
Cetak Hat-trick, Rupiah Jadi Juara Asia Lagi!

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (10/3) hingga menembus ke bawah Rp 14.300/US$. Dengan penguatan tersebut rupiah sukses mencetak hat-trick alias penguatan 3 hari beruntun.
Melansir data Refinitiv, begitu perdagangan dibuka, rupiah langsung melesat 0,45% ke Rp 14.280/US$. Penguatan rupiah sempat terakselerasi hingga 0,73% ke Rp 14.240/US$ yang merupakan level terkuat sejak 3 Januari lalu.
Rupiah mentok di level tersebut, dan akhirnya penguatan terpangkas hingga tersisa 0,21%. Tetapi di akhir perdagangan kembali menguat 0,49% ke Rp 14.275/US$.
Dengan penguatan tersebut, rupiah sekali lagi menjadi juara alias mata uang terbaik di Asia. Bahkan, hingga pukul 15:13 WIB, hanya 3 mata uang utama Asia yang mampu menguat.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Penguatan tajam rupiah di pasar spot juga diikuti kurs tengah Bank Indonesia (BI) atau Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) yang melesat 0,51% ke Rp 14.298/US$.
Tanda-tanda rupiah bakal ke bawah Rp 14.300/US$ sudah terlihat sebelum pembukaan perdagangan. Kurs non-deliverable forward (NDF) 1 pekan dan 1 bulan sudah berada di bawah Rp 14.300/US$. Bahkan sore ini penguatannya bertambah.
Periode | Kurs Kamis (10/3) pukul 8:54 WIB | Kurs Kamis (10/3) pukul 15:10 WIB |
1 Pekan | Rp14.278,0 | Rp14.259,0 |
1 Bulan | Rp14.281,0 | Rp14.275,0 |
2 Bulan | Rp14.302,0 | Rp14.295,5 |
3 Bulan | Rp14.330,0 | Rp14.324,0 |
6 Bulan | Rp14.411,0 | Rp14.392,0 |
9 Bulan | Rp14.516,0 | Rp14.503,0 |
1 Tahun | Rp14.685,0 | Rp14.596,7 |
2 Tahun | Rp15.154,0 | Rp15.091,1 |
Sentimen terhadap rupiah sebenarnya cukup bagus berkat kondisi fundamental dalam negeri yang semakin baik. Tetapi, perang Rusia dan Ukraina yang berdampak luas hingga ke perekonomian global membuat rupiah tertekan belakangan ini.
Perang tersebut memicu kenaikan harga minyak mentah dan komoditas energi lainnya, sehingga memicu kecemasan akan semakin tingginya inflasi di negara Barat. Hal ini berisiko menekan pertumbuhan ekonomi.
Namun, kemarin harga minyak mentah ambrol yang membuat sentimen pelaku pasar membaik.
Uni Emirat Arab dan Irak menyatakan akan mendukung kenaikan produksi minyak mentah OPEC guna mengimbangi gangguan supply dari Rusia. Hal tersebut membuat harga minyak mentah seketika anjlok, minyak jenis Brent bahkan sempat minus hingga 17%.
"Kami mengusulkan produksi (minyak) dinaikkan dan mendorong negara-negara OPEC untuk melakukannya," tegas Duta Besar Uni Emrat Arab di AS Yousuf Al Qtaiba dalam cuitan di Twitter.
Sementara itu fundamental dari dalam negeri memang mampu menjaga kinerja rupiah di tahun ini. Ditopang kenaikan harga komoditas neraca perdagangan Indonesia mencetak surplus 21 bulan beruntun, dan membantu transaksi berjalan Indonesia membukukan surplus sebesar US$ 1,4 miliar atau 0,4% dari produk domestik bruto (PDB) di kuartal IV-2021.
Sepanjang 2021, surplus transaksi berjalan tercatat sebesar US$ 3,3 miliar (0,3% dari PDB). Kali terakhir transaksi berjalan mencatat surplus secara tahunan yakni pada 2011 lalu.
Di tahun ini, Bank Indonesia (BI) memprediksi transaksi berjalan akan kembali defisit, tetapi sekitar 1,1% - 1,9% dari PDB. Proyeksi tersebut lebih rendah dari rata-rata defisit pada periode 2012 - 2020 sebesar 2,3% dari PDB.
BI juga memiliki cadangan devisa yang cukup besar. Per akhir Februari, Indonesia memiliki cadangan devisa sebesar US$ 141,4 miliar. Sebagai perbandingan, saat terjadi taper tantrum akibat rencana normalisasi kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (The Fed) di tahun 2013, cadangan devisa Indonesia berada di kisaran US$ 105 miliar.
Artinya, BI punya lebih banyak "amunisi" untuk menstabilkan rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
