
Geber Ultra Mikro Produktif Dengan Pendampingan Tepat

Jakarta, CNBC Indonesia - Bagi Indonesia, Usaha Mikro, Kecil & Menengah (UMKM) punya kontribusi besar terhadap perekonomian. Namun sayangnya penyaluran pembiayaan ke segmen ini terbilang masih 'mini' kendati pertumbuhannya pesat.
Riset dari konsultan manajemen global Boston Consulting Group (BCG) menyebut 99% dari pelaku bisnis di Tanah Air adalah UMKM dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) diestimasikan mencapai 60%.
Mengacu pada data Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) Bank Indonesia (BI), hingga Oktober tahun lalu penyaluran pembiayaan ke UMKM bank umum tercatat tumbuh 2,97% year on year (YoY) menjadi Rp 1.126,91 triliun.
Pertumbuhan tersebut masih lebih rendah dari pertumbuhan pembiayaan secara nasional di angka 3,24%. Secara persentase pun penyaluran pembiayaan UMKM baru mencapai 20% dari total pembiayaan tersalurkan.
Sementara itu, Kementerian Keuangan melaporkan, per 15 Desember 2021, penyaluran pembiayaan ultra mikro tembus Rp 17,99 triliun dan telah menjangkau 503 dari 514 kabupaten dan kota di seluruh pelosok Indonesia.
Melihat banyaknya pelaku ekonomi dari segmen UMKM dan munculnya usaha ultra mikro produktif, bisa dibilang akses terhadap pembiayaan masih sangat minim.
Ketika penyaluran pembiayaan UMKM terus digenjot, dampak positifnya akan dirasakan secara mikro maupun makro. Secara mikro sebenarnya ini menjadi peluang besar bagi bank untuk menggarap segmen yang menjanjikan.
Namun banyak bank yang melihat pelaku UMKM terutama ultra mikro memiliki risiko yang tinggi dan ongkos yang besar sehingga sampai saat ini baru ada dua bank yang benar-benar fokus pada pembiayaan ultra mikro.
Salah satunya adalah bank syariah swasta nasional yaitu PT BTPN Syariah Tbk (BTPS).
Geber Ultra Mikro
Melihat pertumbuhan segmen ultra mikro yang cepat serta adopsi teknologi digital di kalangan ultra mikro membuka peluang masuknya para pemain baru terutama dari kalangan bank digital.
Merespons perkembangan tersebut, pihak manajemen BTPS menyambut baik hal ini, karena bukan hanya pangsa pasar ini masih sangat besar, namun bila semakin banyak yang melayani ultra mikro di Indonesia, maka semakin baik bagi kekuatan ekonomi Indonesia masa mendatang.
Kunci utama untuk terus tumbuh bagi BTPS adalah dengan terus memperbaiki layanan kepada nasabah dengan pola pendampingan yang tepat. Pola pendampingan ini yang mampu melahirkan para Nasabah ultra mikro yang tangguh dan mampu beradaptasi dengan berbagai tantangan.
Sebagai informasi, hingga akhir tahun 2021, BTPS telah melayani kurang lebih 6 juta nasabah dan 4 juta di antaranya merupakan nasabah yang aktif dengan cakupan luas meliputi 241 ribu komunitas yang tersebar di lebih dari 2.600 kecamatan di Indonesia.
Komitmen untuk melayani keluarga produktif prasejahtera tersebut juga dibuktikan oleh BTPS dengan serangkaian strategi organik terutama lewat inisiatif transformasi digital seperti peluncuran aplikasi yang tepat bagi ultra mikro.
Tidak berhenti sampai di situ saja, BTPS juga meluncurkan berbagai platform digital lain yang dapat menunjang kinerja para agennya yang disebut Mitra Tepat, untuk menjangkau dan memberikan akses layanan keuangan inklusif pra-sejahtera lewat sistem keagenannya.
Hingga Desember 2021, ada dua platform digital yang sedang dikembangkan yaitu Mitra Tepat yang telah digunakan oleh lebih dari 500 Mitra Tepat BTPS dan Warung Tepat yang sudah digunakan oleh 200 mitranya dengan nilai transaksi rata-rata Rp 1 juta.
Lewat aplikasi Mitra Tepat, nasabah dan keluarga pra-sejahtera yang masuk kategori segmen ultra mikro tadi dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-harinya seperti membeli makanan dan minuman hingga membayar berbagai tagihan lewat daring.
Selain menjadi solusi bagi nasabah, Mitra Tepat juga bakal meningkatkan kinerja keuangan BTPS dari sisi fee based income nantinya. Ini menjadi sumber pendapatan baru bagi BTPS di kemudian hari.
Layani Keluarga Pra-Sejahtera, Kinerja Keuangan Tumbuh Positif
Kesungguhan BTPS untuk berkontribusi dalam mendorong inklusi keuangan di Tanah Air diganjar dengan pertumbuhan yang positif. Hal ini tercermin dari kinerja keuangan perusahaan yang bertumbuh dengan solid.
Berdasarkan laporan keuangan tahunan 2021, BTPS berhasil menyalurkan pembiayaan murabahah sebesar Rp 10,44 triliun. Nilainya naik 10% yoy dari Rp 9,52 triliun di Desember 2020.
Penyaluran pembiayaan tersebut jauh lebih tinggi daripada pertumbuhan pembiayaan industri perbankan nasional yang hanya naik 5,2% yoy pada 2021.
Dana Pihak Ketiga (DPK) BTPS juga tumbuh dobel digit dengan laju 12% yoy menjadi Rp 10,99 triliun pada periode yang sama, sehingga membuat rasio Financing to Deposit (FDR) berada di level 96,6%.
Berbeda dari bank-bank lain yang Loan to Deposit (LDR) dan FDR yang menurun, fungsi intermediasi perbankan BTPS tetap terjaga di kala kondisi sulit akibat pandemi Covid-19.
BTPS juga sukses membukukan pendapatan syariah setelah bagi hasil (net margin income) sebesar Rp 4,28 triliun atau naik 21% yoy.
Keberhasilan tersebut ditopang oleh pertumbuhan pendapatan penyaluran dana yang meningkat 16% yoy menjadi Rp 4,67 triliun per Desember 2021.
Selain itu, BTPS juga andal dalam mengelola biaya atas financing yang tercermin dari biaya bagi hasil yang tetap rendah di Rp 395 miliar atau 8,45% dari total pendapatan penyaluran dananya. Tentu saja rasio ini menunjukkan betapa BTPS sangat efisien dalam mengelola dana untuk pembiayaannya.
Perlu diketahui juga bahwa BTPS menjadi satu-satunya bank syariah yang sangat fokus dalam menggarap segmen UMKM. Selain itu karena tata kelola aset dan liabilities yang positif, BTPS juga mampu menorehkan kinerja operasional yang efisien. Saat biaya operasional dan wadiah naik 6% yoy, pendapatan margin, operasional tumbuh dobel digit 21% yoy.
Ditambah lagi strategi frontloading provisioning juga membuka ruang untuk penurunan cost of credit (CoC). Tahun lalu biaya provisi BTPS dapat ditekan sebesar 14% yoy menjadi Rp 728 miliar sehingga berdampak pada peningkatan signifikan bottom line BTPS. Semua strategi tersebut membuat laba bersih BTPS menjadi Rp 1,47 triliun pada 2021 dari sebelumnya hanya Rp 855 miliar.
Rasio Keuangan BTPS
Rasio BTPS | 2020 | 2021 |
Earning Asset Yield | 34,1% | 35,4% |
CoF | 5,1% | 3,8% |
Net Margin | 29,9% | 32,3% |
FDR | 98,3% | 96,5% |
NPL | 1,9% | 2,4% |
Sumber : Laporan Keuangan BTPS
Kendati terbilang agresif dalam menyalurkan pembiayaan, rasio pembiayaan macet (Non Performing Financing/NPF) yang berhasil dicapai BTPS masih sangat terjaga.
Hingga akhir tahun 2021 saja NPF BTPS tercatat hanya 2,4% sementara untuk kategori bank umum konvensional dan syariah berada di atas 3% dengan rasio pencadangan yang ample sebesar 283%.
Capaian kinerja keuangan BTPS yang sangat solid juga menjadi cerminan bahwa segmen UMKM jika dikelola di tangan yang tepat akan membuahkan hasil yang sangat memuaskan.
Implementasi Tata Kelola ESG
Bukan hanya kinerja keuangan yang moncer saja, tetapi juga implementasi tata kelola Environment, Social & Good Governance (ESG) yang unggul yang membuat BTPS unggul dari bank lain.
Sejak era pandemi, tren ESG memang meningkat pesat. Fokus utama ESG masih pada permasalahan perubahan iklim.
Namun cakupan ESG sebenarnya sangat luas tidak hanya soal iklim saja tetapi juga pemberdayaan berbasis gender. Dalam hal penyaluran pembiayaan untuk keluarga pra-sejahtera produktif, BTPS memanfaatkan sistem keagenan dan membentuk komunitas ibu-ibu untuk diberdayakan.
Sampai dengan bulan Desember 2021, capaian ESG BTPS mencakup 100% pembiayaan pra-sejahtera produktif dan 100% pembiayaan kepada perempuan.
Misi mulia dalam pemberdayaan perempuan tersebut juga terlihat dari komposisi pegawai atau karyawannya yang didominasi oleh kaum hawa.
BTPS selama ini telah menjadi Bank yang dalam implementasi ESG terutama di bidang pemberdayaan perempuan.
Value yang dipegang erat oleh BTPS tersebut diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi dunia usaha bahwa perempuan juga memiliki peran penting dalam perekonomian.
Riset yang dipublikasikan oleh McKinsey Global Institute menyebutkan jika hingga tahun 2025 PDB dunia bisa naik US$ 12 triliun jika aspek kesetaraan perempuan menjadi fokus utama pembangunan ekonomi.
Fundamental & ESG Solid, Saham BTPS Potensi Cuan?
Fundamental BTPS yang kuat dan praktik ESG yang baik seharusnya membuat saham BTPS menjadi spotlight di pasar. Namun sayangnya harga saham BTPS cenderung downtrend sejak akhir November tahun lalu.
Dengan semua capaian yang berhasil ditorehkan sebenarnya harga saham BTPS di pasar saat ini terbilang murah (undervalued).
Bagaimana bisa?
Menggunakan asumsi konservatif saja jika tahun 2022 pertumbuhan pembiayaan dan DPK bisa di kisaran 10-12%, maka diperoleh nilai buku wajar BTPS di Rp 965/saham.
Itu artinya, saat ini BTPS per 14 Februari 2022 ditransaksikan di 3,65x nilai bukunya menggunakan model valuasi forward Price to Book Value (PBV) dengan harga penutupan di Rp 3.520/saham.
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir rata-rata PBV BTPS berada di 4,58x. Apabila mengacu pada valuasi historisnya serta dikombinasikan dengan valuasi bank syariah lain plus bank yang punya portofolio pembiayaan ultra mikro besar seperti BBRI, maka seharusnya BTPS layak di valuasi premium dari kondisi sekarang dengan PBV 4,5x.
Jika harga wajar per saham BTPS untuk tahun 2022 senilai Rp 965 dan menggunakan PBV 4,5x maka diperoleh nilai intrinsik BTPS berada di Rp 4.343/saham.
Mengacu pada aturan fraksi harga yang ada di bursa diperoleh pembulatan harga wajarnya sebesar Rp 4.350/saham. Ini sebenarnya mengindikasikan kalau harga saham BTPS di pasar terdiskon 24% dari fair value-nya.
Tabel Valuasi BTPS 2022F
Valuation Metric | 2022F |
BVPS (Rp/Share) | 965 |
Blended PBV (X) | 4,5 |
Fair Value (Rp/Share | 4.350 |
Current Price | 3.360 |
Upside Potential | 29 |
Sumber : Kalkulasi Tim Riset
Potensi cuan dari saham BTPS yang mencapai 24% tentu saja menarik. Apalagi jika melihat berbagai aspek seperti prospek pembiayaan ultra mikro yang cerah dan disokong oleh fundamental solid. Secara return pun masih lebih baik dari investasi di instrumen lain seperti deposito yang hanya di kisaran 4-5%, obligasi pemerintah 6-8%.
Berdasarkan berbagai proyeksi analis, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditargetkan mencapai 7.300 untuk tahun ini. Artinya ada peluang upside sebesar 10-11% dari posisi saat ini. Setelah mempertimbangkan valuasi wajarnya berarti saham BTPS masih memberikan excess return berlebih dari pasar sebesar 13-14%.
(bul/bul)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi, Erick Thohir, OJK dan BI Apresiasi Kontribusi BRI