Harga Batu Bara Rontok Pekan Ini, Tapi Diramal Sentuh US$500?

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
Minggu, 13/03/2022 12:15 WIB
Foto: Aktivitas Bongkar Muat Batu Bara di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (22/11/2021). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara termal acuan global Newcastle mengakhiri perdagangan pekan ini dengan penurunan signifikan. Menurut data Refinitiv, Jumat (11/3), harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) berakhir di US$ 361,65/ton. Anjlok 1,7% dibandingkan sehari sebelumnya.

Pada Rabu (9/3), harga batu bara sempat naik tipis 0,28%, kemudian pada Kamis (10/3), harga batu bara merosot tajam hingga 13,81% dan berakhir di US$ 367,90. Penurunannya berlangsung hingga akhir pekan ini.

Pekan ini, harga batu bara membukukan penurunan 11,15% secara mingguan. Namun, tetap melonjak naik 138,32% secara tahunan.


Namun, harga batu bara diramal akan naik oleh Rystad Energy dari penelitiannya yang menunjukkan bahwa dapat melewati US$ 500/ton tahun ini. Apa pemicunya?

Rusia merupakan pemasok batu bara termal terbesar di Uni Eropa, bahkan tahun lalu jika mengacu data dari Eurostat, Rusia memasok sebesar 36 juta ton batu bara termal yang setara dengan 70% dari total impor batu bara termal di Uni Eropa. Sehingga ketergantungan terhadap batu bara Rusia meningkat dan pangsa pasar Rusia pun tumbuh secara substansial.

Menurut Badan Energi Dunia (IEA) pada tahun 2020, Rusia mengekspor 212 juta ton dan menjadi eksportir terbesar ketiga setelah Indonesia dan Australia. Gampangnya, jika perang berlanjut dan sanksi ekonomi akan menekan ekspor komoditas Rusia, artinya dunia akan kekurangan 17% dari pasokan batu bara.

Sisi lainnya, pertambangan batu bara di wilayah lembah Hunter utama di New South Wales (NSW) terendam banjir setelah hujan lebat yang terjadi pada awal pekan ini. Akses jalan menuju tambang banyak yang terputus akibat banjir dan menyebabkan warga sekitar harus di evakuasi. Persediaan batu bara akan cukup rendah karena pelabuhan membatasi antrian kapal yang memuat batu bara.

Kemarin, Ukraina meminta persetujuan untuk sambungan darurat ke jaringan energi Eropa dalam beberapa hari ke depan. Hal tersebut karena pada 24 Februari ketika awal serangan Rusia terjadi, Ukraina memutuskan sendiri jaringan listrik Rusia dan Belarusia.

Menurut CEO perusahaan energi swasta terbesar Ukraina DTEK Maxim Timchenko mengatakan infrastruktur yang ada memungkinkan aliran masuk 2.000 megawatt (MW)/hari dari Slovakia, Hungaria, dan Rumania setara dengan 15% konsumsi harian Ukraina saat ini. Sisanya akan didatangkan dari produksi lokal.

Risiko pemadaman listrik dari kerusakan perang akan selalu ada, tercatat hampir 1 juta orang tanpa listrik di wilayah Donetsk dan Kyiv. Dia juga menambahkan bahwa Ukraina membutuhkan batu bara bersubsidi karena tidak akan mampu membayar harga pasar yang tinggi untuk waktu yang lebih lama.

"Kami mampu membayar US$100/ton, tapi tidak US$350/ton," katanya yang dikutip dari Reuters.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aaf/aaf)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Alasan Produsen Batu Bara Ramai-Ramai Incar Bisnis LNG & EBT