
Putin Kirim Pasukan Ke Ukraina, Rupiah Apa Kabar Pagi Ini?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah tipis di awal perdagangan Selasa (22/2) setelah berfluktuasi di awal pekan kemarin sebelum berakhir dengan stagnan. Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah tipis 0,03% ke Rp 14.330/US$ dan bertahan di level tersebut hingga pukul 9:06 WIB.
Perkembangan tensi geopolitik antara Rusia dengan Ukraina yang juga melibatkan AS dan NATO menjadi penggerak utama dan cenderung menekan rupiah hari ini. Presiden Rusia, Vladimir Putin pada Senin malam waktu setempat mengumumkan mengakui kemerdekaan dua wilayah yang memisahkan diri dari Ukraina, yakni Donestk dan Luhansk.
"Saya menganggap perlu untuk membuat keputusan yang seharusnya sudah dibuat sejak lama untuk mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Republik Rakyat Donestsk dan Republik Rakyat Luhansk," kata Putin sebagaimana diwartakan CNBC International.
Putin juga mengerahkan pasukannya ke wilayah tersebut untuk "menjaga perdamaian".
Sementara itu Amerika Serikat (AS) langsung menanggapi langkah Putin tersebut. Jen Paski salah satu pejabat di Gedung Putih mengatakan Presiden AS, Joe Biden, akan menandatangani perintah eksekutif yang melarang investasi, perdagangan dan pembiayaan oleh warga AS atau sebaliknya dari wilayah Donetsk dan Luhansk.
Sanksi yang diberikan tersebut tentunya bisa memanaskan hubungan AS dengan Rusia, belum lagi negara-negara Eropa yang kemungkinan akan mengambil langkah serupa.
Hal ini bisa membuat tensi geopolitik masih tereskalasi yang membuat sentimen pelaku pasar memburuk dan rupiah tertekan.
Selain itu, perkembangan isu kenaikan suku bunga di Amerika Serikat juga menjadi perhatian utama. Dalam beberapa hari terakhir, beberapa pejabat elit The Fed (bank sentral AS) terus memberikan pernyataan.
Para pejabat The Fed sepertinya terbelah, beberapa menyatakan mendorong dan membuka peluang kenaikan sebesar 50 basis poin, sementara yang lainnya tidak melihat kemungkinan tersebut dan hanya akan menaikkan 25 basis poin.
Sebelumnya Presiden The Fed wilayah St. Louis, James Bullard, menjadi yang paling kencang menyatakan akan memilih untuk menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin bulan depan.
Kini ada Dewan Gubernur The Fed, Michelle Bowman yang menyatakan membuka ruang kenaikan 50 basis poin. Bowman mengatakan akan melihat data-data ekonomi yang dirilis sebelum rapat kebijakan moneter untuk memutuskan apakah perlu kenaikan sebesar 50 basis poin.
Sementara itu Beberapa pejabat elit The Fed lainnya memandang tidak perlu kenaikan suku bunga yang besar.
"Saya tidak melihat argumen yang meyakinkan untuk mengambil langkah besar di awal," kata Presiden The Fed wilayah New York, John Williams, sebagaimana diwartakan Reuters, Jumat (18/2).
"Saya pikir kami bisa menaikkan suku bunga bertahap sambil melakukan penilaian," tambahnya.
Hal senada juga diungkapkan Lael Brainard, Gubernur The Fed yang dinominasikan menjadi wakil ketua oleh Biden. Dalam konferensi di New York, Brainard mengatakan perkembangan pasar finansial saat ini "konsisten" dengan langkah yang akan diambil The Fed.
Brainard melihat akan ada "beberapa kenaikan suku bunga lagi" setelah bulan Maret, dan nilai neraca akan mulai dikurangi.
Meski pendapat The Fed terbelah, pasar kini melihat kenaikan 25 basis poin yang paling mungkin terjadi. Ekspektasi tersebut berubah dari sebelumnya 50 basis poin.
Berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group pagi ini, pelaku pasar kini melihat ada probabilitas sebesar 83,8% suku bunga akan dinaikkan sebesar 25 basis poin, pada pekan lalu probabilitasnya bahkan mencapai 100%. Padahal hanya tujuh hari sebelumnya, pasar melihat The Fed akan menaikkan suku bunga 50 basis poin dengan probabilitas lebih dari 90%.
Turunnya ekspektasi kenaikan suku bunga tersebut mampu menjaga kinerja rupiah dari pelemahan tajam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Ngeri! 3 Hari Melesat 3% ke Level Terkuat 3 Bulan
