terjadi di semester II tahun ini. Kita kemungkinan akan melihat inflasi yang sangat tinggi dan tidak membuat nyaman," kata Yellen sebagaimana diwartakan CNBC International, Kamis (11/3/2022).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd)