Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi Thailand kembali tumbuh pada kuartal keempat tahun lalu, tumbuh 1,9% secara year-on-year (yoy).
Rebound ini terjadi lebih cepat dari yang diharapkan disokong oleh ekspor yang kuat dan pemulihan aktivitas domestik menyusul pelonggaran pembatasan sosial dan kembali dibukanya perbatasan untuk pengunjung asing.
Pemerintah mempertahankan prospek pertumbuhan ekonomi pada 3,5% - 4,5%, dengan proyeksi dampak terbatas dari varian Omicron, permintaan domestik yang lebih kuat, pemulihan pariwisata dan dukungan berkelanjutan dari ekspor dan investasi publik.
Pada tahun 2021, ekonomi Thailand tumbuh 1,6%, salah satu yang paling lambat di Asia Tenggara, setelah kontraksi 6,1% pada tahun 2020.
Namun ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara itu tumbuh 1,8% (qtq) yang disesuaikan secara musiman pada kuartal terakhir tahun lalu dari tiga bulan sebelumnya berdasarkan data dari Dewan Pembangunan Ekonomi dan Sosial Nasional (National Economic and Social Development Council/NESD).
Kenaikan ini melampaui perkiraan peningkatan 1,4% dalam jajak pendapat Reuters.
Sementara itu, secara tahunan (year-on-year/yoy) produk domestik bruto (PDB) Thailand tumbuh 1,9% pada Oktober-Desember.
Berdasarkan indikator yang ada ekonomi kemungkinan akan berkinerja baik pada kuartal pertama tahun ini, tetapi ada beberapa tekanan inflasi, kepala NESDC Danucha Pichayanan mengatakan pada konferensi pers.
"Pendorong utama adalah ekspor dan pencairan fiskal, dengan pariwisata dan konsumsi domestik menambah dukungan," katanya, dilansir CNBC Internasional.
Ekspor menjadi pendorong utama pertumbuhan Thailand, melonjak 21,3% pada kuartal terakhir dari tahun sebelumnya sementara konsumsi swasta naik 0,3%. Ada sekitar 340.000 wisatawan mancanegara (wisman) pada kuartal IV 2021, naik dari 45.000 pada tiga bulan sebelumnya.
Thailand memulai kembali membebaskan karantina bagi turis asing bulan ini untuk membantu menghidupkan kembali sektor pariwisata vitalnya, yang biasanya menyumbang sekitar 12% dari PDB.
Badan perencanaan negara mengharapkan kedatangan 5,5 juta wisatawan pada 2022, naik dari perkiraan 5 juta pada November. Tapi angka tersebut masih masih jauh di bawah 40 juta turis asing pada 2019, menunjukkan pemulihan ekonomi akan lambat dan tidak merata.
Miliaran dolar bantuan untuk menghidupkan kembali ekonomi telah dilakukan dengan bank sentral mempertahankan suku bunga utamanya tidak berubah pada rekor terendah 0,50% sejak Mei 2020.
Perekonomian Bali di tahun 2021 diperkirakan membaik secara terbatas seiring masih lemahnya prospek pariwisata global akibat masih berlakunya pembatasan perjalanan di sejumlah negara di tengah vaksinasi dan perbaikan ekonomi global yang masih belum merata.
Di samping itu, munculnya varian Delta pada pertengahan tahun 2021 juga ikut menahan jalur perbaikan.
Ekonomi Bali tercatat masih mengalami kontraksi 0,51% secara tahunan (yoy) pada kuartal IV 2021 dari periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu dari kuartal sebelumnya tercatat tumbuh 4,52% (qtq).
Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi tercatat pada lapangan usaha Kategori D (Pengadaan Listrik dan Gas) sebesar 10,62% dengan kontribusi terbesar masih didominasi oleh Kategori I (Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum) sebesar 16,66%.
