
Rusia-Ukraina Buat Harga Minyak Terbang, Iran Bisa Jadi Kunci

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia merosot pada hari Jumat, jatuh lebih dari 3% di awal perdagangan sebelum kembali di akhir perdagangan karena para pemimpin Barat kembali mewanti-wanti invasi Rusia ke Ukraina.
Minyak mentah Brent yang menjadi patokan internasional, diperdagangkan pada US$ 92,92 per barel, turun 0,2%. Sedangkan West Texas Intermediate (WTI) terkoreksi 0,3% menjadi US$ 91,37.
Pasar masih mengkhawatirkan potensi gangguan pasokan akibat konflik di Ukraina karena Rusia memproduksi sekitar 10 juta barel minyak per hari.
Tetapi di saat bersamaan pasar juga bereaksi positif terhadap laporan bahwa pembicaraan untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir antara Amerika Serikat dengan Iran mengalami kemajuan, suatu perkembangan yang dapat membawa puluhan juta barel minyak ke pasar.
Pada hari Rabu, negosiator Iran, Ali Bagheri Kani, dalam cuitannya di Twitter menyebut bahwa "setelah berminggu-minggu [melakukan] pembicaraan intensif, kami semakin dekat dengan kesepakatan."
Namun, dalam cuitan yang sama ia juga menegaskan bahwa tidak ada kesepakatan yang terjadi sampai semuanya disepakati.
Walaupun hambatan untuk kesepakatan baru dengan Iran tetap ada, beberapa analis mengatakan bahwa tampaknya kedua belah pihak ingin mengatasinya.
"Tanda-tanda bagi saya, baik dari Teheran dan dari Washington, sangat jelas," kata Scott Modell, direktur pelaksana Rapidan Energy Group, dilansir The New York Times.
"Saya pikir kita memiliki apa yang kita butuhkan dalam hal konsesi di kedua belah pihak untuk mendapatkan kesepakatan," tambah Mr Modell, mantan perwira CIA.
Richard Bronze, kepala geopolitik di Energy Aspects, sebuah perusahaan riset, mengatakan bahwa pasar sedang "terbelah antara risiko eskalasi" kebuntuan di perbatasan Ukraina-Rusia dan potensi kesepakatan baru yang secara tidak langsung dapat terjadi apabila negosiasi antara Iran dan Amerika Serikat berjalan lancar.
Saat ini, prospek kesepakatan dengan Iran tampaknya melebihi kekhawatiran atas gangguan pasokan minyak yang berasal dari konflik antara Rusia dan Ukraina. "Geopolitik telah mendorong banyak pergerakan naik dan turun," kata Bronze.
Bronze menyebut Iran memiliki 80 juta barel minyak dalam penyimpanan, beberapa di antaranya di kapal tanker dekat pasar Asia, siap untuk dijual dalam waktu singkat.
Teheran kemudian dapat meningkatkan produksi dalam negeri sebesar 1,2 juta barel per hari dalam waktu delapan bulan, membawa pasokan baru yang substansial ke pasar.
Jika kesepakatan terjadi, dan jika minyak yang sekarang disimpan dilepas ke pasar dengan cepat, itu bisa menurunkan harga, kata Bronze.
Namun seiring berjalannya waktu, tambahnya, dunia akan membutuhkan lebih banyak minyak Iran. Analis lain mengatakan keputusan tersebut dapat membuat pasar global kelebihan pasokan di akhir tahun.
Perhitungan pedagang tentu saja bisa berubah dengan cepat jika terjadi perang di Ukraina atau jika pembicaraan dengan Iran gagal.
Sebelumnya, di bawah kepemimpinan Donald Trump, AS kembali memberikan sanksi berat terhadap Iran.
Teheran menanggapinya dengan meningkatkan kemurnian dan jumlah uranium yang diperkaya dan ditimbun, yang melanggar kesepakatan tahun 2015 lalu - yang secara resmi dikenal sebagai Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
Para diplomat mengatakan Amerika Serikat dan Iran dapat segera memutuskan apakah akan kembali mematuhi kesepakatan 2015, yang membatasi program nuklir Teheran dengan imbalan pencabutan beberapa sanksi ekonomi dari Amerika.
Dilansir Reuters, seorang pejabat senior Uni Eropa mengatakan pada hari Jumat kesepakatan untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir Iran 2015 "sangat sangat dekat".
Terkait Ukraina, kekhawatiran tentang gangguan lebih terfokus pada gas alam daripada minyak.
Mencerminkan pasar yang ketat dan kondisi geopolitik yang panas, harga gas Eropa empat kali lebih tinggi dari tahun lalu, situasi yang memberi tekanan pada rumah tangga dan bisnis, seperti pembuat pupuk dan produsen logam, yang menggunakan banyak energi.
Sekitar sepertiga pasokan gas alam Eropa berasal dari Rusia, sebagian besar melalui jaringan pipa. Beberapa analis meragukan bahwa Presiden Vladimir V. Putin dari Rusia ingin memutuskan pasokan gas ke pelanggan terpentingnya, seperti Jerman dan Italia.
Tetapi jaringan pipa melalui Ukraina dapat mengalami kerusakan tambahan akibat pertempuran, dan beberapa analis khawatir bahwa Putin mungkin akan menggunakan leverage atas pasokan energi untuk membalas sanksi yang dijatuhkan oleh Barat.
Analis percaya bahwa Eropa dapat menangani gangguan singkat pengiriman gas dari Gazprom, perusahaan yang memonopoli gas Rusia.
Minggu lalu, Ursula von der Leyen, presiden European Commission mengatakan kepada wartawan, "Model kami sekarang menunjukkan bahwa untuk gangguan parsial atau penurunan lebih lanjut dari pengiriman gas oleh Gazprom, kami sekarang berada di sisi yang aman."
Tetapi untuk mempersiapkan cut off yang lebih lama, Eropa mungkin perlu mengambil tindakan tegas. Perubahan seperti itu sudah terjadi di pasar yang ketat saat ini.
Aliran gas alam cair (LNG), sebagian besar dari Amerika Serikat, telah melampaui impor gas Rusia ke Eropa dalam beberapa pekan terakhir.
Jika Moskow semakin menekan pasokan, Eropa kemungkinan akan meminta pemasok lain, seperti Aljazair, Azerbaijan dan Norwegia, untuk meningkatkan aliran ke pasar domestik, kata para analis.
Eropa juga dapat mengambil tindakan lebih lanjut, termasuk memulai kembali pembangkit listrik tenaga batu bara dan menunda jadwal penutupan pembangkit nuklir di Jerman atau pada akhirnya melakukan penjatahan pasokan energi untuk rumah tangga.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(fsd/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tensi Geopolitik Timur Tengah Turun, Harga Minyak Bergerak Variatif
