Saham BUKA Sentuh All Time Low, Market Cap Susut Rp 56 T
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham e-commerce PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) melemah 4,9% dan ditutup di level Rp 308/saham pada perdagangan kemarin, Senin (7/3/2022).
Dengan kinerja sahamnya tersebut, saham BUKA resmi menyentuh level All Time Low (ATL)-nya. Perlu diingat bahwa BUKA resmi melantai di bursa domestik pada 6 Agustus 2021.
Saat penawaran perdana (IPO), saham BUKA dihargai Rp 850 dengan melepaskan 25,77 miliar saham. Artinya BUKA berhasil meraup pendanaan dari pasar hampir Rp 22 triliun.
IPO BUKA tercatat menjadi yang terbesar di sepanjang sejarah perjalanan pasar modal Tanah Air. Rekor ini mengalahkan catatan sejarah yang ditorehkan oleh PT Adaro Energy Tbk (ADRO) pada 2008 silam yang berhasil meraup pendanaan senilai Rp 12,23 triliun.
Di hari pertama melantai harga saham BUKA melesat dan menyentuh level Auto Reject Atas (ARA) dan ditutup di Rp 1.060/saham.
Hari kedua, harga saham BUKA sempat melesat ke level Rp 1.325/saham. Namun sayang kenaikan harga yang signifikan tersebut dimanfaatkan sebagian investor untuk mengambil untung.
Saat hari kedua atau tepatnya pada 9 Agustus 2021, volume transaksi saham BUKA mencapai 3,58 miliar atau hampir setara dengan 3% dari total saham (outstanding).
Volume transaksi tersebut menandai rekor tertinggi transaksi saham BUKA dari awal melantai hingga sekarang.
Namun sayangnya di hari kedua saham BUKA hanya mampu mencatatkan penguatan tipis 4,72% dan berakhir di Rp 1.110/saham.
Setelah kejadian tersebut, nasib saham BUKA semakin apes. Harganya terus melemah. Saham BUKA tercatat downtrend sejak awal listing.
Investor yang membeli saham BUKA saat IPO dan menggenggamnya sampai kemarin telah kehilangan 63,76% dari nilai investasi awalnya.
Sedangkan bagi investor yang membeli di harga tertingginya yaitu Rp 1.325/saham, return investasi yang diperoleh adalah negatif 76,75%.
Belum genap setahun resmi menyandang status perusahaan "Tbk", nilai kapitalisasi pasar BUKA sudah hangus hampir Rp 56 triliun. Itu artinya dalam 145 hari perdagangan terakhir, investor merugi Rp 386 miliar per hari.
Mengingat nilai kapitalisasi pasar yang besar dan juga saham floating lebih dari 20%, pergerakan harga saham BUKA juga turut menjadi mover bagi gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Sehingga ketika harga saham BUKA turun dan saham big cap lain juga turun, dampaknya akan terasa bagi indeks saham acuan nasional.
Dari sisi kinerja keuangan, BUKA masih membukukan rugi di sepanjang 9 bulan tahun 2021. Namun jika dilihat lebih jauh sebenarnya ada perbaikan baik dari sisi top line maupun bottom line-nya.
Selama Januari-September 2021, nilai Total Processing Value (TPV) BUKA menyentuh angka tertingginya dalam sejarah di Rp 87,90 triliun. Nilai TPV ini naik 51% secara year on year (yoy) dari periode yang sama tahun 2020.
Kenaikan TPV juga berdampak pada pendapatan perseroan. Revenue atau pendapatan BUKA naik 42% yoy menjadi Rp 1,35 triliun dari sebelumnya hanya Rp 948 miliar.
Keberhasilan BUKA untuk melakukan efisiensi terutama dari aspek penjualan dan pemasaran dari 1,87% TPV pada September 2020 menjadi 1,50% TPV September tahun lalu juga berdampak pada perbaikan laba yang tercermin dari Earning Before Interest Depreciation and Amortization (EBITDA).
Meski masih minus alias rugi, BUKA melaporkan ada peningkatan EBITDA sebesar 21% yoy menjadi minus Rp 1,02 triliun dari tahun sebelumnya yang rugi sebesar Rp 1,29 triliun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/vap)