Sementara dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi tercatat pada Komponen Ekspor Luar Negeri sebesar 20,48% dan kontribusi terbesar tercatat pada Komponen Konsumsi Rumah Tangga yaitu 55,55%.
Lambatnya pemulihan ekonomi Bali jika dibandingkan dengan Thailand salah satunya karena sektor pariwisata berkontribusi jauh lebih besar bagi ekonomi di Bali daripada negara tetangga tersebut. Pra-pandemi pariwisata menyumbang lebih dari setengah ekonomi pulau Dewata.
Dari tahun 2000 hingga 2019, data BPS menunjukkan pengunjung asing meningkat lebih dari empat kali lipat menjadi 6,3 juta di pulau berpenduduk sekitar empat juta orang tersebut. Secara nasional pada periode yang sama jumlah pengunjung asing hanya meningkat tiga kali lipat.
Sebelum pandemi satu dari tiga wisman yang masuk ke Indonesia memilih untuk berlibur di Bali.
Akan tetapi angka kedatangan di Bali turun 83% menjadi hanya 1,07 juta, sebelum kembali ambles menjadi nyaris tidak ada kunjungan sama sekali tahun 2021. Data BPS Bali menunjukkan total terdapat 51 kunjungan wisman di Bali tahun 2021, dibandingkan dengan 1,56 juta pengunjung asing secara nasional.
Akibat pandemi, diperkirakan setidaknya 700.000 orang di Bali kehilangan pekerjaan, dirumahkan atau mengalami pengurangan jam kerja.
Meski masih tertekan, Bank Indonesia memperkirakan pada tahun 2022, perekonomian Bali akan membaik didukung oleh perbaikan pariwisata dan pulihnya perekonomian global secara luas.
Ekonomi Bali pada tahun ini diperkirakan tumbuh pada kisaran 5-7%. Dari sisi pengeluaran, perbaikan ekonomi didorong oleh investasi, konsumsi rumah tangga dan ekspor.
Dari sisi lapangan usaha (LU), perbaikan terutama didorong oleh LU transportasi, LU akomodasi makanan dan minuman, LU perdagangan dan LU konstruksi.
Sementara itu, inflasi pada tahun 2022 juga diperkirakan meningkat berada di kisaran sasaran inflasi nasional 2-4% (yoy), sejalan dengan perbaikan perekonomian Bali.
Optimisme tersebut juga didorong oleh tingkat vaksinasi yang tinggi di Bali, hanya kalah dari pusat ekonomi Jakarta.
Data Kementerian Kesehatan mencatat tingkat vaksinasi dosis 2 di Bali mencapai 104% dari target. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari Thailand yang secara nasional baru sekitar 70% warganya yang terinokulasi penuh.
Akan tetapi jika tahun lalu Thailand telah menerima kunjungan mancanegara, pemerintah baru akan membuka akses bagi wisman ke Bali pada tahun ini.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno dalam keterangan pers mingguan Senin (21/2) kemarin mengatakan tiga maskapai asing akan membuka penerbangan ke Bali. Ketiganya adalah KLM Royal Dutch dari Belanda, Scott Tigerair dari Singapura dan Jetstars Airways dari Australia.
Sebelumnya Singapore Airlines telah melakukan penerbangan langsung ke Bali pada Rabu (16/2) pekan lalu dengan memboyong 462 penumpang.
Baru-baru ini kepada CNBC Indonesia TV Gubernur Bali, Wayan Koster memastikan kesiapan Bali untuk menerapkan aturan bebas karantina bagi wisatawan turis asing didukung penerapan prokes dan CHSE (Cleanliness, Health, Safety atau keamanan dan Environment Sustainability) yang ketat.
Meski demikian, ancaman dari varian Omicron dan pemulihan ekonomi secara global masih membayangi pemulihan pariwisata Bali menambah jalur terjal bagi Bali untuk menggaet wisman agar bisa kembali meningkatkan ekonomi lokal dan jumlah pengunjung ke level pra-pandemi.
TIM RISET CNBC INDONESIA