Dana Asing Tak Terbendung, Karena Dividen Jumbo?

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
02 March 2022 08:10
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Aliran dana asing terus membanjiri bursa saham Tanah Air sejak awal tahun, seiring Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus memecahkan rekor tertinggi anyar.

Hal tersebut tampak mengindikasikan bahwa asing tidak begitu berfokus pada sentimen negatif global sejauh ini, mulai dari rencana kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed), sampai memanasnya invasi Rusia ke Ukraina.

Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), pada Selasa kemarin (1/3/2022), IHSG berakhir menguat 0,48%% di level 6.921,44 yang menjadi level penutupan tertinggi sepanjang sejarah (all time high/ATH).

Sejak awal tahun ini, IHSG tercatat sudah belasan kali sukses menembus level penutupan tertinggi sepanjang masa. Sepanjang bulan lalu saja, indeks acuan saham nasional tersebut telah sebanyak 16 kali sukses menembus rekor tertinggi baru.

Alhasil, sejak awal tahun atawa secara year to date (ytd), IHSG sudah menguat 5,17%.

Praktis, IHSG menjadi indeks saham acuan paling moncer sepanjang tahun ini di kawasan ASEAN, bahkan Asia-Pasifik, mengalahkan indeks Strait Times Singapura di peringkat kedua yang sudah naik 4,61% secara ytd.

Seiring dengan melejitnya IHSG, dana asing pun terus mengalir ke pasar domestik.

Kemarin, asing tercatat melakukan beli bersih (net buy) Rp 1,28 triliun di pasar reguler dan Rp 421, 28 miliar di pasar negosiasi dan pasar tunai.

Sejak awal tahun (ytd), asing sudah mencatatkan net buy Rp 25,16 triliun di pasar reguler.

Bahkan, kala IHSG anjlok 1,5%--bersamaan dengan 'terbakarnya' bursa saham global-pada Kamis pekan lalu (24/2) seiring kabar Rusia menginvasi Ukraina, asing tetap memborong saham emiten RI dengan nilai Rp 821 miliar di pasar reguler dan Rp 881 miliar di pasar nego & tunai.

Katalis Positif Masuknya Asing

Kendati sentimen negatif di atas, mulai dari rencana kenaikan suku bunga The Fed sampai memanasnya situasi di Ukraina akibat serangan Rusia, dalam taraf tertentu turut mempengaruhi pergerakan IHSG dan ekonomi RI secara umum, ada sejumlah katalis positif yang turut mendorong asing untuk masuk ke bursa saham RI.

Pertama, mengenai outlook ekonomi Indonesia yang diperkirakan membaik setelah terdampak pagebluk Covid-19 sejak 2020.

Proyeksi pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 mengasumsikan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2%. Sementara Bank Indonesia (BI) memperkirakan PDB Tanah Air tahun ini tumbuh di kisaran 4,7-5,5% dengan titik tengah 5,1%.

Sementara, Faisal Rachman, Ekonom Bank Mandiri, memperkirakan ekonomi Indonesia pada 2022 akan tumbuh 5,17%. Pertumbuhan ekonomi akan ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan investasi yang semakin kuat seiring pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

"Namun bukan berarti tidak ada risiko. Normalisasi kebijakan moneter dunia dan ketidakpastian mengenai pandemi Covid-19, terutama dengan hadirnya varian baru, merupakan risiko terbesar," sebut Faisal dalam risetnya, dikutip CNBC Indonesia (5/2/2022).

Adapun, untuk keseluruhan 2022, konsensus pasar meramalkan pertumbuhan ekonomi RI dengan nilai median proyeksi berada di 5%, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi tahun lalu.

Asal tahu saja, ekonomi Indonesia yang diukur dari Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh 3,69% pada 2021. Angka tersebut membaik ketimbang 2020 yang -2,07%.

Kedua, berkaitan dengan poin pertama, analis menilai valuasi saham RI masih menarik.

Ekonom MNC Sekuritas Tirta Citradi menjelaskan, "Ini [masuknya dana asing ke bursa saham RI] menunjukkan bahwa confidence [kepercayaan diri] asing terhadap Indonesia masih baik," katanya saat dihubungi CNBC Indonesia, Senin (28/2).

Tirta juga menambahkan bahwa salah satu pemicu mengapa asing mau memborong saham domestik karena persoalan valuasi yang menarik dan outlook ekonomi Indonesia yang masih solid di tahun ini.

"Kita harus lihat ya, kita gunakan saja AS sebagai proxy, di tahun 2021 harga saham-saham AS sudah naik kencang. Valuasinya jadi premium, beda dengan Indonesia. Walaupun memberikan return 10% di tahun 2021, tetapi valuasinya masih oke dan fair," lanjutnya.

