Batu Bara Tumbang, Harga Anjlok Nyaris 12%!

Maesaroh, CNBC Indonesia
Senin, 14/03/2022 06:35 WIB
Foto: Pekerja melakukan bongkar muat batubara di Terminal Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (6/1/2022). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara termal acuan global Newcastle ambles hampir 12% pekan lalu. Data Refinitiv, Jumat (11/3/2022), menunjukkan harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) ditutup di level US$ 361,65/ton. Anjlok 1,7% dibandingkan sehari sebelumnya.

Dalam sepekan, batu bara amblas 11,96% dari US$ 418,75 per metrik ton pada Jumat (4/3) pekan sebelumnya. Harga penutupan Jumat pekan lalu juga semakin menjauh dari rekor tertingginya pada Rabu (2/3) di level US$ 446/ton.


Selama perdagangan batu bara, pekan lalu, perdagangan batu bara dibuka sangat meyakinkan dengan naik 6,9% pada Senin (7/3/2022) di angka US$435/ton. Namun, harganya merosot 2,1% pada perdagangan hari berikutnya. Harga batu bara sempat naik tipis 0,3% pada Rabu (9/3/2022) sebelum amblas 13,8% pada Kamis (10/3/2022) dan turun 1,7% pada perdagangan Jumat (11/3/2022).

Kendati ambles pada pekan lalu, dalam sebulan terakhir harga batu bara masih mencatatkan lonjakan 53,6% secara point-to-point. Selama setahun terakhir, harga melambung 309,6%.


Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan penurunan harga batu bara pekan lalu karena memang karena pasar sudah mulai khawatir dengan tingginya harga batu bara mengingat harga nya sudah menyentuh faktor psikologis.

"Kenaikan harga di atas US$400/ton di luar perkiraan semua analis sepanjang 2022 ini karena kemarin-kemarin gencarnya akan dikembangkan terkait energi bersih. Bahkan di beberapa negara Eropa sudah tidak menggunakan batu bara lagi," tutur Mamit, kepada CNBC Indonesia, Minggu (13/3/2022).

Namun, Mamit memperkirakan harga batu bara ke depan akan tetap mengalami peningkatan karena demand yang masih cukup tinggi di tengah terganggunya pasokan dari Rusia.

Rusia merupakan pemasok batu bara termal terbesar di Uni Eropa, bahkan tahun lalu jika mengacu data dari Eurostat, Rusia memasok sebesar 36 juta ton batu bara termal yang setara dengan 70% dari total impor batu bara termal di Uni Eropa. Sehingga ketergantungan terhadap batu bara Rusia meningkat dan pangsa pasar Rusia pun tumbuh secara substansial.

Selain persoalan Rusia, pasokan batu bara diperkirakan akan terganggu karena banjir di Australia dan kebijakan pemenuhan kebutuhan dalam negeri (DMO) dari Indonesia.

Sebagaimana diketahui, pertambangan batu bara di wilayah lembah Hunter utama di New South Wales (NSW) terendam banjir setelah hujan lebat yang terjadi pada awal pekan lalu sehingga diyakini akan mengurangi pasokan batu bara dunia.

"Jika melihat kondisi saat ini dimana belum ada tanda-tanda Rusia akan berdamai dengan Ukraina, potensi kenaikan masih cukup besar. Apalagi Australia juga sedang dalam kondisi sulit. Hal menyebabkan pasar banyak berharap kepada Indonesia, Afrika Selatan, Kanada dan Kolombia yang merupakan negara dengan jumlah ekspor batu bara cukup besar," ujarnya.

Perkiraaan Mamit ini sejalan dengan proyeksi Rystad Energy. Penelitian mereka yang menunjukkan bahwa harga batu bara dapat melewati US$ 500/ton tahun ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(mae/mae)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Iran-Israel Bikin Harga Komoditas Naik, RI Diuntungkan?