
Ada Ancaman Perang Dunia III, IHSG Cetak Rekor di Februari

Jakarta, CNBC Indonesia - Bulan Februari menjadi bulan baik bagi pasar saham domestik. Di sepanjang bulan kedua tahun 2022 ini, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan kinerja yang positif.
Terhitung sejak 1-25 Februari 2022, IHSG berhasil mengalami penguatan sebesar 3,8%. Tidak hanya itu, indeks juga beberapa kali mencatatkan rekor tertingginya dalam sejarah berdasarkan level penutupan.
Tepat pada 23 Februari 2022, IHSG berhasil mengukir sejarah baru dan berakhir di level 6.920,06 yang menjadi level penutupan tertinggi dalam sejarah dimana level All Time High berada di angka 6.929,91.
Bersamaan dengan penguatan IHSG tersebut, investor asing juga terpantau membukukan net buy jumbo di pasar ekuitas domestik.
Secara kumulatif di bulan Februari, pasar saham domestik berhasil mencatatkan inflow sebesar Rp 17,4 triliun.
Secara rinci, asing net buy sebesar Rp 1,55 triliun di minggu pertama bulan Februari. Kemudian di pekan kedua net buy asing meningkat pesat menjadi Rp 7,64 triliun.
Inflow berlanjut di pekan ketiga dengan asing net buy sebesar Rp 3,79 triliun. Terakhir di pekan keempat asing net buy sebesar Rp 4,42 triliun.
Memang secara eksternal sentimen sedang kurang mendukung. Dua sentimen penggerak pasar utama di bulan Februari adalah kebijakan moneter the Fed dan juga tensi geopolitik Russia-Ukraina.
Inflasi di AS yang terus meningkat tajam bahkan sampai ke level tertinggi dalam 4 dekade dikhawatirkan membuat ekonomi Paman Sam akan kembali mengalami stagflasi.
Bank sentralnya yaitu the Fed pun mulai mengambil langkah kebijakan moneter yang ketat. Pelaku pasar mulai mengantisipasi bahwa the Fed bisa menaikkan suku bunga lebih dari 4x tahun ini dan mulai di bulan Maret nanti.
Selain itu, hubungan Russia dan Ukraina yang memanas juga membuat pasar khawatir Perang Dunia III (PD III) akan meletus. Harga aset keuangan global bergerak volatil.
Pemburukan sentiment juga dibarengi dengan perluasan penyebaran varian Covid-19 Omicron yang memicu gelombang keempat secara global dan dikhawatirkan bakal mengganggu produksi dan rantai pasok.
Harga komoditas seperti minyak mentah, batu bara, CPO hingga gandum membumbung tinggi. Sementara saham dan token kripto melemah cukup dalam.
Investor tampak memburu aset-aset minim risiko atau safe haven. Biasanya ketika the Fed akan memulai siklus pengetatan dan tensi geopolitik meningkat, asing akan menarik dana dari pasar negara berkembang yang membuat harga aset keuangannya dan nilai tukarnya jatuh.
Namun hal itu tidak terjadi di Indonesia terutama untuk pasar saham domestik. Inflow besar-besaran justru terjadi.
Hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor. Pertama adalah ekonomi Indonesia yang solid. Setidaknya hal ini tercermin dari tingkat inflasi di Indonesia yang walau meningkat sejak kuartal IV 2021 namun tetap berada di kisaran target pemerintah di 2%.
Kemudian selain itu, berbeda dengan bursa saham global seperti Wall Street misalnya yang sudah melesat tajam di 2021, IHSG cenderung lagging dan memberikan valuasi yang menarik.
Apalagi saham-saham big cap terutama bank kakap membukukan kinerja yang ciamik. Laba bank-bank besar dengan nilai kapitalisasi terbesar cenderung naik dobel digit melebihi ekspektasi para analis sehingga memicu terjadinya inflow dan mengangkat kinerja IHSG.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sempat Dibuka Hijau, IHSG Sempat Sentuh Rekor Lagi