
Biden-Putin Mau Kopdar, Rupiah Stagnan

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah berfluktuasi melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (21/2) setelah sebelumnya mampu mencatat penguatan 3 pekan beruntun. Perkembangan situasi geopolitik antara Rusia, Ukriana dan Negara Barat menjadi penggerak utama pasar mata uang.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,1% ke Rp 14.340/US$. Tetapi setelahnya rupiah sukses memangkas pelemahan bahkan sempat menguat 0,09% ke Rp 14.312/US$.
Di penutupan perdagangan, rupiah stagnan terhadap dolar AS dan berada di Rp 14.325/US$.
Kecemasan akan kemungkinan invasi yang dilakukan Rusia ke Ukraina membuat rupiah melemah di awal perdagangan. Tetapi, kecemasan tersebut mereda setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden disebut akan bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Keduanya akan ditengahi Presiden Prancis Emmanuel Macron. Ini bisa terjadi asal Rusia tidak menginvasi Ukraina.
Jen Psaki, Pejabat Gedung Putih mengatakan kemungkinan pertemuan puncak antara Biden Putin hanya akan diadakan setelah pertemuan antara menteri luar negeri kedua negara, yang dijadwalkan untuk akhir pekan ini.
Psaki juga menegaskan pertemuan itu bisa terjadi jika Rusia tidak melakukan invasi ke Ukraina. Meski masih dipenuhi ketidakpastian, setidaknya pasar melihat risiko terjadinya serangan militer bisa semakin berkurang.
Selain itu pelaku perhatian pelaku pasar juga tertuju pada peluang kenaikan suku bunga di AS bulan depan.
Pelaku pasar yang melihat bank sentral AS (The Fed) hanya akan menaikkan suku bunga 25 basis poin di bulan Maret membuat rupiah mampu mengguat. Ekspektasi tersebut berubah daru sebelumnya 50 basis poin. Berdasarkan data dari CME Group pelaku pasar kini melihat ada probabilitas sebesar 82,8% suku bunga akan dinaikkan sebesar 25 basis poin, pada pekan lalu probabilitasnya bahkan mencapai 100%.
![]() |
Padahal hanya tujuh hari sebelumnya, pasar melihat The Fed akan menaikkan suku bunga 50 basis poin dengan probabilitas lebih dari 90%.
Beberapa pejabat elit The Fed juga memandang tidak perlu kenaikan suku bunga yang besar.
"Saya tidak melihat argumen yang meyakinkan untuk mengambil langkah besar di awal," kata Presiden The Fed wilayah New York, John Williams, sebagaimana diwartakan Reuters, Jumat (18/2).
"Saya pikir kami bisa menaikkan suku bunga bertahap sambil melakukan penilaian," tambahnya.
Hal senada juga diungkapkan Lael Brainard, Gubernur The Fed yang dinominasikan menjadi wakil ketua oleh Biden. Dalam konferensi di New York, Brainard mengatakan perkembangan pasar finansial saat ini "konsisten" dengan langkah yang akan diambil The Fed.
Brainard melihat akan ada "beberapa kenaikan suku bunga lagi" setelah bulan Maret, dan nilai neraca akan mulai dikurangi.
Alhasil, ekspektasi kenaikan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 0,5%-0,75% terus meredup, yang membuat kekuatan dolar AS perlahan luntur.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aaf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Ngeri! 3 Hari Melesat 3% ke Level Terkuat 3 Bulan
