Pasar Finansial Rusia Alami "Malapetaka", Bitcoin Cs Nyusul?
Jakarta, CNBC Indonesia - Ramalan mantan wakil gubernur Bank Sentral Rusia terbukti. Pasar keuangan Negeri Beruang Merah mengalami "malapetaka" pada perdagangan Senin (28/2/2022) waktu setempat. Hal tersebut membuat analis memperkirakan aset kripto yang di bulan ini juga tertekan akan kembali jeblok.
Melansir data Refinitiv, bitcoin pada pukul 18:02 WIB diperdagangkan di kisaran US$ 38.417/koin. Sepanjang bulan ini hingga di level tersebut bitcoin stagnan dari posisi akhir bulan Januari. Meski demikian, mata uang kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar ini berfluktuasi sepanjang bulan ini, sempat melesat ke kisaran US$ 45.855/koin, dan jeblok ke US$ 34.320/koin.
Sebelum bulan ini, bitcoin sudah merosot dalam tiga bulan beruntun. Bitcoin yang digadang-gadang sebagai emas digital nyatanya tidak berperilaku seperti aset safe haven tersebut.
Saat Rusia melancarkan serangan pertama ke Ukraina, bitcoin malah jeblok ke kisaran US$ 34.000/koin.
"Kondisi bitcoin masih volatil, dan level US$ 40.000 masih menjadi resisten. Kecuali level tersebut bisa dilewati dengan meyakinkan, bitcoin kemungkinan akan kembali turun ke rentang saat ini bahkan lebih ke US$ 30.000/koin dalam jangka pendek masih bisa terjadi," kata Mikkel Morch selaku direktur eksekutif di Fund ARK36, sebagaimana dilansir Forbes, Minggu (28/2/2022).
Hal senada juga diungkapkan oleh Alex Kuptsikevich, analis keuangan senior di FxPro. Ia bahkan mengatakan jika situasi di Ukraina semakin tereskalasi, maka bitcoin bisa jeblok ke bawah US$ 30.000/koin.
"Jika situasi di Ukraina memburuk, bitcoin kemungkinan akan jeblok ke bawah US$ 30.000/koin sebab investor akan beralih ke aset defensif," kata Kuptsikevich.
Seperti diketahui, Rusia melancarkan invasi ke Ukraina sejak Kamis lalu. Alhasil, Amerika Serikat dan negara-negara barat lainnya menjatuhkan sanksi ekonomi.
Salah satu sanksi yang diberikan, yakni Rusia dikeluarkan dari jejaring informasi perbankan internasional yang dikenal sebagai SWIF (Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication), yakni semacam platform jejaring sosial bagi bank. Lewat SWIFT, bank-bank di dunia yang tergabung di dalamnya dapat bertukar informasi tentang pergerakan uang.
SWIFT kini sudah mengkoneksikan lebih dari 11 ribu institusi keuangan di lebih dari 200 negara sehingga transaksi keuangan antar negara dapat dilaksanakan.
Sergei Aleksashenko selaku mantan wakil gubenur Bank Sentral Rusia menyebutkan pasar finansial negaranya mengalami malapetaka akibat dikeluarkan dari SWIFT.
"Itu berarti akan ada malapetaka di pasar mata uang Rusia pada hari Senin," kata Aleksashenko kepada Reuters, Minggu kemarin.
Benar saja, mata uang rubel Rusia langsung ambruk 30% ke atas RUB 110/US$ yang merupakan rekor terlemah sepanjang sejarah.
Ambruknya rubel tersebut membuat Bank Sentral Rusia mengambil langkah ekstrem dengan menaikkan suku bunga menjadi 20% dari sebelumnya 9,5%.
"Dampak situasi eksternal terhadap perekonomian Rusia telah berubah drastis. Kenaikan suku bunga acuan akan membuat suku bunga simpanan berada di level yang memadai untuk menutup risiko depresiasi kurs dan inflasi," sebut keterangan tertulis Bank Sentral Rusia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)