Rusia-Ukraina Mau Perang, Saham Hingga Gandum Bergejolak

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah ditekan oleh pandemi, tersendatnya rantai pasokan, dan lonjakan harga yang menyebabkan inflasi tinggi, ekonomi global bersiap akan hantaman baru buah dari bentrokan bersenjata di perbatasan Eropa.
Pasar saham Rusia, rubel, bursa Eropa dan Asia jatuh sementara harga minyak dan beberapa komoditas logam naik karena investor khawatir terhadap eskalasi antara Moskow dan Barat.
Pasar saham AS libur Senin (21/2) kemarin untuk merayakan Hari Presiden, setelah pekan lalu terkoreksi karena ancaman invasi ke Ukraina dan jalur kebijakan moneter yang tidak pasti. Kontrak berjangka untuk S&P 500 turun hampir 1,3% pada hari Senin, sementara kontrak untuk Nasdaq 100 yang berfokus pada teknologi turun 1,9% dan kontrak berjangka untuk Dow Jones Industrial Average turun 0,9%.
Stoxx Europe 600 pan-continental turun 1,3%. MOEX, indeks saham acuan Rusia, jatuh 10,5%-penurunan persentase harian terbesar sejak Maret 2014 selama invasi Rusia ke Krimea.
Selasa (22/2) pagi ini bursa Asia dibuka berjatuhan dengan indeks Nikkei (Jepang) dibuka ambles 1,54%, Hang Seng (Hong Kong) ambruk 2,28%, Shanghai Composite (China) merosot 0,78%, Straits Times (Singapura) terkoreksi 0,58%, dan KOSPI (Korea Selatan) ambrol 1,7%. Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak di zona merah pagi ini setelah dibuka turun 0,25%.
Hryvnia Ukraina dan rubel Rusia memperpanjang penurunan terhadap dolar setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan Senin malam bahwa dia akan mengakui kemerdekaan dua wilayah Ukraina yang memisahkan diri. Rubel turun 3,4% terhadap dolar, sedangkan hryvnia turun 1%.
Minyak mentah Brent yang menjadi acuan internasional, naik 2% menjadi US$ 95,39 per barel. Sedangkan harga emas, yang baru-baru ini melonjak karena investor mencari aset yang aman, kembali naik.
Investor khawatir bahwa perang antara Ukraina dan Rusia dapat memperpanjang kenaikan inflasi di negara maju dengan mengganggu pasokan komoditas penting. Rusia adalah salah satu pemasok minyak terbesar di dunia, pengekspor gandum nomor satu serta produsen logam utama. Ukraina adalah pemasok utama jagung dan gandum dunia.
Eropa memperoleh hampir 40% gas alam dan 25% minyaknya dari Rusia, kemungkinan akan dilanda lonjakan tagihan pemanas dan gas, yang bahkan sejatinya saat ini juga sudah melonjak. Cadangan gas alam kurang dari sepertiga kapasitasnya, dengan beberapa minggu cuaca dingin masih di depan mata.
Kemudian ada harga pangan, yang telah naik ke level tertinggi dalam lebih dari satu dekade akibat kekacauan rantai pasokan selama pandemi, menurut laporan PBB baru-baru ini. Rusia adalah pemasok gandum terbesar di dunia, dan bersama dengan Ukraina, menyumbang hampir seperempat dari total ekspor global. Untuk beberapa negara, ketergantungannya jauh lebih besar. Aliran gandum itu berkontribusi lebih dari 70% total impor gandum Mesir dan Turki.
Hal ini tentu akan semakin membebani Turki, yang sudah berada di tengah krisis ekonomi dan berjuang dengan inflasi yang mendekati 50%, dengan melonjaknya harga makanan, bahan bakar, dan tagihan listrik.
Ukraina, yang telah lama dikenal sebagai "keranjang roti Eropa", mengirimkan lebih dari 40% ekspor gandum dan jagungnya ke Timur Tengah atau Afrika, di mana ada kekhawatiran bahwa kekurangan pangan dan kenaikan harga lebih lanjut dapat memicu kerusuhan sosial.
Lebanon, misalnya, yang saat ini mengalami salah satu krisis ekonomi paling dahsyat dalam lebih dari satu abad, memperoleh lebih dari setengah gandumnya dari Ukraina, yang juga merupakan pengekspor minyak nabati utama di dunia seperti minyak bunga matahari dan rapeseed.
Hal lain yang juga memicu ketakutan inflasi adalah kemungkinan kekurangan pasokan logam esensial seperti paladium, aluminium dan nikel, menciptakan gangguan lain pada rantai pasokan global yang sudah menderita akibat pandemi, blokade pengemudi truk di Kanada dan kelangkaan chip semikonduktor.
Harga paladium yang digunakan dalam sistem pembuangan otomotif, ponsel dan bahkan tambalan gigi, telah melonjak dalam beberapa pekan terakhir karena kekhawatiran bahwa Rusia, pengekspor logam terbesar di dunia, dapat terputus dari pasar global. Harga nikel, yang digunakan untuk membuat baja dan baterai mobil listrik, juga melonjak.
Berbagai skenario mulai dari yang ringan hingga yang parah dapat terjadi. Dampak pada kelas pekerja hingga pedagang Wall Street sangat bergantung pada bagaimana invasi terjadi: apakah pasukan Rusia tetap berada di dekat perbatasan atau menyerang ibu kota Ukraina, Kyiv; apakah pertempuran berlangsung selama berhari-hari atau berbulan-bulan; sanksi Barat macam apa yang dijatuhkan; dan apakah Putin merespons dengan menahan pasokan gas penting dari Eropa atau meluncurkan serangan siber yang berbahaya.
Pada hari Senin, Gedung Putih menanggapi keputusan Putin untuk mengakui kemerdekaan dua wilayah yang didukung Rusia di timur negara itu dengan mengatakan akan mulai menjatuhkan sanksi terbatas pada apa yang disebut sebagai Republik Rakyat Donetsk dan Luhansk. Jen Psaki, juru bicara Gedung Putih, mengatakan Biden akan segera mengeluarkan perintah eksekutif yang melarang investasi, perdagangan, dan pembiayaan dengan orang-orang di wilayah tersebut.
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gokil! Perang Bawa Cuan Gede ke Saham-saham Ini
