Rusia-Ukraina Perang, Ini Alasan Asing Getol Borong Saham RI
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup terkoreksi tipis 0,07% di sepanjang pekan lalu. Di tengah berbagai sentimen negatif seputar konflik Rusia-Ukraina, investor asing terpantau getol memborong saham-saham domestik.
Data Bursa Efek Indonesia (IDX) mencatat investor asing melakukan aksi beli saham senilai Rp 31,13 triliun pada periode 21-25 Februari 2022.
Pada saat yang sama, asing menjual saham-saham RI senilai Rp 26,71 triliun. Artinya secara neto asing masih mencatatkan net buy sebesar Rp 4,42 triliun di pekan lalu saja. Di pasar reguler asing bahkan asing tercatat net buy sebesar Rp 4,55 triliun
Bahkan angka net buy ini terus menanjak meski Rusia memulai aksi invasinya ke Ukraina di mana tercatat di hari Jumat asing menutup pekan dengan melakukan aksi borong Rp 1,5 triliun.
Pasar saham domestik justru kebanjiran dana asing saat perang sedang berkecamuk. Rusia resmi menginvasi Ukraina dan perkembangan terbaru menunjukkan bahwa ibu kota Ukraina Kyiv sudah diserbu bala tentara Negeri Beruang Merah.
Dalam kondisi kisruh seperti sekarang, wajarnya investor akan cenderung melepas aset-aset berisiko seperti saham terutama di negara berkembang.
Namun kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. Asing malah getol sekali memborong saham-saham RI. Pada periode 21-23 Februari sebelum perang meletus, asing net buy di pasar reguler mencapai Rp 2,36 triliun.
Kemudian pada saat invasi Rusia ke Ukraina dimulai hingga perdagangan berakhir pada Jumat (25/2/2022), asing terpantau net buy Rp 2,19 triliun di pasar reguler.
Pada perdagangan hari terakhir pekan lalu, asing malah net buy di pasar reguler mencapai Rp 1,44 triliun.
Melihat perkembangan tersebut, ekonom MNC Sekuritas Tirta Citradi memberikan komentarnya. "Ini menunjukkan bahwa confidence asing terhadap Indonesia masih baik," katanya saat dihubungi CNBC Indonesia.
Tirta juga menambahkan bahwa salah satu pemicu mengapa asing mau memborong saham domestik karena persoalan valuasi yang menarik dan outlook ekonomi Indonesia yang masih solid di tahun ini.
"Kita harus lihat ya, kita gunakan saja AS sebagai proxy, di tahun 2021 harga saham-saham AS sudah naik kencang. Valuasinya jadi premium, beda dengan Indonesia. Walaupun memberikan return 10% di tahun 2021, tetapi valuasinya masih oke dan fair," lanjutnya.
Tidak sampai di situ saja Tirta juga menuturkan perbedaan struktur dominasi saham di AS dan Indonesia sebagai contoh. "Di AS saham-saham big cap-nya didominasi oleh tech, kalau di Indonesia masih bank."
"Saham-saham tech sangat sensitif terhadap siklus kebijakan moneter, sementara saham bank dengan adanya outlook kenaikan suku bunga acuan bisa diuntungkan," tuturnya.
"Apalagi untuk kasus Indonesia tren yang terjadi sekarang dana murah (CASA) bank itu semakin kuat sehingga biaya dana bisa turun drastis (CoF). Kalau suku bunga acuan naik, suku bunga kredit juga naik maka yield dari loan bisa terungkit walau transmisinya butuh waktu. Namun dengan prospek penyaluran kredit yang bisa lebih tinggi tahun ini, maka profitabilitas bank juga bisa terdongkrak."
Menurut Tirta faktor kinerja perbankan yang solid di 2021 dan outlook yang masih positif di 2022 yang membuat saham-saham bank kakap diburu oleh asing hingga triliunan rupiah.
"Dengan kinerja solid di 2021, ada ekspektasi dividen yang dibayarkan meningkat jadi ini cocok untuk investor asing yang kebanyakan institusi yang berorientasi jangka panjang serta tidak hanya memburu capital gain tetapi juga kualitas dari aset yang tercermin dari pembayaran dividen," ungkap Tirta.
Dari sisi makro Tirta juga menyoroti berbagai faktor fundamental yang turut mendukung kepercayaan investor asing mulai dari inflasi yang tetap terjaga hingga dampak dari kenaikan harga komoditas global.
Itulah beberapa alasan mengapa asing getol masuk ke saham-saham domestik meskipun perang tengah berkecamuk.
Namun Tirta juga memberi catatan. Banjir dana asing ke Indonesia terutama ke aset portofolio sifatnya temporer jadi sangat sensitif dan mungkin bisa kembali keluar apabila risiko-risiko tadi meningkat dan kinerja keuangan emiten di bawah ekspektasi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/vap)