Andai Tidak Perang, IHSG Mungkin Ada di Peringkat Satu Asia
Jakarta, CNBC Indonesia - Meskipun ada ancaman Perang Dunia III dan stagflasi di AS, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru mencatatkan kinerja yang ciamik sepanjang 2022.
Secara year to date (ytd), IHSG terpantau menguat 4,36%. Beberapa kali bahkan IHSG menorehkan sejarah baru dengan mencetak rekor All Time High (ATH).
Pada 23 Februari 2022, IHSG ditutup di level 6.920,06 dan menjadi level closing tertinggi sejak bursa saham berdiri dimana level ATH IHSG berada di angka 6.929,91.
Jika dibandingkan dengan kinerja bursa saham lain di kawasan Asia, pasar saham domestik menduduki peringkat kedua setelah indeks Straits Times Singapura yang menguat 5%.
Sementara itu di posisi ketiga ada bursa saham Malaysia dengan indeks KLCI yang tercatat terapresiasi 3% pada periode yang sama.
Nasib apes harus dialami bursa saham China, Jepang dan Korea Selatan. Ketiganya malah terkoreksi masing-masing 4%, 6% dan hampir 11%.
Berikut ini adalah rekapitulasi kinerja indeks saham acuan beberapa bursa saham utama kawasan Benua Kuning :
Negara | Return |
Singapura | 4.99% |
Indonesia | 4.36% |
Malaysia | 3.02% |
Thailand | 1.61% |
Vietnam | 0.88% |
Hong Kong | -1.38% |
Filipina | -1.67% |
Taiwan | -3.27% |
India | -3.37% |
China | -4.05% |
Jepang | -6.14% |
Korea Selatan | -10.57% |
Performa yang apik dari IHSG tak luput dari banjir dana asing yang masuk ke bursa domestik. Secara ytd, net buy asing di seluruh pasar mencapai Rp 23,54 triliun.
Tiga saham bank kakap big cap dan bobot besar terhadap indeks yaitu BBCA, BBRI dan BBNI ketiganya menikmati inflow dana asing jumbo.
Data perdagangan mencatat saham BBRI dibeli oleh asing senilai Rp 4,2 triliun sepanjang 2022. Nilai kapitalisasi pasar BBRI pun naik 10,71%.
Di posisi kedua ada emiten perbankan milik Group Djarum siapa lagi kalau bukan BBCA yang dibeli asing secara bersih senilai Rp 3,8 triliun dan harganya naik 10,27%.
Terakhir ada saham yang sukses menaikkan laba bersih hingga 3x pada 2021 yakni BBNI. Asing net buy BBNI sebesar Rp 3 triliun dan harga sahamnya naik 18,52%.
Apresiasi saham berkapitalisasi pasar besar tersebut mampu mendorong penguatan indeks sehingga sempat menyentuh level ATH.
Berbeda dengan saham-saham AS yang didominasi oleh saham teknologi dengan market cap jumbo, di Indonesia saham-saham bank kakap masih paling dominan.
Saham bank kakap yang masuk kategori KBMI IV versi OJK ini dikenal sebagai saham blue chip. Selain itu saham bank juga menjadi proxy bagi kondisi perekonomian.
Prospek penyaluran kredit dan potensi peningkatan laba bersih perbankan di tahun 2022 membuat investor asing agresif dalam mengkoleksi saham-saham ini.
Outlook perekonomian yang positif dan stabilitas makro yang teruji juga membuat kepercayaan investor asing terhadap bursa saham domestik meningkat meskipun ada badai yang melanda dunia yakni, inflasi yang tinggi, tensi geopolitik yang terus meningkat dan berpotensi memicu Perang Dunia III hingga munculnya varian Covid-19 yang baru.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)