Lanjutkan membaca di halaman berikutnya >>>

Ketiga, soal perbedaan komposisi sektor saham antara, misalnya AS dan Indonesia. Ini berkaitan dengan dampak pengetatan kebijakan moneter a la The Fed terhadap pasar saham dan emiten.

"Di AS saham-saham big cap-nya didominasi oleh tech, kalau di Indonesia masih bank," kata Tirta.

Ia melanjutkan, "Saham-saham tech sangat sensitif terhadap siklus kebijakan moneter, sementara saham bank dengan adanya outlook kenaikan suku bunga acuan bisa diuntungkan.

"Apalagi untuk kasus Indonesia tren yang terjadi sekarang dana murah (CASA) bank itu semakin kuat sehingga biaya dana bisa turun drastis (CoF). Kalau suku bunga acuan naik, suku bunga kredit juga naik maka yield dari loan bisa terungkit walau transmisinya butuh waktu. Namun dengan prospek penyaluran kredit yang bisa lebih tinggi tahun ini, maka profitabilitas bank juga bisa terdongkrak," jelas Tirta.

Keempat, kinerja perbankan kakap yang solid sepanjang 2021 turut membuat investor, termasuk asing, berharap pembagian dividen jumbo. (Lihat 2 grafik di bawah ini).

"Dengan kinerja solid di 2021, ada ekspektasi dividen yang dibayarkan meningkat jadi ini cocok untuk investor asing yang kebanyakan institusi yang berorientasi jangka panjang serta tidak hanya memburu capital gain tetapi juga kualitas dari aset yang tercermin dari pembayaran dividen," beber Tirta.

Ambil contoh PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) baru saja mengumumkan akan membagikan dividen tahun buku 2021 sebesar 85% dari laba bersih atau tepatnya Rp 26,4 triliun yang akan dibagikan ke pemegang saham.

"Dividen yang akan dibagikan sekurangnya ekuivalen Rp 174,23 per lembar saham dan ini meningkat signifikan, meningkat 76,17% dibanding dividen per lembar saham di 2020 sebesar Rp 98,9 per lembar," ujar Direktur Utama BRI Sunarso usai menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST), Selasa (1/3/2022).

Tabel 1. Kinerja Empat Bank Besar RI pada 2021

Nama Bank

Pendapatan Bunga Bersih 2021

% Pendapatan Bunga Bersih (YoY)

Laba Bersih 2021

% Laba Bersih (Yoy)

Bank Negara Indonesia (BBNI)

Rp 37.86 T

11.71

Rp 10.68 T

288.36

Bank Mandiri (BMRI)

Rp 53.96 T

15.27

Rp 25.41 T

79.58

Bank Rakyat Indonesia (BBRI)

Rp 95.82 T

27.50

Rp 32.21 T

75.53

Bank Central Asia (BBCA)

Rp 52.78 T

3.31

Rp 31.41 T

19.52

Sumber: Laporan Keuangan Emiten di BEI | *Berdasarkan kinerja keuangan individual (bank only)

Tabel 2. Data Historis Pembagian Dividen 5 Bank Besar sejak 2018

Emiten Bank

Dividen/Saham 2020

Div. Yield 2020

Div./Saham 2019

Div. Yield 2019

Div./Saham 2018

Div. Yield 2018

Bank Mandiri

Rp 220.27

3.30%

Rp 353.31

4.81%

Rp 241

3.13%

BRI

Rp 98.90

2.30%

Rp 168.11

3.66%

Rp 132.17

3.35%

BCA

Rp 530

1.70%

Rp 555

1.70%

Rp 340

1.21%

BNI

Rp 44.02

0.76%

Rp 206.24

2.94%

Rp 201.28

2.34%

Sumber: Diolah dari sejumlah sumber

Asal tahu saja, menurut data Refinitiv, sektor jasa keuangan menyumbang sekitar 41% dari total kapitalisasi pasar (market cap) IHSG.

Adapun, market cap 4 emiten bank kakap RI-BRI, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA)--mencapai sekitar 25% dari total kapitalisasi pasar IHSG. Ini menunjukkan pengaruh saham besar bank kakap RI tersebut terhadap pergerakan IHSG.

Namun, Tirta juga memberi catatan khusus. Dia bilang, banjir dana asing ke Indonesia terutama ke aset portofolio sifatnya temporer jadi sangat sensitif dan mungkin bisa kembali keluar apabila risiko-risiko tadi meningkat dan kinerja keuangan emiten di bawah ekspektasi. Sebagai tambahan, sedikit disinggung di atas, Faisal juga mengatakan, normalisasi kebijakan moneter dunia dan ketidakpastian soal pagebluk tetapi menjadi risiko terbesar untuk ekonomi RI.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cek Gan! Ini 5 Saham Idola Asing selama Awal 2022

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular