Inflasi di AS Tinggi Sekali, Rupiah Jadi Berfluktuasi

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
11 March 2022 09:22
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah berfluktuasi melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Jumat (11/3) setelah membukukan penguatan 3 hari beruntun ditopang membaiknya sentimen pelaku pasar.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat tipis 0,03% ke Rp 14.370/US$. Tetapi tidak lama rupiah langsung melemah 0,28% ke Rp 14.315/US$ dan tertahan di level tersebut hingga pukul 9:13 WIB.

Tanda-tanda rupiah akan melemah pagi ini sudah terlihat dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih lemah beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan ketimbang setelah penutupan kemarin.

PeriodeKurs Kamis (10/3) pukul 15:03 WIB Kurs Jumat (11/3) pukul 8:54 WIB
1 PekanRp14.259,0Rp14.270,0
1 BulanRp14.275,0Rp14.251,0
2 BulanRp14.295,5Rp14.268,0
3 BulanRp14.324,0Rp14.292,0
6 BulanRp14.392,0Rp14.371,0
9 BulanRp14.503,0Rp14.482,0
1 TahunRp14.596,7Rp14.641,0
2 TahunRp15.091,1Rp15.104,0

Rupiah kemarin sukses menguat 0,49% sekaligus menjadi yang terbaik di Asia. Sentimen terhadap rupiah sebenarnya cukup bagus berkat kondisi fundamental dalam negeri yang semakin baik. Tetapi, perang Rusia dan Ukraina yang berdampak luas hingga ke perekonomian global membuat rupiah tertekan belakangan ini.

Perang tersebut memicu kenaikan harga minyak mentah dan komoditas energi lainnya, sehingga memicu kecemasan akan semakin tingginya inflasi di negara Barat. Hal ini berisiko menekan pertumbuhan ekonomi.

Namun, kemarin harga minyak mentah ambrol yang membuat sentimen pelaku pasar membaik, bursa saham global pun sempat menghijau pada perdagangan Rabu lalu.

Sayangnya sentimen pelaku pasar kini kembali memburuk terlihat dari bursa saham AS (Wall Street) dan bursa saham Eropa yang kembali merosot pada perdagangan Kamis, disusul bursa Asia pagi ini. Indeks dolar AS yang sebelumnya jeblok juga berbalik menguat 0,55% ke 98,502.

Pasukan Rusia yang dilaporkan semakin mendekati ibu kota Ukraina, Kyiv, membuat sentimen pelaku pasar memburuk yang berisiko menekan rupiah pada perdagangan hari ini, Jumat (11/3).

CNBC International melaporkan salah satu pejabat di Pentagon menyebut jika pasukan Rusia sudah berada sekitar 15 kilometer dari Kyiv. Pejabat tersebut juga yakin Rusia berencana mengepung Kyiv.

Selain itu, data dari Amerika Serikat (AS) menunjukkan inflasi kembali melesat hingga menyentuh level tertinggi dalam lebih dari 40 tahun terakhir. Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, bahkan memperkirakan warga AS akan merasakan inflasi sangat tinggi dan membuat tidak nyaman.

Departemen Tenaga Kerha AS kemarin melaporkan inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) di bulan Februari melesat 7,9% year-on-year (yoy) lebih tinggi dari bulan sebelumnya 7,5%.

Inflasi pada bulan lalu itu menjadi yang tertinggi sejak Januari 1982.

"Saya pikir banyak ketidakpastian yang terkait dengan perang Rusia dengan Ukraina. Dan saya pikir itu akan mempertajam inflasi. Saya tidak mau membuat prediksi apa yang akan terjadi di semester II tahun ini. Kita kemungkinan akan melihat inflasi yang sangat tinggi dan tidak membuat nyaman," kata Yellen sebagaimana diwartakan CNBC International, Kamis (11/3). 

Jika inflasi terus meninggi tentunya bank sentral AS (The Fed) bisa semakin agresif dalam menaikkan suku bunga, sehingga bisa memberikan tekanan ke rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular