Harga Batu Bara Terbang, Produsen Proyeksi Akan Bertahan

Lalu Rahadian, CNBC Indonesia
02 March 2022 17:26
China Sampai Malaysia Masih 'Kecanduan' Batu Bara RI, Ini Buktinya!
Foto: Infografis/ China Sampai Malaysia Masih 'Kecanduan' Batu Bara RI, Ini Buktinya!/Aristya Rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Kenaikan signifikan harga batu bara akibat konflik di Eropa Timur disinyalir akan berlanjut selama tidak ada investasi baru untuk menambah kapasitas batu bara di dunia. Berdasarkan data per Selasa (1/3), harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) ditutup di angka US$ 305,45/ton.

Angka ini naik 21,45% sekaligus menjadi rekor tertinggi sejak 2008. Dalam sebulan terakhir, harga batu bara 'terbang' 58,68% secara point-to-point.

Direktur dan Sekretaris PT Bumi Resources Tbk (BUMI) Dileep Srivastava mengatakan lonjakan harga batu bara terjadi dalam sebulan terakhir. Menurutnya, kenaikan harga batu bara tidak hanya diakibatkan konflik Eropa Timur, tapi juga karena faktor-faktor lain.

"Tanpa investasi baru untuk menambah produksi batu bara., faktor geo politik (konflik di Eropa Timur, sanksi, belum bisa diandalkannya energi terbarukan, harga gas yang tidak terjangkau, siklus La Nina di Indonesia) dapat membuat harga batu bara tetap tinggi di waktu yang akan datang," kata Dileep kepada CNBC Indonesia, Rabu (2/3/2022).

Prospek peningkatan permintaan baru bara menjadi penopang kenaikan harga komoditas ini. Alasannya, konflik Rusia-Ukraina menyebabkan pasokan gas alam di Eropa terancam.

Dileep berkata, selama ini Rusia dan Ukraina dikenal sebagai negara produsen batu bara besar. Konflik dua negara ini disebutnya bisa membuat negara pengimpor batu bara dari Rusia dan Ukraina mencari alternatif eksportir, sehingga berdampak pada naiknya harga jual batu bara.

"Sayangnya, kenaikan harga minyak bumi dan terjadinya fenomena La Nina membuat produsen tidak mungkin meningkatkan produksi batu bara dalam jangka pendek, dan membuat harga batu yang sudah tinggi sulit untuk turun," ujarnya.

Dileep yakin tren kenaikan harga batu bara dunia akan bertahan setidaknya hingga Mei 2022. Setelah itu, BUMI memperkirakan harga komoditas ini akan berangsur turun selama tidak ada faktor-faktor lain yang bisa mempengaruhinya.

"Prioritas kami tetap mengutamakan penjualan batu bara untuk keperluan domestik dibanding ekspor. Saat ini kami sudah menerima banyak permintaan batu bara dari berbagai negara," ujarnya.

Sebelumnya, Dileep menyebut produksi batu bara BUMI diprediksi terganggu siklus La Nina. Gangguan disinyalir terjadi hingga 3 bulan ke depan.

Akan tetapi, BUMI yakin sepanjang 2022 ini perusahaan bisa memproduksi 85 - 90 juta ton batu bara, naik dari proyeksi produksi batu bara sepanjang 2021 yaitu 78 - 80 juta ton.

"Curah hujan akan menjadi faktor penting yang mempengaruhi kinerja kami. Tapi kami akan memprioritaskan pemenuhan DMO batu bara seperti tahun lalu," katanya.


(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pecah Rekor, BUMI Catat Pendapatan US$ 8,53 Miliar

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular