Babak Belur! Wall Street Merosot 5 Pekan Beruntun
Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street kembali merosot pada perdagangan Jumat (12/3). Perang Rusia dengan Ukraina terus memberikan sentimen negatif ke pasar saham global, khususnya Wall Street dan Eropa.
Melansir data Refinitiv, indeks Down Jones melemah 0,7% ke 32.944,19, seminggu ini jeblok lebih dari 1,3% dan sudah merosot dalam 5 pekan beruntun.
Indeks S&P 500 kemarin merosot 1,3% ke 4.204,31, Nasdaq paling parah anjlok 2,18% ke 12.843,81. Dalam seminggu kedua indeks tersebut minus 1,8% dan 3,5%.
Perang Rusia dengan Ukraina yang dimulai sejak Kamis (24/3) terus membuat Wall Street terpuruk, meski ada sedikit kabar baik.
Presiden Rusia, Vadimir Putin pada Jumat waktu setempat mengatakan ada "arah posisitif di beberapa bagian" dalam pembicaraan dengan Ukraina. Sementara itu Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy mengatakan perang dengan Rusia sudah mencapai "titik balik stretegis".
Meski demikian, perundingan kedua negara tidak membahas mengenai gencatan senjata.
"Bursa saham kembali merah di minggu ini, sebab harapan adanya gencatan senjata berakhir mengecewakan, dan menambah lebih banyak ketidakpastian," kata Ryan Detrick dari LPL Financial sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (11/3).
Selain itu, University of Michigan melaporkan indeks keyakinan konsumen Amerika Serikat jeblok menjadi 59,7 di bulan Maret dari bulan sebelumnya 62,8. Angka indeks tersebut menjadi yang terendah sejak September 2011.
"Kabar mengenai jebloknya indeks keyakinan konsumen menunjukkan rumah tangga cemas akan tingginya inflasi dan bisa berdampak pada pelambatan ekonomi yang seriusm bahkan mungkin resesi," kata Jim Paulson, kepala investasi strategus di Leuthold Group.
Sehari sebelumnya, Departemen Tenaga Kerja AS kemarin melaporkan inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) di bulan Februari melesat 7,9% year-on-year (yoy) lebih tinggi dari bulan sebelumnya 7,5%.
Inflasi pada bulan lalu itu menjadi yang tertinggi sejak Januari 1982.
Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, bahkan memperkirakan warga AS akan merasakan inflasi sangat tinggi dan membuat tidak nyaman.
"Saya pikir banyak ketidakpastian yang terkait dengan perang Rusia dengan Ukraina. Dan saya pikir itu akan mempertajam inflasi. Saya tidak mau membuat prediksi apa yang akan terjadi di semester II tahun ini. Kita kemungkinan akan melihat inflasi yang sangat tinggi dan tidak membuat nyaman," kata Yellen sebagaimana diwartakan CNBC International, Kamis (11/3).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)